SuaraJawaTengah.id - Sopir truk angkutan pasir Magelang Raya keberatan aturan pembatasan pembelian solar. Tidak semua sopir akrab dengan aplikasi pembelian BBM menggunakan QR code atau barcode.
Akibat pembatasan pembelian solar, sopir truk angkutan pasir yang mengirim material dari Magelang ke Semarang harus berkali-kali masuk SPBU.
Menurut Ketua Umum Jaringan Pengemudi Angkutan Pasir (JPAP) Magelang Raya, Erfin Yulianto, kebanyakan SPBU di jalur yang mereka lalui membatasi pembelian solar hanya Rp100 ribu hingga Rp200 ribu.
“Teman-teman banyak yang jalur dari Muntilan sampai Semarang, Kendal, Demak. Paling tidak harus beli (solar) Rp450 ribu,” kata Erfin kepada Suarajawatengah.id, Kamis (15/9/2022).
Baca Juga:Tanjakan Jalan Karamat Makan Korban, Truk Bermuatan 9 Ton Mundur dan Tabrak Pagar Rumah Warga
Perjalanan dari Magelang hingga Semarang diperkirakan menghabiskan bensin 60 liter. “Masak harus masuk ke SPBU 4 sampai 5 kali. Itu sangat menyusahkan kami.”
Selain itu banyak sopir yang kesulitan beradaptasi membeli solar menggunakan aplikasi. Kebanyakan sopir gagap teknologi dan bingung jika harus membeli BBM menggunakan barcode.
“Kendalanya ada yang bisa pakai android ada yang tidak. Teman-teman sopir ini punya latar belakang pendidikan yang tidak tinggi,” kata Erfin.
Kenaikan harga BBM memaksa sopir menaikkan ongkos mengangkut pasir. Ongkos angkut ditambah untuk menutup selisih harga beli solar yang naik.
Sebelum harga solar naik menjadi Rp6.800, ongkos angkut pasir dari Magelang ke Semarang sekitar Rp2 juta. Para sopir sekarang menaikkan ongkos angkut sekitar Rp200 ribu untuk membeli solar.
Baca Juga:Geram! Sopir Truk Tangki Emosi Dirazia Petugas Dishub, Alasan Karena Ban Gundul
“Sekarang harga solar naik kami cuma menaikkan sekitar Rp150 ribu sampai Rp200 ribu. Padahal harga BBM naiknya banyak,” ujar Erfin.
Selain beban belanja solar, para sopir juga terancam naiknya setoran truk. Kebanyakan sopir tidak memiliki kendaraan sendiri sehingga harus membayar setoran kepada pemilik truk.
Kenaikan harga BBM dipastikan akan menyebabkan melonjaknya harga onderdil kendaraan. “Sopir pasti dituntut juragan kalau harga sparepart naik. Setoran juga pasti naik. Konsumen apa bisa (mengerti) apabila nanti menaikkan harga tinggi. Nggak mungkin.”
Erfin Yulianto berharap keluhan para sopir didengar oleh pemerintah. Mereka hanya ingin bekerja lancar menafkahi keluarga.
“Harapan kami sopir, biar orang tua rekoso (susah) nggak apa. Orang tuanya sengsara nggak apa yang penting anaknya bisa sekolah. Bisa membawa martabat orang tua,” jelasnya.
Kontributor : Angga Haksoro Ardi