"Bisa jadi memenuhi kebutuhan dan situasi ekonomi yang tidak pasti. Jika cara berfikir tidak serakah dan hedon tidak sampai kearah situ. Kemudian ditambah kuatnya jaringan untuk membuat tertarik korban. Maka faktor eksternal (keluarga yang menasehati) akan kalah," tegasnya.
Pola pikir terhadap keyakinan magis yang saat ini masih mengakar, menurutnya sebagai relevansi bisa dengan edukasi informal. Menurut Masrukin, edukasi informal bisa kebih efektif daripada formal.
"saat ini lebih pada ke edukasi dalam sistem pendidikan informal. Jadi bukan hanya pendidikan perguruan tinggi dan sebagainya, tapi bisa melalui dari informal misalnya edukasi mulut ke mulut, saya rasa itu lebih efektif," terangnya.
Kaus ini pada akhirnya menjadi tanggng jawab dari pihak pendidikan dan penegak hukum. "Ya shock terapi. Sebab hal ini secara ilmu tidak masuk akal dan secara hukum itu salah," jelasnya.
Baca Juga:Gila! Dipersiapkan dengan Matang, Mbah Slamet Sang Dukun Maut Habisi 12 Orang Tanpa Kekerasan
Selain pada pola pikir, ia juga menemukan fakta tentang kecanggihan metode jaringan si Dukun. Hingga pada akhirnya banyak korban yang termakan umpannya dan terjerat pada kail.
"Dia (po) punya feling ketika menagih bahwa ada yang tidak beres. Hanya saja dia sudah terlanjur mengeluarkan Rp 70 juta karena sudah masuk jaringan. Metodenya (Dukun) canggih, dengan komunikasi persuasif dan melakukan tawaran sampai dititik orang itu percaya. Tapi intinya tersangka ini memanfaatkan makro situasi yang tidak stabil sehingga mudah tergoda untuk melakukan tidak rasional," pungkasnya.
Kontributor : Citra Ningsih