Saat birahi gajah jantan dikenal lebih agresif dan punya kecederungan menyerang. Masing-masing mahout harus mengenali karakter gajah peliharaannya untuk menghindari kecelakaan.
“Sangat riskan itu saat gajah jantan mengalami masa emas (birahi). Masa emas itu perubahan hormon. Awal mulainya masa birahi itu kita nggak tahu dan membahayakan. Perilakunya gajah bisa berubah brutal dan agresif,” kata Maidi.
Mahout atau pawang gajah jantan dituntut setiap hari mengamati perilaku gajah dampingannya sebelum mendekat. Berjaga-jaga jika gajah sedang memasuki masa birahi.
“Perilaku yang agak mudah diperhatikan itu matanya. Dia selalu mencari kelengahan pawang atau plirak-plirik. Sama telinganya selalu tegap. Kalau gajah normal telinga dikibas-kibaskan itu tandanya santai,” ujarnya.
Baca Juga:Sejarah Geologi Borobudur, Teratai di Tengah Danau Purba
Maidi mengaku selama ini belum pernah terjadi insiden akibat serangan gajah. “Pengalaman menegangkan itu dulu sebelum dihentikan aktivitas gajah tunggangan. Naik gajah saat melayani tamu, ada suara helikopter yang bikin gajah takut. Gajah kabur. Lumayan panik juga ya. Khawatir karena harus melindungi tamu juga.”
Setelah tidak lagi dimanfaatkan sebagai atraksi gajah tunggangan, hewan-hewan besar ini sekarang menjadi daya tarik lain wisata di Candi Borobudur. Sella misalnya, memiliki keahlian melukis yang dapat dipertontonkan kepada para wisatawan.
Selama pandemi Covid-19, jumlah pengunjung Borobudur berkurang drastis. Hal itu menyebabkan atraksi menonton gajah dihentikan sementara.
Kontributor : Angga Haksoro Ardi
Baca Juga:Borobudur Jadi Pusat Ibadat Umat Buddha, BPPI: Bagus Jika Seperti Mekah