SuaraJawaTengah.id - Kekerasan seksual terjadi dilingkungan Pondok Pesantren di Kabupaten Demak. Seorang ustadzah dicabuli oleh Kiai atau pengasuh pondok pesantrennya sendiri.
Sayangnya, Cinta (Nama samaran Ustadzah Demak) ini tak bisa berbuat apa-apa. Namun tahun 2020 Ustadzah Demak itu memberanikan diri untuk lapor ke polisi setelah dia mempunyai suami.
memproses secara hukum. Mempercayakaan penanganan ke pihak kepolisian.
"Ini sudah kita serahkan proses penanganan ke Polisi, saya tidak terimanya itu, hafalan Qurannya sekarang jadi hilang, ditambah psikologis terganggu," ujarnya.
Baca Juga:Rela Jalan Kaki, Kasus Pelecehan Seksual Pengasuh Ponpes di Demak Memasuki Babak Baru
Dekat dengan Oknum Ponpes
Selama satu tahun, Cinta mengajar seperti biasa. Selain menjadi pengajar hafalan Al-Qur'an, Cinta juga ditugaskan sebagai ketua pondok pesantren tersebut.
Hal itu membuatnya dekat dengan keluarga kiai pondok pesentren tersebut, atau dalam bahasa santri disebut dengan keluarga ndalem. Hal itu, membuat keluarga besar ponpes tersebut kenal akrab dengannya tak terkecuali istri kiai ponpes tersebut.
Setalah satu tahun di sana, kehidupan Cinta benar-benar berubah. Dia tak menyangka, seorang kiai yang Cinta anggap sebagai orang tuanya itu tega melakukan pelecehan deksual saat Bulan Suci Ramadhan.
"Ya saya ingat, pertama kali mendapatkan pelecehan seksual taitu ketika saya puasa ketiga berada di sana," jelas Cinta dengan terbata-bata.
Baca Juga:Terungkap Modus Pencabulan Santri di Ponorogo, Pelakunya Pengurus Pondok Pesantren
Kronologi Pelecehan Seksual
Tindakan asusila tersebut bermula ketika Cinta sedang tidur di kamar bersama para santiwati yang masih kecil-kecil. Saat semua orang tertidur, tiba-tiba kiai tersebut masuk ke kamar tanpa sepengetahuannya.
Saat kejadian sudah jam 11 malam. Semua santriwati dan ustadzah juga sudah tidur. Saat itu, kiai tersebut bisa dengan mudah keluar masuk dengan leluasa karena kamar tersebut sengaja tak diberi pintu.
"Malam itu, tiba-tiba kiai tersebut masuk ke kamar dan tiba-tiba mencium saya," katanya.
Saat itu, Cinta tak berkutik. Badan terasa kaku lantaran kaget dengan kelakuan bejat kiai tersebut. Cinta tak mengingat betul berapa kali dia mendapatkan perlakuan bejat seperti.
"Saya tak bisa ingat, kalau saya ingat-ingat terus dada saya sesak. Intinya lebih dari tiga kali," ucapnya setelah menghela nafas yang cukup panjang.
Cinta sempat diam sekitar 30 detik, hanya terdengar suara terenga-engah.
"Awalnya kiai itu mencium terus sampai meraba-raba ke bagian intim, saya tak bisa apa-apa. Saat itu saya tak berani bercerita kepada siapapun," ucapnya.
Kelakuan kiai tersebut tak membuatnya nyaman. Setelah lebaran, Cinta berniat untuk keluar dari pondok pesantren tersebut. Namun, saat ijin mau keluar pondok pesantren atau istilah santri "boyong" tak diperbolehkan kia tersebut.
"Saat itu saya tak berani bercerita. Apalagi saya punya kedekatan dengan istri kiai tersebut," paparnya.
Setelah tak diperbolehkan untuk keluar, Cinta terpaksa tetap tinggal di pesantren tersebut. Hari-harinya dihantui dengan perasaan cemas dan rasa takut karena setiap hari melihat wajah kiai tersebut.
Singkat cerita, Cinta mendapat tawaran kiai tersebut yang akan menjodohkan Cinta dengan salah satu ustadz di pesantren tersebut. Tawaran tersebut dia terima dengan sejumlah syarat.
"Saya langsung terima asalkan saya tak dilecehkan lagi," katanya memberi syarat kepada kiai tersebut.
Kiai tersebut menyetujui kesepakan yang ditawarkan Cinta. Akhirnya dia dan ustadz tersebut melakukan tunangan. Cinta merasa lega karena akan ada sesorang yang akan menjaganya.
Namun, kenyataanya tak seperti apa yang Cinta inginkan. Pasca dia tunangan, kiai tersebut ternyata berdusta kepada Cinta. Kiai tersebut tetap mencabuli Cinta meski sudah tunangan.
"Sebenarnya saya mau triak, namun tak bisa," ujarnya.
Setelah tak kuat, akhirnya Cinta buka suara kepada keamanan pondok pesantren tersebut. Namun, kemanan pondok tak menggubris keluhannya.
"Saya memaksa untuk keluar, akhirnya saya bisa keluar pondok," ucapnya.
Sementara itu suami korban, FI, menyebutkan akan
Kontributor: Dafi Yusuf