Waduh! Konsumsi Gorengan dengan Minyak Berkali-kali Bisa Rusak DNA

Hidangan digoreng termasuk tahu goreng, bakwan, tempe dan lainnya memang lebih terasa enak saat dimasak dengan minyak berkali-kali pakai atau jelantah

Budi Arista Romadhoni
Senin, 26 April 2021 | 12:10 WIB
Waduh! Konsumsi Gorengan dengan Minyak Berkali-kali Bisa Rusak DNA
Ilustrasi hidangan makanan yang digoreng dengan minyak berkali-kali bisa merusak DNA. (Shutterstock)

SuaraJawaTengah.id - Gorengan memang menjadi makanan favorit saat berbuka puasa di bulan Ramadhan. Namun, ternyata ada sisi negatifnya lho. 

Hidangan digoreng termasuk tahu goreng, bakwan, tempe dan lainnya memang lebih terasa enak saat dimasak dengan minyak berkali-kali pakai atau jelantah. Namun hal tersebut buruk bagi kesehatan. 

"Karena dengan proses kimia yang terjadi, dia (minyak) akan menghasilkan taste yang lebih gurih," ujar dokter spesialis gizi klinik dari Perhimpunan Dokter Gizi Klinik (PDGKI) Cabang Banten, Juwalita Surapsari dilansir dari Ayosemarang.com, Minggu (25/4/2021).

Hidangan yang cenderung lebih gurih didapatkan dari proses menggoreng menggunakan banyak minyak dengan warna yang kian menggelap, kental atau bahkan berbuih. Kondisi ini terjadi akibat serangkaian proses, berhubungan dengan titik didih yang menurun dari 232 derajat Celsius menjadi 207 derajat Celsius.

Baca Juga:Bacol Bikin Nagih, Nikmatnya sampai 30 Tahun

Efeknya, ketika minyak dipakai kembali, maka akan mudah terurai dan mengalami proses kimiawi panjang yang menghasilkan radikal bebas. Secara kimiawi, proses menggoreng memunculkan proses oksidasi, hidrolisis dan polimerasi asam lemak yang menghasilkan senyawa bersifat karsinogenik.

"Ada yang namanya acrolein, PAH (polycylic aromatic hydrcarbons) yang sifatnya karsinogenik atau membuat berisiko menyebabkan kanker. Waktu digoreng, minyak ini dalam suhu 170-220 derajat Celsius, maka yang pertama terjadi hidrolisis," kata Juwalita.

Hidrolisis merupakan pemecahan molekul trigliserida menjadi asam lemak bebas dengan gliserol dengan bantuan air dari makanan. Setelah itu terjadi proses oksidasi yang menghasilkan senyawa aldehid, PAH yakni radikal bebas serta berubahnya struktur asam lemak jenis cis menjadi trans fat. Rekomendasi trans fat sendiri sebenarnya hanya bisa dikonsumsi di bawah 1% dari asupan makanan sehari-hari.

 Anda bisa membayangkan apabila berkali-kali menggunakan minyak yang sama untuk menggoreng, maka trans fat semakin tinggi, begitu juga dengan ketiga proses kimiawi tadi. Zat berbahaya yang akan dihasilkan juga semakin banyak.

Juwalita mengatakan, dampaknya efek antioksidan yang sebenarnya terkandung dalam minyak semakin turun kadarnya. Padahal sebenarnya zat ini untuk meredam radikal bebas.

Baca Juga:Icip-icip Bacol, Jajanan Legendaris Cimahi dengan Omzet Rp 15 Juta/Hari

Dampak pada kesehatan jelas yakni meningkatnya kadar kolesterol jahat atau LDL, kondisi peradangan di dalam tubuh dan ini tidak terlihat. Bila peradangan terjadi di pembuluh darah, muncul plak lalu membuat pembuluh menjadi sempit dan akhirnya menghambat aliran darah.

"Karena kebiasaan mengonsumsi lemak trans dalam makanan cepat saji dan akhirnya memunculkan plak di pembuluh darah, makanya keluhan yang terjadi seperti strok," ujar  Juwalita yang lulusan dari FKUI.

Studi yang melibatkan hewan uji coba pada 2012 menunjukkan, pemberian minyak kelapa sawit yang dipanaskan 5-10 kali akan menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah dalam waktu enam bulan. Proses menggoreng pada suhu 170-220 derajat Celsius menghasilkan PAH yang bisa berinteraksi dengan enzim dalam tubuh.

Enzim ini berfungsi dalam serangkaian proses kimia dalam tubuh. PAH juga dapat menyebabkan kerusakan protein dalam tubuh dan akhirnya menyebabkan cedera pada membran sel. PAH bahkan menyebabkan kerusakan pada DNA, padahal bila terjadi kerusakan pada DNA maka sifat sel akan berubah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini