Sejarah Masjid Agung Demak, Cikal Bakal Kerajaan Glagahwangi Bintoro Demak

Masjid Agung Demak merupakan masjid bersejarah yang dibangun oleh tokoh-tokoh penyebar agama Islam pertama kalinya di Nusantara.

Pebriansyah Ariefana
Kamis, 07 Oktober 2021 | 14:46 WIB
Sejarah Masjid Agung Demak, Cikal Bakal Kerajaan Glagahwangi Bintoro Demak
Masjid Agung Demak, akhir abad ke-19 (Tropenmuseum)

SuaraJawaTengah.id - Sejarah Masjid Agung Demak. Masjid Agung Demak adalah masjid tertua di Pulau Jawa. Masjid Agung Demak yang terletak di Kauman, Bintoro, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.

Masjid Agung Demak merupakan masjid bersejarah yang dibangun oleh tokoh-tokoh penyebar agama Islam pertama kalinya di Nusantara yaitu, Wali Songo dan menjadi masjid tertua yang ada di Pulau Jawa.

Pendirinya adalah Raden Patah bersama dengan para Wali Songo. Masjid Agung Demak diperkirakan berdiri pada tahun 1401 saka dan menjadi cikal bakal berdirinya kerajaan Glagahwangi Bintoro Demak.

Arsitektur dari bangunan ini terdiri dari bangunan-bangunan induk dan serambi dengan gaya khas Majapahit yang membawa corak kebudayaan Bali berpadu harmonis dengan langgam rumah tradisional Jawa Tengah.

Baca Juga:Lihat Potensi UMKM, Wapres Ma'ruf Amin Optimis Kemiskinan Ekstrem di Jateng Teratasi

Masjid Agung Demak memiliki empat tiang utama, di mana salah satu dari tiang utama tersebut diperkirakan berasal dari serpihan-serpihan kayu, sehingga dinamakan sakal tatal.

Bangunan serambi merupakan bangunan terbuka. Atapnya berbentuk limas, kubah melengkung yang identik dengan ciri khas masjid bangunan Islam tak terlihat disini, justru adaptasi dari bangunan peribadatan Hindu.

Bentuk ini diyakini sebagai bentuk akulturasi dan toleransi masjid sebagai sarana penyebaran agama Islam ditengah masyarakat Hindu.

Masjid Agung Demak, akhir abad ke-19 (Tropenmuseum)
Masjid Agung Demak, akhir abad ke-19 (Tropenmuseum)

Atap limas masjid ini terdiri dari tiga bagian yang menggambarkan Iman, Islam, dan Ihsan.

Di dalam bangunan utama terdapat ruang utama, mihrab, atau bangunan pengimaman berada di bagian tengah bangunan.

Baca Juga:Jateng Rayakan Kemitraan Kembangkan Ketenagakerjaan Inklusif bersama Amerika Serikat

Sedangkan mihrab atau banguan pengimanan terdapat di depan ruang utama, berbentuk sebuah ruang kecil dan mengarah ke kiblat.

Di bagian belakang belakang ruang utama terdapat serambi berukuran 31 x 15 meter yang tiang-tiang penyangganya disebut Soko Majapahit yang berjumlah delapan buah itu dan diperkirakan berasal dari kerajaan Majapahit.

Atap Masjid Agung Demak bertingkat tiga (atap tumpang tiga), menggunakan sirap (atap yang terbuat dari kayu) dan berpuncak mustaka. Dinding masjid terbuat dari batu dan kapur.

Pintu masuk masjid diberi lukisan bercorak klasik. Seperti masjid-masjid yang lain, Masjid Agung Demak dilengkapi dengan sebuah bedug.

Di masjid ini juga terdapat Pintu Bledeg, bertuliskan Condro Sengkolo, yang berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani, dengan makna tahun 1388 Saka atau 1466 M, atau 887 H.

Sedangkan bagi para jemaah wanita memiliki bangunan khusus untuk shalat berjamaah yang disebut dengan Pawestren.

Bangunan ini dibagun pada zaman K.R.M.A Arya Purbaningrat, tercermin dari bentuk dan motif ukiran maksurah atau khalwat yang bertarikh tahun 1866 M.

Di dalam lokasi Masjid Agung Demak terdapat beberapa makam raja-raja kesultanan Demak dan termasuk raja pertama kesultanan Demak yaitu, Raden Patah beserta para abdinya.

Masjid Agung Demak dicalonkan untuk menjadi situs warisan dunia UNESCO pada tahun 1955.

Kontributor : Kiki Oktaliani

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini