SuaraJawaTengah.id - Dataran Tinggi Dieng memiliki potensi energi yang luar biasa, namun tak disangka warga sekitar menolak keras dengan proyek-proyek untuk mengambil kekayaan alam warisan leluhur mereka, kisah ini pun akhirnya menjadi perhatian pemerintah setempat
Gerimis turun, beberapa orang dari surau tampak berlarian kecil sambil menyincing sarung yang dikenakannya agar tak basah.
Perlahan kabut turun menyusup dari perbukitan ke gang rumah-rumah. Udara semakin dingin.
Rizal buru-buru masuk rumah lalu mengibaskan buliran air gerimis di baju dan sarungnya.
Baca Juga:Pemerintah Berencana Bangun Pembangkit Geothermal dan Nuklir untuk Capai Target Net Zero Emission
"Assalamualiakum!," serunya kepada orang rumah.
Kemudian, ia memilih tempat duduk sambil menunggu adzan magrib berkumandang.
"Piye jare wingi bar kumpulan nang balaidesa? (Gimana katanya kemarin habis rapat di balaidesa)?" tanya seseorang yang ada dirumah.
"Iya wis wingi karo Pak Kades karo pemuda lan warga sing nolak proyek (iya sudah kemarin sama kades sama pemuda dan warga yang menolak projek)," jawabnya.
Ditengah suara rintikan hujan semakin deras, ia tiba-tiba teringat kata-kata sesepuh di Desanya.
Baca Juga:PGE dan ORMAT Kolaborasi Kembangkan Teknologi Binary
"Almarhum Mbah Mangkuyudo pernah ngendika, Dieng bakalane rusak lan kenang wabah nalikane alame rusak (Mendiang Mbah Mangkuyudho pernah mengatakan, Dieng akan rusak dan terkena wabah apabila alamnya rusak)," ucapnya dengan pandangan jauh.
Sambil menghela nafas, raut wajahnya berubah cemas. Sebab, tanda-tanda itu mulai tampak jelas.
"Aktivitas geothermal itu sudah ada sekitar 20 tahun lebih. Artinya selama itu masyarakat sudah merasakan dampak aktivitas geothermal," ungkap laki-laki bernama lengkap Agung Rizal.
Ia bercerita, sejak adanya aktivitas geothermal, banyak dampak buruk bagi lingkungan yang bermuara pada kesehatan warga.
"Tanaman di ladang kami malah rusak ketika disiram air. Bisa dibayangkan, air itu yang kami minum setiap hari. Tanamam saja sudah tidak bisa menerima apalagi manusia ?," pikirnya.
Ia dan juga warga berfikir hal itu sudah cukup. Mereka tak ingin kehilangan anugrah yang selama ini memberikan semua kebutuhan sehari-hari malah jadi petaka.