SuaraJawaTengah.id - Sebanyak 23 orang di satu desa di Kabupaten Tegal terpapar Covid-19 usai Lebaran. Dua orang di antaranya meninggal.
Munculnya kasus Covid-19 dari klaster keluarga dan lingkungan tersebut terjadi di Desa Bangungalih, Kecamatan Kramat.
Kepala Puskesmas Kramat Makmur mengungkapkan, keberadaan puluhan warga yang terpapar Covid-19 di Desa Bangungalih bermula ketika ada dua orang warga yang positif Covid-19 dan meninggal pada 16 Mei 2021 atau tiga hari setelah Lebaran.
Dua warga itu merupakan seorang mahasiswi berinisial N (19), dan seorang ibu rumah tangga berinisial S (44). Keduanya awalnya mengeluhkan sakit demam, batuk dan pilek dan ketika dites swab hasilnya positif Covid-19.
Baca Juga:Update Kasus Covid-19 di Perumahan Griya Melati Bogor: Total 85 Orang
"Mereka meninggal pada hari yang sama saat dirawat di Rumah Sakit Mitra Siaga Kabupaten Tegal. Hanya berbeda jam," kata Makmur, Kamis (27/5/2021).
Menindaklanjuti dua kasus Covid-19 tersebut, petugas Puskesmas Kramat kemudian melakukan tracing dan tes swab terhadap 23 orang warga yang sempat melakukan kontak.
"Kita tracing 23 orang dan hasilnya ada 21 orang yang positif. 14 orang di antaranya di satu pedukuhan. Ada yang keluarganya, ada yang tetangganya dari dua orang yang positif dan meninggal," ujarnya.
Menurut Makmur, 21 warga yang positif tersebut menjalani isolasi mandiri di rumah karena tidak mengalami gejala.
"Saat ini tinggal 12 orang yang masih isolasi mandiri. Mereka ada yang satu keluarga terdiri dari lima orang, diisolasi di satu rumah," katanya.
Baca Juga:Kasus Covid-19 Melonjak, 11.730 Pelajar di Aceh Timur Diliburkan
Makmur tidak dapat memastikan sumber penularan dalam kasus Covid-19 yang disebutnya klaster keluarga dan lingkungan tersebut karena sulit untuk dilacak.
"Yang mahasiswa tidak dari luar kota. Tapi namanya remaja aktivitasnya pasti ke mana-mana. Kami tidak tahu ini dari mana awal tertularnya. Yang ibu rumah tangga juga di rumah saja sehari-hari," ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Desa Bangungalih, Teguh Pujiono mengatakan, pemerintah desa bersama pihak terkait lain sempat akan memberlakukan lockdown satu desa setelah ada dua warga yang meninggal positif Covid-19. Namun langkah itu urung dilakukan karena ada penolakan dari warga.
"Sudah kami sepakati untuk dilockdown, tapi setelah disosialisasikan ke warga, warga menolak. Alasannya karena ekonomi. Nanti kalau lockdown tidak ada yang mencarikan pakan kambing, sawahnya tidak ada yang mengurus, pertimbangannya banyak," jelasnya, Kamis (27/5/2021).
Meski tidak dilakukan lockdown, Teguh menyebut pemerintah desa tetap melakukan upaya untuk mencegah terus terjadi penyebaran Covid-19, di antaranya dengan melakukan penyemprotan disinfektan dan melarang acara hajatan maupun kegiatan lain yang berpotensi menimbulkan kerumunan.
"Acara hajatan, olahraga, hiburan organ tunggal kita setop. Yang berpotensi kerumunan kita setop sebisa mungkin. Penyetopan sesuai kesepakatan sampai 6 Juni. Ke depannya kita sambil pantau perkembangan kasus. Kalau ada kasus lagi kita bisa memperpanjang," tandasnya.
Kontributor : F Firdaus