SuaraJawaTengah.id - Seorang pengajar seharusnya menjadi panutan oleh para murid-muridnya. Namun sayang, dosen di Semarang memperbudak mahasiswinya untuk kepuasan nafsu berahinya.
Sebut saja Mawar (bukan nama sebenarnya). Masih tercatat sebagai salah satu mahasiswi di kampus swasta yang berada di Kota Semarang, Jawa Tengah. Dia menjadi korban perbudakan seksual yang dilakukan oleh pelaku, yang tak lain merupakan dosennya sendiri di kampus.
Cerita bermula ketika Mawar masih semester tiga. Pelaku merupakan salah satu dosen pengajar Mawar. Dia tak menyangka, dosen yang seharusnya membimbing dibidang akademik itu justru membawanya ke jurang perbudakan seksual.
Tak ada yang mengira, dosen tersebut dapat menemukan akun Instagram Mawar. Mula-mula, dosen tersebut berkirim pesan direct mesengger (DM) kepadanya. Awalnya, Mawar tak curiga terhadap gelagat dosennya tersebut.
Baca Juga:Guru Pesantren Rudapaksa Belasan Santriwati, Aksi Bejat Dilakukan sejak 2016
Setelah saling lempar pesan di DM, dosen tersebut meminta nomor WhatsApp Mawar. Tak berselang lama, sang dosen juga berkirim pesan kepada Mawar melalui WhatsApp.
Sejak mempunyai nomor WhatsApp Mawar, dosen tersebut sering menghubunginya bahkan dosen itu juga sering membelikan tiket bioskop hingga barang-barang yang cukup mahal.
Awalnya, korban menolak tawaran tersebut. Karena tak enak, akhirnya korban terpaksa menerimanya.
"Dari situ korban dan pelaku semakin dekat," jelas pendamping hukum korban, Citra Ayu Kurniawati saat dihubungi Suara.com, Rabu (8/12/2021).
Setelah merasa dekat dengan korban, dosen tersebut mengajak Mawar pergi ke suatu tempat berdua.
Baca Juga:Nasib RUU TPKS di DPR: Diwarnai Kepentingan Elektoral hingga Pandangan Konservatif
Di tempat tersebut, Mawar dipaksa melayani nafsu berahi dosen tersebut. Penuh dengan keterpaksaan, Mawar melayani dosen tersebut untuk berhubungan seksual.
Pada akhirnya, Mawar terjebak dalam hubungan yang gelap.
Ya, dosen tersebut memberikan tawaran kepada Mawar agar menjadi pacarnya. Dia sebenarnya menolak tawaran tersebut, apalagi Mawar mengetahui jika dosen tersebut sudah mempunyai istri.
Dosen tersebut memberikan iming-iming akan dipermudah nilai kuliahnya jika mau menjalin hubungan dekat dengan dosen tersebut. Namun, Mawar lagi-lagi menolak tawaran tersebut.
Hingga akhirnya, Mawar mulai luluh dengan bujukan dosen tersebut.
"Dosen tersebut terus-terusan melakukan bujuk rayu kepada korban. Akhhirnya membuat korban luluh," katanya menceritakan.
![Ilustrasi seksual (Shutterstock).](https://media.suara.com/pictures/653x366/2014/07/15/shutterstock_146010638.jpg)
Perbudakan seksual yang dilakukan oleh dosen itu sudah berjalan selama satu tahun mulai dari tahun 2020 - 2021.
Suatu ketika korban sudah tak betah dengan keinginan dosen tersebut. Mawar mulai memberontak, namun dosen tersebut mengancamnya.
"Termasuk ada ancaman nilai jika sampai bilang ke orang soal kelakuan dosen tersebut," paparnya.
Saat ini, Mawar masih mengalami trauma psikis karena mendapatkan ancaman dari pelaku.
Usaha Mawar untuk memberanikan diri bercerita soal perbudakan seksual yang dialaminya itu ditanggapi positif oleh kampus.
Mendapat laporan kasus tersebut, pelakun yang merupaka dosen tetap di sebuah kampus swasta di Jateng itu akhirnya diproses secara hukum.
Karena terbukti melakukan perbudakan seksual akhirnya dosen tersebut dikeluarkan dari kampus tersebut.
"Korban juga didampingi kampus dalam kasus ini," imbuhnya.
Ada Ratusan Korban di Jateng
Kasus pelecehan seksual menjadi keprihatinan masyarakat terutama korban. Mengingat saat ini situasi kekerasan seksual sudah sangat darurat.
Sebagaimana data yang dihimpun beberapa organisasi yang tergabung dalam Jaringan Jawa Tengah Anti Kekerasan Seksual.
Data LRC-KJHAM di tahun 2021 tercatat 80 kasus kekerasan terhadap perempuan, dengan 120 perempuan menjadi korban dan 88 pelaku kekerasan.
Kasus tertinggi adalah kasus kekerasan seksual dengan jumlah korban 89 atau 74 persen perempuan.
LBH Semarang pada tahun 2021 mencatat ada 18 kasus kekerasan seksual dan diantaranya terdapat kasus kekerasan berbasis gender online (KBGO).
Sahabat Perempuan Magelang mencatat ada 64 kasus kekerasan terhadap perempuan, 19 kasus diantaranya adalah kasus
kekerasan seksual anak.
Korban kekerasan seksual juga mengalami hambatan dalam mendapatkan keadilan. Kasus-kasus kekerasan seksual, terutama yang korbannya dewasa sulit untuk dilaporkan. Korban masih mengalami kesulitan dalam proses pembuktian.
Tidak sedikit kasus yang mandeg karena dianggap tidak cukup alat bukti. Akses layanan bagi korban juga masih belum bisa diakses dengan mudah dan nyaman. Sampai putusan yang tidak adil bagi korban.
"Untuk itu kita mengajak semua masyarakat turut serta mendukung dan mengkampanyekan urgensi RUU TPKS yang melindungi korban," ujarnya.
Kontributor : Dafi Yusuf