“Semua berkat kelengkeng. Saya jadi terbiasa menerima telepon dari petinggi-petinggi TNI.”
Tahun 2004, Mugiyanto mengikuti program penyaluran keahlian dan hobi untuk personel TNI yang diadakan Kementerian Pertahanan RI. Dia memilih pelatihan usaha pertanian.
Jatuh cinta pada tanaman, Mugiyanto makin rajin mengikuti berbagai pelatihan dan bimbingan teknis usaha pertanian sepanjang tahun 2006 hingga 2008.
Tak sedikit diantara pelatihan-pelatihan yang dijalaninya atas inisiatif dan biaya sendiri. “Pelatihan Kementerian Pertanian itu juga atas inisiatif saya walaupun pakai biaya sendiri. Yang penting mendapakan izin dari satuan,” katanya.
Setelah kian mantap menekuni usaha pertanian, Kopral Mugiyanto mulai mencari jenis tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi untuk dikembangkan.
Baca Juga:Merapi Luncurkan Awan Panas Guguran, Sejumlah Desa di Magelang Hujan Abu
Pilihan jatuh pada durian, alpukat, dan kelengkeng. Pengembangan tiga varietas itu kemudian mengerucut pada budidaya kelengkeng kateki.
Kelengkeng kateki menurut Mugiyanto bisa dibuahkan (panen) kapan saja diluar musimnya. “Jadi pembuahan diluar musim atau off season bisa dilakukan. Terbukti di sini bisa bergiliran ada buah, ada bunga, setiap hari ada terus.”
Sambil terus mempelajari karakter 3 jenis tanaman buah tersebut, Mugiyanto pelan-pelan mulai melakukan pembibitan mandiri. Tahun 2016, dia merilis secara resmi bibit buah yang dikembangkannya.
“Saya termasuk mungkin satu-satunya TNI yang memiliki kompetensi sebagai penangkar dan bisa mengembangkan tanaman kelengkeng, durian, sesuai standar Balai Sertifikasi Benih.”
Di lahan seluas 1,3 hektare yang disewanya dari BUMDes Graha Mandala Borobudur, Mugiyanto menanam 250 pohon kelengkeng kateki, durian malika, alpukat.
Baca Juga:Sebelum Dor Anggota TNI dan Pegawai Kafe, Bripka CS Tenggak 2 Botol Miras
Dalam setahun, Mugiyanto memanen rata-rata 15 ton kelengkeng kateki dari 200 pohon produktif. Pohon kelengkeng yang sudah berusia lebih dari 5 tahun biasanya akan berbuah stabil 70-75 kilogram per tahun.
Dengan perkiraan harga jual kelengkeng Rp35 ribu per kilogram, Mugiyanto mampu meraup omzet tak kurang dari Rp500 juta per tahun.
“Kita jual Rp30 ribu sampai Rp35 ribu sudah lumayan di angka Rp500 juta. Dipotong ongkos tenaga kerja dan operasional. Saya memberikan kompensasi BUMDes sebesar Rp100 juta setahun. Saya sudah jalan 3 tahun, berarti kan tidak rugi,” ujar Mugiyanto.
Selain menjual buah dan bibit kelengkeng kateki, durin malika, dan alpukat, Mugiyanto melayani agro eduwisata. Wisatawan bisa datang dan memanen sendiri kelengkeng seharga Rp50 ribu per kilogram.
Selain di Magelang, Mugiyanto juga mengembangkan kerja sama pengelolaan kebun buah di Pemalang, Bandung, Serang, dan Semarang. Kebun buah di Bandung dan Pemalang termasuk yang terluas mencapai 6 dan 20 hektare.
Di Semarang, Mugiyanto memiliki lahan kebun durian malika di tanah milik sendiri, seluas 8 ribu meter. Dengan teknik perawatan khusus, satu pohon durian malika bisa menghasilkan omzet Rp100 juta-200 juta per tahun.