Waspada! Teroris Manfaatkan Kecanggihan Teknologi hingga Sistem Algoritma di Medsos untuk Propaganda

Tak disangka, kelompok teror memanfaatkan sistem algoritma yang ada di medsos untuk menyebarkan propagandanya sekaligus menentukan sasaran empuk merekrut anggota

Budi Arista Romadhoni
Selasa, 21 Maret 2023 | 14:34 WIB
Waspada! Teroris Manfaatkan Kecanggihan Teknologi hingga Sistem Algoritma di Medsos untuk Propaganda
Kepala Detasemen Khusus 88/Antiteror Polri Irjen Pol Marthinus Hukom saat gelaran Kuliah Umum Kebangsaan "Bahaya Virus Propaganda Radikalisme Terorisme di Media Sosial" di Kampus Soegijapranata Catholic University (SCU) Semarang, Senin (20/3/2023). [Istimewa]

Rektor SCU, Dr Ferdinandus Hindiarto menyatakan, kampusnya senantiasa mengajarkan nilai-nilai keindonesiaan. Adapun terkait toleransi, pihaknya sudah selesai dengan hal tersebut.

"Implementasi dari nilai-nilai toleransi sudah sepenuhnya dijalankan oleh seluruh civitas akademika. Kami menggembleng generasi muda
yang menguasai ilmu pengetahuan di bidangnya dengan kedewasaan moral dan kepribadian. Sehingga akan berani mengambil peran pemimpin di manapun mereka berkarya," kata Rektor yang turut hadir jadi pembicara.

Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jateng, Sumarno menegaskan, perbedaan adalah sebuah keniscayaan. Sedang radikalisme merupakan bahaya laten yang tidak kelihatan, yang harus diwaspadai kapanpun.

Aksi Kelompok JI dan JAD

Baca Juga:Belasan Pucuk Senjata Ditemukan di Rumah Dito Mahendra, Nikita Mirzani Senggol Badan Penanggulangan Teroris

Pada kegiatan itu, hadir pula dua narasumber lainnya dari mantan narapidana terorisme (napiter), yakni Hadi Masykur dan Munir Kartono. Hadi Masykur berangkat dari kelompok Neo Jamaah Islamiyah (JI) sementara Munir dari kelompok JAD.

Hadi Masykur menceritakan, dirinya aktif di organisasi lamanya selama 20 tahun, sebelum akhirnya ditangkap oleh tim Densus 88/Antiteror Polri. Selama itu pula, ia mengaku tidak memiliki waktu berkumpul dengan keluarganya.

Pikirannya menjadi terbuka ketika disadarkan melalui pesan dari sang ibu. Pendekatan dari ibunya membuat ia sadar akan langkah dan cara pandangnya selama ini tidaklah benar.

"Saya berpesan pada mahasiswa untuk memberikan ruang toleransi diri kita atas apa yang dilakukan orang lain, sehingga tidak muncul anggapan diri kita yang paling benar, yang lain salah," katanya.

Sementara, Munir Kartono mengemukakan seorang teroris tidak bisa dilihat hanya dari ciri-ciri fisik yang terlihat, seperti gaya rambut hingga cara berpakaian.

Baca Juga:Turki Setujui Keanggotan Finlandia di NATO, Ini Alasan Erdogan

"Ada konsep dan cara berpikir yang salah dalam kepalanya," ungkap Munir yang ketika acara juga didukung pemutaran film dokumenter kisahnya berjudul "Dari Kecewa pada Bapak jadi Pendana ISIS" karya Kreasi Prasasti Perdamaian itu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini