SuaraJawaTengah.id - Dugderan merupakan tradisi tahunan yang selalu digelar setiap menjelang Bulan Suci Ramadan di Kota Semarang. Namun, acara tradisi tersebut tak bisa dilakukan secara meriah karena Pandemi Covid-19.
Dua tahun ini menjelang Ramadan, Kota Semarang tanpa adanya dugderan. Padahal tradisi dugderan menjadi salah satu ciri khas Kota Semarang menyambut bulan puasa.
Bagaimana nasib para pedagang mainan khas dugderan yang selalu menggelar lapak di pusat Kota Semarang?
Dilansir dari Ayosemarang.com, Nur Rohmat sebagai salah seorang yang langganan berdagang di Dugderan mengaku sangat terpengaruh. Semenjak tahun lalu pendapatannya anjlok.
Baca Juga:Dengan ShopeePay, Alfamart dan Alfamidi Diskon hingga 70% selama Ramadan
“Susah semua. Pendapatan saya menurun drastis,” kata pria berusia 56 tahun ini, Rabu (7/4/2021).
Pria yang sudah berjualan di dugderan sejak tahun 1980-an tersebut membandingkan pendapatannya tatkala masih ada dugderan. Dulu dalam satu hari dia bisa meraup keuntungan sejumlah Rp200 ribu. Namun berbeda halnya dengan sekarang yang laku satu saja belum tentu.
Sebagai pengganti berdagang di dugderan, Nur Rohmat saat ini menggelar lapak di Jalan Soekarno-Hatta atau tepatnya di pintu masuk Pasar Johar Baru.
Namun masalahnya jika berdagang di pinggir jalan, dia sering kena razia Satpol PP karena dianggap melapak secara liar.
Dagangan Nur Rohmat pun tidak sebanyak biasanya. Bahkan dia bilang kalau itu semua stok lama.
Baca Juga:Program Belanja Ekonomis Alfamart, Alfamidi, dan ShopeePay Jelang Ramadan
“Saya juga kalau mau menambah takut. Yang ini saja belum tentu laku,” ujar pria asli Jepara ini.
Ada beberapa jenis mainan khas dugderan yang Nur Rohmat tampilkan. Misal jenis-jenis gerabah, kompor mini, dan mainan truk goyang.
Teman-teman Nur Rohmat sesama pedagang mainan di dugderan juga banyak yang terdampak. Bedanya mereka tidak berjualan di tempat lain, tapi beralih profesi.
Nur Rohmat tentu berharap pandemi segera berakhir dan Dugderan hadir kembali. Dia tidak ingin terus-terusan mendapat makan siang dari orang-orang yang melintas.
Keluhan lain juga datang dari Prayogo. Semanjak tidak ada dugderan omzetnya menurun. Tapi dibanding Nur Rohmat, nasibnya lebih mending.
“Kalau saya jualan di Johar Baru ini sudah lama. Bahkan kalau tidak ada dugderan saya juga jualan, jadi tidak telalu berdampak,” ujarnya