"Misal ini tak dikasih pelajaran nanti saya laporan ke atasan (pimpinan perusahaan)," ancam Bunga kepada pimpinan produksi di tempat dia bekerja.
"jangan dilaporin dulu ya"
"kenapa tak boleh dilaporin," tanya Bunga kepada pimpinan produksi.
Setelah dia selediki, ternyata yang menjadi korban pelecehan seksual dengan pelaku yang sama tak hanya dirinya. Banyak buruh perempuan di devisi yang sama juga sering menjadi korban kelakuan asusila itu.
Baca Juga:Nangis Dicurhati Penyintas, Muhaimin Iskandar: Pelecehan Seksual Harus Dihentikan!
Jika dia hitung, buruh perempuan yang dilecehkan berjumlah 45 orang. Pada saat itu, Bunga semkain bertanya-tanya kenapa pimpinan produksi menyuruhnya untuk diam.
Dirasa laporannya tak digubris, akhirnya bunga menginisiasi buruh di tempatnya untuk membuat serikat kerja. Dia berharap serikat kerja tersebut bisa mewadahi keluhan para buruh yang menjadi korban.
"Ya akhirnya perusahaan memproses laporan tersebut setelah kita berserikat," katanya.
Pagi, Siang Sore Saya Dilecehkan
Kami seperti minum obat. Pagi, siang dan sore kami dilecehkan oleh general manager sebuah pabrik di Kabupaten Kendal.
Baca Juga:Puluhan Rumah di Bangsri Jepara Porak-poranda Disapu Angin Puting Beliung
Sebut saja Mawar, dia adalah buruh perempuan di Kabupaten Kendal yang menjadi tulang punggung keluarga. Karena himpitan ekonomi, dia tak bisa banyak melakukan pembelaan tatkala menjadi korban pelecehan seksual.
Saat dia bekerja, seringkali general manager di perusahaannya memegang tubuhnya. Kadang memijat pundak tanpa sebab yang jelas, hingga memeluknya dari belakang.
Hal itu membuatnya merasa risih. Apalagi kelakuan bejat general manager tersebut dilakukan setiap hari. Ya, Mawar dan teman-temannya sering menyebut perlakuan general manager itu seperti minum obat.
Yang menjadi korban teryata tak hanya dirinya. Sebanyak 30 buruh perempuan juga mengaku mendapatkan perlakuan yang sama.
Tak hanya dipeluk dan dipijat, pelaku juga pernah menggesek alat vitalnya ke tubuh salah satu buruh perempuan. Hal itu membuat korban trauma.
Sebagian besar, yang menjadi korban adalah tulang punggung keluarga. Para korban tak berani melapor karena takuk akan diputus kontraknya.