Ini Cerita Hotel Jansen Semarang, Pernah Ditinggali Penari Erotis Belanda

Cerita gedung tua di semarang pastinya sangat menarik diulas, ada ratusan gedung tua yang memiliki sejarah

Budi Arista Romadhoni
Senin, 08 Maret 2021 | 16:18 WIB
Ini Cerita Hotel Jansen Semarang, Pernah Ditinggali Penari Erotis Belanda
Tembok bertuliskan Hotel Jansen di sisi jalan Meyjen Suprapto.[Ayosemarang.com/Vedyana]

SuaraJawaTengah.id - Bangunan kuno dengan gaya arsitektur belanda atau eropa banyak ditemukan di Kota Semarang. Setiap bangunan pastinya memiliki cerita menarik, salah satunya adalah Hotel Jansen.  

Hotel Jansen merupakan salah satu hotel ternama di Kota Semarang di era kolonial Belanda. Hingga akhirnya bangunan itu dirobohkan sekitar tahun 1953.

Memiliki berbagai fasilitas yang dianggap mewah saat itu, membuat Hotel yang dahulu ada di jalan Meyjen Suprapto tersebut pernah disinggahi sejumlah tokoh penting. Mulai kalangan Bangsawan hingga tokoh politik. 

Dilansir dari Ayosemarang.com, Ahli Cagar Budaya Kota Semarang, Tjahjono Raharjo mengatakan, Hotel Jansen tentu memiliki sejumlah cerita sejarah. Meski saat ini, Hotel Jansen hanya tinggal tembok depan bertuliskan Hotel Jansen.

Baca Juga:Sah! PSIS Semarang Akhirnya Pulang ke Markas Stadion Jatidiri

Tjahjono pun menceritakan salah satu cerita tentang Gertrude Margaret Zelle di tahun 1800an yang diduga pernah menginap di Hotel Jansen sebelum dirinya menjadi seorang penari bernama Mata Hari dan kelak juga dituduh sebagai spionase pada Perang Dunia I.

"Awalnya berawal dari Kapten Rudolf MacLeod, seorang tentara Belanda di Ambarawa memutuskan ingin cuti dan mencari istri di Belanda. Saat itu Kapten Rudolf mengumumkan keinginannya mencari istri lewat iklan yang disampaikannya," ujarnya di Semarang, Senin (8/3/2021).

Kondisi bangkrutnya sang ayah, membuat Gertrude Margaret Zelle menjawab keberadaan iklan cari jodoh Kapten Rudolf MacLeod tersebut. Memiliki paras yang cantik, membuat Kapten Rudolf pun akhirnya meminang Margaret.

"Singkat cerita, keduanya menikah. Saat itu usia pernikahan mereka terpaut 20 tahun. Margaret masih berusia 18 tahun. Sedangkan Kapten Rudolf berusia 38 tahun," imbuhnya.

Lantaran masa cutinya yang habis, membuat Kapten Rudolf harus kembali bertugas ke Ambarawa. Sehingga Rudolf memutuskan membawa istrinya Margaret untuk ikut ke Ambarawa. Perjalanan mereka pun dilalui menggunakan kapal.

Baca Juga:Sering Kebanjiran, Lapangan di Kota Semarang akan Dibangun Jadi Resapan Air

"Rumornya keduanya berlabuh di pelabuhan Semarang. Karena saat itu di Semarang hanya ada dua Hotel, yakni Hotel Jansen dan Dibya Puri. Kemungkinan Margaret menginap di Hotel Jansen. Meski sampai sekarang tidak ada bukti otentik yang menjelaskan Margaret pernah menginap di Hotel itu," imbuhnya.

Beberapa tahun kemudian, perkawinan Margaret dan Kapten Rudolf pun mengalami prahara yang sulit. Keduanya memutuskan kembali ke Belanda dan perkawinan mereka pun berakhir di sana pula.

"Setelah perceraiannya itu, Margaret memproklamirkan diri sebagai seorang penari dari Jawa yang bernama Mata Hari. Dia melalang buana di eropa salah satunya Perancis. Yang mana pada waktu itu di eropa, khususnya Paris orang sangat menyukai dengan hal-hal berbau Timur," ucapnya.

Margaret, lanjut Tjahjono, memanfaatkan kondisi tersebut dengan menyatakan dirinya sebagai Penari jawa. Padahal, dia bukanlah penari Jawa sebenarnya. Karena tampilannya yang tidak mencerminkan penari Jawa melainkan penari setengah telanjang yang erotis.

"Mata Hari dikenal juga sebagai pelacur tingkat tinggi saat itu. Dia banyak pergi ke berbagai tempat di Eropa. Tak terkecuali ke Perancis dan Jerman. Yang mana saat itu, keduanya sedang tidak akur," katanya.

Pada Perang Dunia I itu, Perancis banyak mengalami kekalahan. Sehingga membuat Mata Hari menjadi sasaran kambing hitam saat itu. Dan dituduh sebagai spionase yang membocorkan rahasia.

"Karena kedekatannya dengan dua kubu tersebut, membuat Mata Hari dituduh sebagai spionase kala itu. Singkat cerita Akhirnya dia dihukum mati di Perancis," katanya.

"Dia dihukum mati dengan cara ditembak di depan regu tembak. Tapi biasanya target di tutup matanya. Dia tidak mau ditutup matanya. Dia menganggap dia tidak bersalah," tambahnya.

Tjahjono pun memberikan catatan. Adapun setelah dia kembali ke eropa dan bercerai dengan Kapten Rudolf, Margaret tidak pernah lagi ke Jawa.

"Jadi, pada waktu dia setelah memperkenalkan julukannya bernama matahari, dia tidak pernah ke Jawa. Dan ngapain ke Jawa,  Belanda itu netral dan tidak terlibat Perang Dunia I. Dan juga, sampai sekarang masih kontroversi apakah dia mata mata atau bukan," catatnya.

Dalam pernikahannya dengan Kapten Rudolf, Margaret mempunyai dua orang anak. Satu anak laki-laki dan satu anak perempuan.

"Anaknya yang laki-laki meninggal saat kecil. Ceritanya diracun oleh pengasuhnya yang disuruh orang yang tidak suka dengan Margaret. Yang perempuan diasuh bapaknya usai bercerai dengan Kapten Rudolf," Tuturnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini