Namun, isu perbudakan seks yang dilakukan Tentara Jepang mulai berhembus keras di dunia Internasional tahun 1991. Kim Hak Soon perempuan asal Korea yang jadi korban perbudakan seks Tentara Jepang jadi pelopor membuka aib yang selama ini ditutupi.
Diduga tertutupnya peristiwa kelam yang menimpa kaum perempuan itu karena mereka malu, merasa terpukul dan terhina untuk mengungkapkan kasus tersebut. Setelah itu, banyak korban-korban lain yang kemudian speak up dengan menulis buku.
"Ada beberapa penyitas yang membuat buku salah satunya Jan Ruff O'Herne warga Belanda yang menulis buku berjudul '50 Years Of Silence Comfort Women Of Indonesia'. Isinya menceritakan pengalaman pahit dia ditarik Kamp Ambarawa dan dipindahkan ke daerah Semarang bawah untuk dijadikan budak seks," beber Mozes.
Pemerintah Jepang akhirnya meminta maaf setelah dinyatakan bersalah di Peradilan Internasional di Den Haag, Belanda pada tanggal 4 Desember 2001. Keputusan pengadilan menyatakan Jepang harus bertanggungjawab atas perbudakan pada 200 ribu perempuan di wilayah Asia.
Sepengetahuan Mozes, pemerintah Jepang memberikan kompensasi kepada penyitas. Namun, ia heran uang kompensasi yang disalurkan Pemerintah Jepang kepada Dinas Sosial tidak diberikan kepada penyitas. Melainkan digunakan untuk membangun panti jompo.
"Menurut saya kompensasi uang itu tetap tidak setimpal. Trauma penyitas dibawa sampai mati. Seharusnya cerita-cerita Jugun Ianfu harus ditulis dan diketahui warga Jepang. Atau nggak dibuat sebuah monumen untuk mengenang mereka," pinta Mozes.
Kontributor: Ikhsan