SuaraJawaTengah.id - "Syiar dakwah tak harus teriakan takbir di tengah jalan, Ponpes Rubat Mbalong Cilacap ajarkan santri bertahan hidup dari pertanian dan peternakan"
Gema suara Alquran terdengar dari salah satu sudut masjid di kompleks Pondok Pesantren Rubat Mbalong Ell Firdaus, Desa Tambaksari, Kecamatan Kedungreja, Kabupaten Cilacap.
Siang itu, diantara waktu zuhur dan asar puluhan santri membacakan surat yasin di selasar masjid sembari menunggu waktu asar tiba. Santri di ponpes ini memang memiliki waktu salat sendiri. Berbeda dengan umat islam pada umumnya.
Azan zuhur saja, berkumandang pada pukul 14.00 WIB. Tentunya ini atas persetujuan bersama karena selain mengaji, santri di ponpes ini diwajibkan untuk mengikuti kegiatan yang mengasah keterampilan seperti berkebun atau pertanian, beternak serta industri kreatif di perbengkelan las dan pertukangan.
Baca Juga:Menyusuri Teknologi Tepat Guna di Dusun Bondan Kampung Laut Cilacap
Kegiatan ini sudah berlangsung sejak awal Ponpes Rubat Mbalong ini berdiri pada tahun 2009 lalu. Tak main-main, santri yang mondok di sini berasal dari berbagai daerah seperti Palembang dan Lampung.
Mereka mengaku memilih mondok di sini lantaran tertarik dengan kegiatan sehari-hari yang tidak hanya mengaji.
Seperti yang dikatakan salah satu santri, Syarif Hidayat. Menurutnya awal mula tertarik karena di pondok ini tidak hanya mempelajari ilmu agama saja. Namun juga tentang ilmu dunia.
"Jadi bisa dapat dua-duanya, dunia dan akhiratnya bisa dipelajari di pondok ini. Saya mempelajari tentang budidaya jamur tiram untuk dibuat sayur. Dipasarkan di desa-desa atau di pasar dekat sini," katanya yang sudah mondok sejak 10 tahun lalu saat ditemui Suara.com Rabu (12/10/2021).
Bertani dan Ternak
Baca Juga:Jelang PTM, TNI AL Vaksinasi 2 Ribu Santri di Ponpes Darul Ulum Jombang
Di pondok setempat, ada berbagai tanaman yang dibudidayakan. Diantaranya, jagung untuk pakan ternak, kangkung darat, padi dan jamur tiram. Sedangkan untuk ternak hewan ada sapi, kelinci, lebah madu, ikan gurameh, lele, dan gabus.
Diluar itu, santri juga tengah mengembangkan produksi tepung mocaf magot. Semuanya dikelola oleh santri masing-masing divisi. Tiap divisi rata-rata berisikan delapan santri.
Mereka yang telah mendapat plot diberi tanggungjawab untuk mengelola dari nol hingga pemasaran. Beruntungnya di ponpes setempat juga sudah berdiri Badan Usaha Milik Pesantren (BUMP) yang sudah berbadan hukum. Tujuannya untuk memudahkan pemasaran produk yang dihasilkan dari masing-masing divisi.
"Sekarang ini kami tengah mencoba memenuhi permintaan produksi arang sekam dari alumnus santri pondok sini untuk dikirim ke Garut. Kebutuhannya sampai 500 ribu kantong arang sekam yang berbahan baku kulit padi. Dia itu sekarang jadi mitranya BUMP," jelas Syarif.
Rejeki Halal dan Ilmu Duniawi untuk Santri
Dari penjualan hasil ternak dan kebun, santri mendapatkan bagian keuntungan atau biasa disebut bisaroh. Besarannya bervariasi tergantung dari waktu kerja yang sudah ditentukan. Hal ini agar para santri lebih bersemangat dalam mengerjakan tugasnya. Namun tujuan utama bukan itu, melainkan ilmu yang bisa dipetik selama berada di pondok.
Meski begitu, ada dua kategori santri yang mondok di sini. Untuk yang formal, mereka selain mondok juga bersekolah. Untuk yang santri ini dikenakan biaya administrasi dan tidak diwajibkan untuk mengikuti kegiatan berkebun dan beternak.
