Kisah Kampung Jagal di Kota Semarang, Setiap Pagi Banyak Kambing yang Mati

Satu kampung di Kota Semarang ini sering disebut sebagai kampung jagal, banyak warga yang berprofesi sebagai penjagal kambing

Budi Arista Romadhoni
Kamis, 17 Juni 2021 | 11:25 WIB
Kisah Kampung Jagal di Kota Semarang, Setiap Pagi Banyak Kambing yang Mati
Sebuah mural yang menceritakan sejarah Bustaman menghiasi ditengah aktivitas warga Kampung Bustaman, Kota Semarang. [suara.com/Budi Arista]

SuaraJawaTengah.id - Pernah ada yang dengar jika di Kota Semarang terdapat kampung jagal? Ya, sebuah tempat yang berada di Kampung Bustaman, Kota Semarang sering disebut sebagai kampung jagal banyak warga yang berprofesi sebagai penjagal kambing.

Di Bustaman tradisi berdagang kambing telah tumbuh subur sejak berpuluh tahun lalu. Saking terkenalnnya Bustaman sebagai tempat jagal dan berdagang kambing banyak warung gule di Kota Semarang memakai nama kampung Bustaman untuk berjualan.

Sejak tengah malam hingga menjelang sore, kegiatan yang berkaitan dengan pemotongan dan pendistribusian daging kambing terjadi di Kampung Bustaman.

Mulai dari datangnya kambing hidup, disembelih, dibersihkan, dipotong menjadi bagian kecil-kecil, hingga diambil oleh pedagang gule dan tengkleng. Selain memasok daging, beberapa warga Bustaman juga membuat bumbu gule dan tengkleng.

Baca Juga:1.300 Orang Terpapar Virus Covid-19 di Kota Semarang, PPKM Mikro Diperketat

Salah satu tukng jagal, Muhammad Yusuf mengatakan, jika  dirinya merupakan satu dari dua tukang jagal yang masih tersisa di Kampungnya. Bersama anaknya Lukman dan Haji Toni, mereka merupakan ikon jagal di Kampung Bustaman.

Muhammad Yusuf (65) satu dari dua tukang jagal yang tersisa di Bustaman, Semarang (suara.com/Dafi Yusuf)
Muhammad Yusuf (65) satu dari dua tukang jagal yang tersisa di Bustaman, Semarang (suara.com/Dafi Yusuf)

Yusuf mengaku, di era 70 hingga 80an, warga kampung Bustaman terkenal dengan kejayaan jagalanya. Hingga perhari warga kampung tersebut bisa memotong sampai ratusan ekor kambing.

"Sekarang tinggal dua orang saja. Saya (Yusuf) dan Haji Toni yang lain karena usianya sudah lanjut dan sudah meninggal. Dan perhari saya bisa sampai 10 ekor kambing," jelasnya saat ditemui di rumahnya, Kamis (17/6/2021).

Dulunya, terdapat 13 juragan yang meramaikan transaksi jual beli dan pengolahan kambing yang didatangkan ke Kampung Bustaman dari seluruh daerah di Jawa Tengah.

"Namun kini hanya tinggal 3 orang yang masih mempertahankan profesi ini," ucapnya.

Baca Juga:Meresahkan Masyarakat, Ratusan Preman di Kota Semarang Diamankan Polisi

Tukang jagal lain, Lukman mengaku sudah menekuni dunia perjagalan dari tahun 2017. Dia mlai pekerjaan sebagai  tukang jagal sejak orang tuanya terkenna musibah ketika sedang bekerja.

"Saat itu ayahnya sedang bekerja kemudian terpeleset mengakibatkan tanganya melemah," ujarnya.

Tak ingin usaha ayahnya itu tutup, dia nekat keluar dari pekerjaanya yang saat itu menadi kepala toko di salah satu mall di Kota Semarang, semenjak  itu dia meneruskan usaha ayahnya sebagai tukang jagal.

"Sejak saat itulah dia resend dari pekerjaanya menjadi kepala toko di sebuah mall di Semarang untuk menjadi penerus tukang jagal," paparnya.

Dia mengaku pekerjaan jagal di Kampung Bustaman sudah banyak yang berkurang. Pemuda di Bustaman banyak yang enggan menjadi tukang jagal.

"Tinggal saya dan Munawar tetangganya, dan tidak ada pemuda yang mau menjadi jagal hewan," ucapnya.

“Kata anak-anak muda tidak cocok lantaran ongkos satu ekor kambing hanya Rp 20 ribu, maka dari itu beberapa memilih kerja di pabrik, atau penjaga toko,” jelasnya.

Meski onkos  untuk satu kambing hanya  Rp20  ribu, Lukman bertekat ingin meneruskan pekerjaan sebagai jagal hewan yang berasal dari Kampung Bustaman.

“Jangan sampai jagal asli Kampung Bustaman hilang, saya juga berencana mengajarkan keahlian yang diberikan ayah saya ke saudara saya,” tambahnya

Kontributor : Dafi Yusuf

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini