Kenalkan Eksistensi Lengger Banyumas hingga Jepang, Rianto: Media Healing Kurangi Angka Bunuh Diri

Kesenian tari Lengger sudah melebur menjadi satu sejak ia kecil.

Ronald Seger Prabowo
Selasa, 31 Mei 2022 | 19:14 WIB
Kenalkan Eksistensi Lengger Banyumas hingga Jepang, Rianto: Media Healing Kurangi Angka Bunuh Diri
Maestro Lengger Banyumas, Rianto (dua dari kanan). [Dok]

SuaraJawaTengah.id - Untuk sebagian orang, tarian mungkin hanya dianggap sebagai sebuah pertunjukkan kesenian semata.

Namun berbeda halnya dihadapan Maestro Lengger Banyumas, Rianto. Kesenian tari Lengger sudah melebur menjadi satu sejak ia kecil.

Ia tumbuh besar di wilayah Desa Kaliori, Kecamatan Kalibagor, Kabupaten Banyumas.

Dirinya mulai serius menekuni Lengger ketika bersekolah di SMKI Banyumas yang kini sudah menjadi SMK N 3 Banyumas.

Baca Juga:Seorang Ibu di Grobogan Tewas Bunuh Diri, Diduga Santap Mie Goreng Dicampur Racun, 2 Anaknya Kritis

Dalam acara Talkshow keberagaman dengan tema Bhinneka Tinggal 'Jika' yang digagas Purwokertokita, Hamburger Podcast dan Suara.com ini, Rianto menceritakan berbagai kisah spiritual yang dilalui dalam menjalani peran sebagai penari lengger.

Menurutnya lengger itu lahir rahim kaum tani. Kaum tani pada zaman dahulu kerap berpindah-pindah.

Sebarannya ada di Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, Ajibarang, Cilacap, Kebumen dan Wonosobo. 

"Kultur masyarakatnya hampir sama, agraris. Muncul karena kebutuhan pada saat itu mereka bagaimana menyambungkan dengan alam semesta. Dahulu mau menebang pohon saja diadakan lengger, laki-laki yang menebang dan berdoa mereka. Setelah menebang pohonnya ditanam kembali tidak ditinggal begitu saja tetapi ada upacara ritual disitu untuk menumbuhkan kembali," katanya saat acara berlangsung di Perpustakaan UIN Saizu Purwokerto, Selasa (31/5/2022).

Saama juga halnya ketika menanam padi. Para petani ini pada zaman dahulu juga dimulai dengan berdoa.

Baca Juga:Penari Striptis Diangkut Polisi Dalam Penggerebekan Rumah Karaoke Mesum di Kediri

Suara-suara panja (alat untuk menaruh padi) ketika tidak ada airnya difungsikan untuk ritme ketika ditabuh.

"Suaranya 'klok klok klok' memunculkan irama kehidupan yang digarap kemudian menjadi musik. Doa-doa mereka dengan tarian yang sangat sederhana dengan geleng-geleng kemudian disebut lengger. Awal mula gerakan sekarang yang dibakukan dahulunya sangat sederhana," terangnya.

Menurutnya istilah lengger sendiri sudah berarti laki-laki. Lambat laun, Rianto merasa banyak tantangan yang harus dijalani dalam memperkenalkan kesenian lengger karena identik dengan dandanan perempuan.

Tidak sedikit juga yang mempertanyakan seksualitas dari para penari.

"Seksualitas itu diruang individu masing-masing. Ketika orang itu berbicara seperti melihat wujudnya saja itu sudah langsung berekspektasi yang menilai sesuatu belum sampai ke arah situ. Ini yang selalu menjadi kelatahan-kelatahan kita. Sebelum menilai baiknya memaknai tubuhnya sendiri. Jangan terlalu banyak bicara tetapi lebih baik perbanyaklah memahami," jelasnya.

Melalui lenggerlah kemudian ia mendapat istri warga Negara Jepang.

Kesempatan ini yang kemudian dimanfaatkan Rianto untuk mengajarkan tarian lengger hingga ke negeri sakura.

Di sana ia merasa lebih bisa bernafas bebas karena lebih dihargai.

"Ketika di Indonesia saya merasa ada batasan-batasan yang memang sebagai Lengger atau seniman tari masih terbatasi. Aturan kehidupannya harus seperti ini. Ketika ke Jepang saya merasa bisa bernafas, artinya mereka butuh tari Jawa karena mobilitas mereka sangat tinggi," ungkapnya.

"Mereka butuh ruang semacam healing dengan adanya tari Jawa, mereka bisa bergerak pelan lalu dengan senyum. Setidaknya mengurangi tingkat kejahatan atau bunuh diri yang ada di Jepang yang memang sangat tinggi," imbuhnya.

Ia merasa melalui tarian Jawa yang dilakukannya, lebih bisa bermanfaat bagi banyak orang. Ia merasa kesenian lengger merupakan jalan ibadahnya menyalurkan energi positif kepada orang lain.

"Lebih bisa beribadah banyak dengan menari untuk banyak orang. Ini yang sebenarnya saya agak prihatin dengan keterbatasan-keterbatasan yang ada di Indonesia," tutupnya.

Kontributor : Anang Firmansyah

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini