Kisah Tasiman Petani di Pegalongan Banyumas, Panen Hanya Dua Kali Setahun Karena Dampak Perubahan Iklim

Perubahan iklim juga mempengaruhi siklus tanam lahan pertanian, Namun tak sedikit juga para petani yang menganggap perubahan iklim menjadi biangkeroknya

Budi Arista Romadhoni
Kamis, 11 Agustus 2022 | 14:23 WIB
Kisah Tasiman Petani di Pegalongan Banyumas, Panen Hanya Dua Kali Setahun Karena Dampak Perubahan Iklim
Tasiman (kiri) memasukkan gabah padi ke dalam karung usai masa panen di Desa Pegalongan, Kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas, Kamis (11/8/2022). [Suara.com/Anang Firmansyah]

"Tahun 90 an itu, kita sudah bisa memprediksi kalau Oktober-Maret pasti musim hujan dan April-September musim kemarau. Tapi di Indonesia itu disaat musim kemarau bukan sama sekali tidak hujan, tetap ada tapi sedikit sekali," ungkapnya.

Dengan adanya industri bisa menyebabkan polusi. Hal ini yang dinilai bisa mempengaruhi cuaca karena proses pembentukan awan menyebabkan terjadinya akumulasi air yang ada di udara menjadi terganggu.

"Sistem hidrologi di awan menjadi terganggu yang menyebabkan siklus air terganggu. Penyebabnya bisa banyak hal, tapi kalau karena ada perumahan dan sebagainya ya bisa jadi itu menjadi faktor dimana lahan yang harusnya lahan bukan hijau tapi digunakan untuk industri dan perumahan karena resapan air berkurang ya pasti air akan menurun," jelasnya.

Melihat perubahan cuaca yang terjadi saat ini, ia meminta agar para petani harus mulai banting stir mengubah sistem pola tanamnya. Disaat air banyak mereka masih bisa menanam padi, namun saat air berkurang diupayakan tanaman produktif yang lain.

Baca Juga:Tak Hiraukan Perubahan Iklim, Petani di Bantul Tetap Lestarikan Metode Pranta Mangsa untuk Tentukan Masa Tanam

"Bisa saja palawija atau sayuran yang umurnya pendek tidak membutuhkan air banyak. Yang penting lahan itu harus produktif. Jangan dibiarkan bero. Meskipun bero itu bagus untuk memutus hama dan penyakit," ujarnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan saat ini petani harus pintar memahami alam. Karena tidak ada pilihan lain. Harus lebih terbiasa dengan iklim yang terjadi pada saat ini.

"Perubahan ini tidak bisa dihindari. Mau gimana lagi memang kondisinya seperti ini. Jadi petani harus adaptasi. Dan itu juga kebijakan yang ada di pemerintahan kadang-kadang (tidak pas). Misal ada jalur hijau, kuning dan merah. Jalur hijau tidak bisa selain area tumbuhan. Terus jalur kuning 50:50. Kalau jalur merah itu bisa untuk industri besar dan perumahan. Tapi kenyataannya jalur hijau digeser menjadi jalur kuning bahkan jadi jalur merah," tutupnya.

Kontributor : Anang Firmansyah

Baca Juga:Agar Produktivitas Tidak Terganggu, Kementan Dorong Petani Ikut Program AUTP

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak