Kisah Panjang Dibalik Kekayaan Alam Dataran Tinggi Dieng, Tak Terima Dirusak oleh Aktivitas Proyek Geothermal

Dataran Tinggi Dieng memiliki potensi energi yang luar biasa, namun tak disangka warga sekitar menolak keras dengan proyek-proyek untuk mengambil kekayaan alam warisan leluhur

Budi Arista Romadhoni
Rabu, 02 November 2022 | 12:16 WIB
Kisah Panjang Dibalik Kekayaan Alam Dataran Tinggi Dieng, Tak Terima Dirusak oleh Aktivitas Proyek Geothermal
Petani beraktivitas di sekitar sumur produksi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) PT Geo Dipa Energi di kawasan dataran tinggi Dieng Desa Kepakisan, Batur, Banjarnegara, Jawa Tengah, Selasa (6/9/2022). ANTARA FOTO/Anis Efizudin/tom.

SuaraJawaTengah.id - Dataran Tinggi Dieng memiliki potensi energi yang luar biasa, namun tak disangka warga sekitar menolak keras dengan proyek-proyek untuk mengambil kekayaan alam warisan leluhur mereka, kisah ini pun akhirnya menjadi perhatian pemerintah setempat

Gerimis turun, beberapa orang dari surau tampak berlarian kecil sambil menyincing sarung yang dikenakannya agar tak basah.

Perlahan kabut turun menyusup dari perbukitan ke gang rumah-rumah. Udara semakin dingin.

Rizal buru-buru masuk rumah lalu mengibaskan buliran air gerimis di baju dan sarungnya.

Baca Juga:Pemerintah Berencana Bangun Pembangkit Geothermal dan Nuklir untuk Capai Target Net Zero Emission

"Assalamualiakum!," serunya kepada orang rumah.

Kemudian, ia memilih tempat duduk sambil menunggu adzan magrib berkumandang.

"Piye jare wingi bar kumpulan nang balaidesa? (Gimana katanya kemarin habis rapat di balaidesa)?" tanya seseorang yang ada dirumah.

"Iya wis wingi karo Pak Kades karo pemuda lan warga sing nolak proyek (iya sudah kemarin sama kades sama pemuda dan warga yang menolak projek)," jawabnya.

Ditengah suara rintikan hujan semakin deras, ia tiba-tiba teringat kata-kata sesepuh di Desanya.

Baca Juga:PGE dan ORMAT Kolaborasi Kembangkan Teknologi Binary

"Almarhum Mbah Mangkuyudo pernah ngendika, Dieng bakalane rusak lan kenang wabah nalikane alame rusak (Mendiang Mbah Mangkuyudho pernah mengatakan, Dieng akan rusak dan terkena wabah apabila alamnya rusak)," ucapnya dengan pandangan jauh.

Sambil menghela nafas, raut wajahnya berubah cemas. Sebab, tanda-tanda itu mulai tampak jelas.

"Aktivitas geothermal itu sudah ada sekitar 20 tahun lebih. Artinya selama itu masyarakat sudah merasakan dampak aktivitas geothermal," ungkap laki-laki bernama lengkap Agung Rizal.

Ia bercerita, sejak adanya aktivitas geothermal, banyak dampak buruk bagi lingkungan yang bermuara pada kesehatan warga.

"Tanaman di ladang kami malah rusak ketika disiram air. Bisa dibayangkan, air itu yang kami minum setiap hari. Tanamam saja sudah tidak bisa menerima apalagi manusia ?," pikirnya.

Ia dan juga warga berfikir hal itu sudah cukup. Mereka tak ingin kehilangan anugrah yang selama ini memberikan semua kebutuhan sehari-hari malah jadi petaka.

"Masa kami yang warga di gunung sampai beli air galon untuk kebutuhan? Beberapa kali nyoba bikin sumur bor tapi kualitasnya sama, bau dan berasa," kata dia.

Ia menyebut, sejumlah mata air berubah rasa menjadi asin. Hal itu terjadi di beberapa daerah Dieng yang dekat dengan lokasi pengeboran.

Warga menduga, sumber mata air sudah tercemar limbah bahaya yang mengandung logam berat, arsenik atau lainnya akibat rembesan bahan berbahaya ke air tanah.

"Dari segi agama juga pengaruh. Air yang berubah sifat dari bau dan warna itu kan tidak bisa mensucikan (wudhu)," katanya.

Menyebut kata Dieng, tak lepas dari kekayaan alam, budaya dan keindahan pemandangan. Ada lagi yang menjadi ciri khas di sela pemandangan alam itu.

Ya, kepulan cerobong uap PLTP Dieng milik PT Geo Dipa Energi membumbung tinggi ke udara bak pegunungan sedang merokok bersama.

Tak hanya satu, beberapa cerobong tampak dari jalan raya jika sudah mendekati komplek Candi Arjuna yang menjadi tujuan andalan wisatawan.

"Seperti yang dilihat, banyak cerobong besi mengepul disini. Dari literasi ada efek samping dari cerobong besi itu bukan hanya karbon dioksida tapi hidrogen sulfida (H2S). Melihat kasus gas bocor Dieng tahun lalu yang mengakibatkan beberapa orang meninggal dan kritis itu juga hidrogen sulfida (H2S). Kami cemas," ungkapnya.

Sebagian besar rumah masyarakat Dieng saat ini masih menggunakan atap material seng. Warga mengeluhkan material atap seng makin hari makin cepat rusak.

"Dulu penggantian material seng dilakukan 2 tahun lebih. Nah sekarang tidak akan bertahan selama itu, paling setengah setengah tahun. Artinya udara yang kita hirup sudah tidak beres. Ini material besi saja rusak, apalagi yang dihirup manusia?," kata dia.

Kejanggalan lain juga tampak pada data kesehatan masyarakat di Dieng. Ia menyebut data stunting di daerahnya cukup tinggi.

"Padahal mayoritas masyarakat petani. Tapi di Dieng kulon Desa Bakal, Karangtengah itu data stunting tinggi. Agak aneh karena logikanya ketika butuh asupan vitamin tinggal ambil ke ladang. H2S ternyata bisa mempengaruhi metabolisme tubuh manusia. Itu dampak lain yang belum bisa dimengerti oleh semua masyarakat Dieng," jelasnya.

Potensi Energi Dieng

Pekerja menyelesaikan pekerjaan pada proyek sumur produksi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) PT Geo Dipa Energi di kawasan dataran tinggi Dieng Desa Kepakisan, Batur, Banjarnegara, Jawa Tengah, Selasa (6/9/2022). ANTARA FOTO/Anis Efizudin/tom.
Pekerja menyelesaikan pekerjaan pada proyek sumur produksi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) PT Geo Dipa Energi di kawasan dataran tinggi Dieng Desa Kepakisan, Batur, Banjarnegara, Jawa Tengah, Selasa (6/9/2022). ANTARA FOTO/Anis Efizudin/tom.

Dieng memang memiliki potensi panas bumi yang dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik.

Melihat potensi yang terpendam di pegunungan Dieng, tak heran jika PLTP Dieng 2 Geodipa Energi berenana melakukan pengeboran sebanyak 10 sumur baru di Desa Karang Tengah, Dieng kulon, Banjarnegara, Jawa Tengah.

Sampai hari ini hasil studi ada 250 Mega watt di permukaan. Pihaknya akan melakukan pengembangan Dieng unit 2 ini dengan rencana melakukan pengeboran 10 sumur, 5 sumur produksi dan 5 sumur injeksi.

Proses drilling atau pengeboran akan memakan waktu dua tahun untuk menyelesaikan 10 sumur dengan kedalaman sumur 3000 meter.

Pengeboran perdana yang dimulai pada November 2021 lalu dan dijadwalkan selesai pada tahun 2023 mendatang.

Dari 10 sumur disebut akan menghasilkan daya sebesar 55 mega watt Net yang akan di distribusikan ke wilayah Jawa-Bali.

"Nah dampak yang langsung dirasakan warga ketika pengeboran adalah getaran. Sebab, dengan mengebor sedalam 3000 meter ,Dieng yang merupakan daerah yang memiliki patahan lempeng banyak itu bisa bergeser dan berisiko menimbulkan getaran," ujar Rizal.

Ia pikir, unit 1 saja sudah cukup berkontribusi buruk pada alam Dieng.

"Unit 1 saja sudah banyak dampak yang dirasakan. Jangan sampai ditambah lagi. Sudah cukup," katanya sambil menghela nafas.

Kondisi ini yang membuat warga merasa tidak ada alasan untuk tidak menolak pengembangan projec PLTP Dieng.

"Jadi tidak ada alasan kami tidak menolak, karena berbahaya. Aktivitas geothermal tidak mengindahkan keselematan masyakat disini, yang berdekatan dengan warga," kata dia.

Seakan suara warga tak didengar. Anggaran dan investasi untuk membangun 10 sumur Unit 2 Dieng yang mencapai angka 220 juta US dolar Amerika sudah disiapkan. Dari 50 persen anggaran dianggarkan untuk pembangkit listrik, sementara sisanya untuk supporting.

Pihak PLTP juga telah menghitung succes ratio yang mencapai 80 persen.

Mendengar rencana besar tersebut, pemerintah kabupaten Banjarnegara menyambut baik.

Saat itu, PLH Bupati Banjarnegara yang sedang dijabat oleh Syamsuddin mengatakan pihaknya telah mengizinkan dan mendukung penuh pembangunan 10 sumur di wilayah Dieng Banjarnegara.

Warga semakin terhimpit. Aksi penolakan pun dilakukan dengan berbagai cara.

"Sudah melakukan berbagai upaya. Mediasi dengan bertemu langsung dengan pihak PLTP hingga pemerintah setempat sudah dilakukan, tapi jawabannya iya iya tok! Seperti sambil lalu," kata dia.

Bahkan, aktifitas di pad 38 Karangtengah mulai berjalan. Tak ada pilihan. Masyarakat turun ke jalan berharap proyek bisa dihentikan.

Suara lantang teriakan orasi penolakan warga berseru. Poster tulisan “Tolak PLTP dan #saveDieng” pun tak ketinggalan.

Tak hanya itu, warga Karangtengah pun menggelar sholat istighosah dan doa bersama.

"Memohon kepada Allah SWT bahwa kami sedang mempertahankan ruang hidup kami,"jelas Sidi, warga Karangtengah, Dieng.

Sidi menjelaskan, proyek yang saat ini ditolak warga adalah rencana pengaktifan kembali well pad 9.

"Sudah, tapi yang direspon well pad 38 yang sama pak Bupati digembok dan itupun sementara karena suratnya belum turun. Nah ini well pad 9 itu proyek lama, sekitar 5 tahun nggak berfungsi nah ini mulai mengebor kembali,"tuturnya.

Dari peta udara, tampak lokasi pad 38 yang sangat dekat dengan pemukiman warga. Bahkan, disebut-sebut hanya 1 meter antara lokasi dengan rumah warga.

"Mereka melakukan pembangunan tidak ada 1 meter dengan pemukiman, bahkan dengan rumah mbah saya. Selain dekat dengan rumah juga lagi-lagi dekat dengan mata air yang mengaliri ribuan hektar dan 6 Desa," paparnya.

Geodipa unit 2 dibangun di atas lahan dari PLN. Kemudian area tersebut diluaskan hingga mendekati rumah warga.

"Jadi 6 hektar yang kemudian diperluas ke tanah milik masyarakat. Jadi dari awal pembangunan itu masyarakat sudah menolak tentang pengeboran di unit 2 karena terlalu dekat, ditambah dampaknya. Masyarakat sudah melakukan upaya penolakan. Tapi katanya mereka ingin membuat mes perusahaan untuk para pekerja. Jadi masyarakat berfikir ya tidak apa-apa kalau untuk rumah perusahaan tapi kemudian muncul proposal denah untuk sumur geothermal," ungkapnya.

Warga menganggap, rencana pengembangan well pad 9 guna menyokong pembangunan PLTP Dieng Unit II dianggap sebagai bentuk kerusakan serta penyerobotan ruang hidup warga desa Karangtengah.

Tak hanya itu, sejumlah kejadian kecelakaan lain juga pernah terjadi yakni pada well pad 1, 12, 28 dan 31 yang mengalami ledakan pipa dan kebocoran gas pada tahun 2007, 2016 dan 12 Maret 2022.

Kejadian tersebut mengakibatkan korban jiwa dan menyebabkan trauma kolektif juga teror bagi warga yang berada di sekitar well pad 9.

Tak cukup disitu, masyarakat merasa diadu domba dengan adanya rekrutmen pekerja yang ditawarkan oleh PT Geo Dipa kepada warga setempat.

Ditengah situasi tak kondusif, masyarakat Dieng yang menolak projek PLTP Dieng Unit 2 mendapat kabar tak menyenangkan. Pihak PLTP melakukan rekruitmen warga setempat untuk dipekerjakan di perkebunan.

Sontak, seakan arang kembali terbakar. Ramai-ramai warga menghampiri area perkebunan.

"Rika nek butuh kerja ya aja nang kene. Mbok ngerti iki lagi diperjuangna. Mbok ya aja kaya ngene lah wong iki li tanahe dewek, (Kamu kalau butuh kerja ya jangan disini. Kan tahu ini sedang diperjuangkan. Ya jangan begini dong, kan ini tanahnya kita)," kata Rizal ketika menemukan sanak saudara yang didapati masuk rekrutmen sebagai pekerja perkebunan PT Geo Dipa Energi.

"Ayo wis dewek metu bae, (ayo sudah kita keluar saja)," ajak para warga kepada para pekerja.

Saling rangkul, semua keluar dari area. Tapi apalah daya, para pekerja yang masuk rekruitmen seakan kepalang basah sebab sudah tanda tangan kontrak.

Masyarakat Dieng memiliki tradisi untuk mensyukuri hasil alam yang melimpah. Namun dengan kondisi seperti saat ini, tradisi tersebut terancam punah.

"Ada tradisi syukuran atas anugrah alam subur dan hasil bumi yang melimpah, ketika ada pengeboran otomatis itu akan hilang. Banyak sesepuh yang bilang, ketika mata air rusak maka peradaban akan hilang. Karena air sumber kehidupan," jelasnya.

Masyarakat meyakini, kondisi alam saat ini merupakan dampak panjang dari adanya aktifitas geothermal sejak awal pembangunan.

Dieng adalah salah satu daerah dengan patahan tektonik terbanyak. Tanpa ada pengeboran masyarakat sudah terancam.

Geodipa tidak hanya berencana mengembangkan unit 2 saja, tapi masih ada seterusnya.

"Artinya, 113 ribu hektar wilayah Dieng terancam dieksploitasi," kata dia.

"Namun apa yang bisa dinegokan dari sebuah nyawa? Apa solusinya ? Mereka tidak ada jalan keluarnya yang bisa menjamin nyawa kami," tandasnya.

Mediasi Berujung Kekerasan

Hari bergulir. Poster penolakan PLTP Dieng masih bertengger ditepi sepanjang jalan.

Tibalah saat agenda pertemuan antar Desa Karangtengah dengan PT Geo Dipa dan PJ Bupati serta pihak terkait.

Desas-desus yang beredar, masyarakat Desa Karangtengah sebagian sudah setuju. Hal itu memancing kepanikan sebagian warga kubu kontra.

Masyarakat Desa Bakal yang saat itu tak diundangpun akhirnya tergugah untuk turut hadir.

Masyarakat Bakal ingin menyampaikan suara pada kesempatan tersebut. Sebab, masyarakat Bakal juga turut merasakan dampak dari projek PLTP.

Sehingga, masyarakat Bakal merasa punya hak untuk menyampaikan pendapatnya.

Agenda mediasipun dimulai normal. Namun ketika masyarakat Bakal datang dengan membawa poster penolakan, kericuhan terjadi.

Berawal dari adu mulut lantaran tamu tak diundang hingga berujung kekerasan.

"Gedebuk!"

Seseorang terjatuh lalu terinjak.

Sontak warga lainnya tak terima. Makin tak terkendali.

"Woi, woi !," teriakan para warga lainnya saat melihat ada pukulan lain.

Dafiq adalah salah satu korban yang menyebut telah terjatuh ,terinjak dan dipukul oleh pihak lawan.

Aksi warga menolak pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Dieng Unit 2 berakhir ricuh, Senin (24/10/2022). [Sura.com/Citra Ningsih]
Aksi warga menolak pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Dieng Unit 2 berakhir ricuh, Senin (24/10/2022). [Sura.com/Citra Ningsih]

Tanpa mengenakan alas kaki karena hilang, ia berhasil keluar dari kerumunan. Namun suasana masih memanas.

"Entah siapa, tapi yang jelas mereka bukan pihak kami. Karena kami sudah pakai atribut khusus," jelas Dafiq sambil menunjukkan luka yang sedikit lebam.

"Ini sama ini, tapi yang keinjak nggak kliatan bekasnya," ungkap Dafiq kepada warga lainnya.

Aparat kepolisian dan TNI yang di lokasi kewalahan melerai kericuhan yang terjadi di balaidesa Karangtengah, Senin (24/10/2022).

Agenda mediasi terhenti. Pihak Bupati dengan PT Geo Dipa memutuskan mengadakan rapat kecil.

Malam hari, suasana sedikit mereda. Bupati mengumumkan putusannya dihadapan warga di tempat yang sama.

"Bahwa PT Geo Dipa tidak akan membangun di Pad 38," tegas PJ Bupati Tri Harso Widirahmanto kepada warga.