Sedangkan yang non formal, mereka diwajibkan untuk terlibat ke tiap divisi kegiatan yang sudah tersedia.
"Untuk santri formal itu dikenakan biaya ada administrasinya. Sedangkan yang sudah lulus atau yang tidak sekolah formal itu gratis. Makan dan lain-lain itu tidak dibebankan biaya untuk yang sudah lulus atau yang cuma mondok di sini. Tapi diwajibkan ikut kegiatan untuk menyukseskan visi misi pondok pesantren," terangnya.
Mengapa ada Kegiatan Bertani dan Berkebun?
Pengasuh Pondok Pesantren Rubat Mbalong, KH Hasan Masngud atau biasa dipanggil Gus Hasan menjelaskan, yang melatarbelakangi tercetusnya kegiatan pertanian dan peternakan adalah basic dari orangtua santri yang rata-rata memiliki karangan dan lahan pertanian.
"Saya berpikir bahwa Indonesia adalah agrikultur yang punya banyak pertanian, pekarangan, peternakan dan bisa dimanfaatkan, sehingga setidaknya ketika pulang dari pesantren, anak-anak mempunyai basic yang sudah bisa dieksekusi ada teori, praktek kemudian di rumahnya masing-masing bisa berdakwah dengan kemandirian yang bisa diterapkan," terang Gus Hasan.
Awal berdirinya pondok pesantren tersebut bermula dari 4 santri yang ditugaskan mengurus kolam dan kambing pada tahun 2009. Hingga tahun ini yang tercatat sebagai santri berjumlah 280 anak. Dari jumlah itu kemudian dibagi menjadi 3 kelompok.
"40 persen itu santri enterpreuner, putra dan putri dibidang peternakan dan pertanian untuk agrobisnis. Kemudian yang 20 persen adalah santri tahfiz khusus putri, dan 40 persen sisanya mereka yang sekolah formal. Jadi massa kaderisasi masuk tahun pertama sampai ketiga aktif di sekolah tidak dilibatkan secara enterpreuner. Mereka hanya melihat dan membantu, nanti setelah lulus, kami MoU dengan keluarganya bahwa anak-anak ini ditempatkan di bagian yang cocok untuk memilih kegiatan. Sehingga regenerasinya tertata," lanjutnya.
Kegiatan ini menurut Gus Hasan juga sebagai bagian menangkal pemahaman radikalisme yang selama ini melekat dengan pondok pesantren. Dengan diberi pemahaman mengenai ilmu dunia, tentunya santri akan memiliki sudut pandang yang berbeda.
"Ketika alam radikalisme diluar sana menjadi momok bagi pesantren-pesantren yang memiliki keterbatasan di dalam pemahaman Alquran dan hadis, tapi saat ini anak-anak diberi satu wacana yang lain. Ketika agama, materi agama, syareatnya kemudian diaplikasikan dengan kegiatan secara lahiriah untuk memapankan diri, nduwe sangu urip ndunya, ternyata anak-anak itu kesliwer untuk menyalurkan bakatnya," tuturnya.
Gus Hasan meyakini dengan adanya kegiatan ini, sedikit banyak akan menurunkan deradikalisasi hal-hal yang bersifat terorisme.
Perkembangan teknologi tentunya harus diikuti juga oleh pemahaman santri. Apa yang kira-kira dapat dikembangkan secara inovasi menjadi landasan agar ponpes ini terus eksis dengan memiliki karakteristik yang berbeda.
"Kami juga bekerjasama dengan akademisi dari Unsoed, terus juga ada kemitraan dari swasta khususnya Bank Indonesia Purwokerto yang memiliki program penguatan ekonomi pondok pesantren dan bekerjasama dengan kami sejak tahun 2014 sampai sekarang," paparnya.
"Kami bisa menularkan role model yang ada di pondok sini, pondok pesantren ber basic agama, ada yang sekolah, ada yang tahasus agama kemudian ada kegiatan yang bersifat kemandirian. Kemudian pada tahun 2017 kami alhamdulillah terpilih menjadi satu dari lima pondok pesantren se Indonesia yang memiliki kemandirian dari Kementerian Agama. Waktu itu kegiatannya di Surabaya," tandasnya.
Kontributor : Anang Firmansyah