SuaraJawaTengah.id - Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Kabupaten Brebes masih menjadi fenomena gunung es. Faktor ekonomi dan pernikahan muda menjadi salah dua pemicu terjadinya kekerasan.
Berdasarkan data di Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3KB) Brebes, jumlah kasus KDRT sejak Januari hingga September 2022 total mencapai 59 kasus.
Dari jumlah tersebut, ada 41 kasus yang menimpa perempuan dengan 22 di antaranya adalah anak-anak. Jenis kekerasan yang dialami mayoritas adalah kekerasan seksual, yakni sebanyak 29 kasus. Sementara sisanya adalah kekerasan fisik (6), dan psikis (2).
Sekretaris DP3KB Brebes, Rini Pujiastuti mengatakan, kasus KDRT masih menjadi fenomena gunung es. Artinya, jumlah kasus yang terjadi bisa lebih banyak dari data yang ada karena ada korban yang tidak berani melapor dan penyebab lainnya.
Baca Juga:Pengacara Ungkap Alasan Rizky Billar Mangkir dari Panggilan Polisi, Takut Ditahan?
"Pasti lebih banyak yang ada di masyarakat, tapi keberanian korban melapor itu sangat dipengaruhi oleh pendamping, dari mulai Satgas PPA, kader, relawan dan sebagainya," kata Rini, Kamis (6/10/2022)
Menurut Rini, kasus KDRT yang terjadi didominasi oleh kekerasan seksual. Selain itu, KDRT berupa kekerasan fisik juga jumlahnya tak sedikit.
"Kekerasan ini tidak hanya menimpa perempuan, tapi juga anak-anak. Penyebab karena ketahanan keluarga yang rapuh. Faktor ekonomi juga sangat mempengaruhi," ujarnya.
Rini mengatakan, faktor ekonomi dan menikah muda menjadi penyebab terbanyak terjadinya kasus KDRT dengan korban perempuan.
"Kalau yang menimpa perempuan, penyebabnya karena ekonomi dan menikah muda atau pernikahan anak. Paling banyak ekonomi. Belum punya pekerjaan, akhirnya ribut terus," ungkapnya.
Baca Juga:Usai Laporkan Kasus KDRT, Lesti Kejora Didukung Bercerai Dari Rizky Billar
Rini menyebut, keberanian korban untuk melaporkan kekerasan yang dialaminya semakin meningkat. Hal ini karena pihaknya terus melakukan sosialisasi dan memberikan pemahaman kepada masyarakat.
"Jadi kalau kasus tinggi, tidak bisa langsung dikatakan pemda tidak berhasil, tapi yang terpenting ada kemauan warga untuk melapor. Kami terus sosialisasi, mengingatkan, dan memberikan pemahaman bahwa lapor itu tidak usah takut, dan tidak perlu membayar," tandasnya.
Menurut Rini, selain memberikan pemahaman agar korban tak takut untuk melapor, pihaknya juga melakukan upaya pencegahan, khususnya untuk mencegah kekerasan seksual. Salah satu upayanya adalah memberikan pemahaman kepada keluarga terkait kesehatan reproduksi.
"Kami berikan pemahaman kepada keluarga di setiap kegiatan, supaya kalau mempunyai anak, baik laki-laki atau perempuan harus ditanamkan kesehatan reproduksi sejak dini dan harus berani melapor. Kemudin tanamkan keagaman yang baik, cinta kasih antar keluarga, dan terapkan delapan fungsi keluarga," ujarnya.
Kontributor : F Firdaus