Tepuk tangan warga menyambut kompak. Disusul teriakan kemenangan dan rasa syukur.

"Alhamdulillah ya Allah," ungkap warga bersama - sama.

"Kedua, kami mohon izin, mohon keikhlasan bapak ibu sekalian, bahwa Geo Dipa akan mengambil barang-barang yang ada di Pad 38," lanjut PJ Bupati.

Malam itu, masyarakat dan yang hadir di balaidesa berkahir damai.

Bahkan, warga dan pihak terkait saling salam-salaman diiringi sholawat bersama.

Esok harinya, PJ Bupati dengan PT Geo Dipa melangsungkan rapat kembali bersama Kejaksaan Agung di Pendopo Dipayudha Adigraha.

Yudistian Yunis, Direktur Pengembangan Niaga dan Ekplorasi PT Geo Dipa Energi mengatakan, pihaknya ingin komitmen membangun PLTP Dieng Unit 2 tetap berjalan karena masuk proyek strategis nasional.

"Ini membutuhkan sosialisasi yang lebih masiv agar warga dapat mengenal lebi hdslam dan mendapat penjelasan lebih utuh apa yang dikerjakan dari PT Geo Dipa," kata dia usai rapat.

Ia mengklaim, komitmen terhadap lingkungan dan sosial disekitar sangat tinggi dan sudah sesuai yang digariskan pemerintah tentang peraturan lingkungan hidup, comunity development dan keamanan.

"Sampai hari ini kami terus melakukan palaporan dan pemantauan oleh lembaga pemberi bantuan untuk proyek dan masih memenuhi batas yang ditetapkan," ujarnya.

Pihaknya mengakui, area Pad 38 memang cukup luas yaitu 6 hektar dan memilih lokasi yang paling strategis dari ekonomi.

"Untuk menyimpan material guna pengeboran sumur produksi dan injeksi. Memang diawali untuk pembangkit, kami tegaskan Geo Dipa tidak akan menambah atau mengurangi lahan yang diupayakan masyarakat," jelasnya.

Meski proyek saat ini sudah berhenti, namun pihaknya belum bisa memutuskan akhir dari nasib pad 38.

"Kami belum menyebutkan pad 38 seperti apa nantinya. Sebab kami membangun pad 38 ini tidak mudah. Karena harus memenuhi lingkungan keamanan dan kesehatan," sebutnya.

Untuk saat ini, pihaknya menyimpan material di pad 38 dan tidak melakukan apapun.

"Hari ini pad 38 sementara untuk menyimpan material dan tidak melakukan apa apa," katanya.

Ia juga menerima informasi jika warga Dieng menolak proyek lantaran khawatir dampak yang disebabkan.

"Warga khawatir jika dibangun disana akan berdampak secara lingkungan, mungkin vibrasi getaran suara, air. Tapi Geo Dipa tetap memperhatikan hal tersebut, jika warga merasa airnya tercemar, silahkan melapor ke aduan yang tersedia di Geo Dipa nanti kami akan pastikan itu," paparnya.

Ia menjelaskan, pembangunan Pad 38 dilakukan juga dengan syarat yang sudah ditentukan, seperti keamanan dan lingkungan.

"Pad 38 sementara di awal, didorong oleh pemerintah yang paling optimal, ekonomis dan memenuhi syarat lingkungan. Jadi pasti Geo Dipa tidak akan mengorbankan lingkungan disana. Itu kan ruang hidup semua orang," ujarnya.

Untuk material yang sudah berada di pad 38, pihaknya sempat kesulitan untuk mengambil barang lantaran dihalangi warga.

"Sudah ada material yang disimpan disana. Kami mau ambil ada yang menghalangi. Tapi kemarin dibantu ada pemerintah Forkompinda, Kejagung, masyarakat, Kajari dan Kapolres, bisa mulai kita ambil materialnya," kata dia.

Meski saat ini pihaknya tidak melakukan aktifitas apapun selain mengambil material, pihaknya memastikan akan terus menyelesaikan target 400 Mega Watt.

"Enggak, terus lanjut target 400 Mega Watt. Kami minta pengawalan Forkompinda , Kejaksaan Agung bahwa proyek ini sesuai dengan rencana manfaat yang ditetapkan oleh pemerintah," tandasnya.

Dengan begitu, apakah masyarakat Dieng sudah bisa benar-benar tenang sekarang ? Mungkinkah lokasi pad 38 akan sepenuhnya berhenti atau hanya bergeser ?

Kontributor : Citra Ningsih

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini