Menelusuri Burjo dan Warmindo Kuningan di Semarang, Tak Lagi Jualan Bubur Kacang Hijau, Karena Mulai Sepi Peminat

Menu andalan warung burjo dan warmindo tak lain adalah bubur kacang hijau. Seiring berjalannya waktu, mencari bubur kacang hijau di warung tersebut kini nggak mudah

Budi Arista Romadhoni
Jum'at, 27 Oktober 2023 | 12:47 WIB
Menelusuri Burjo dan Warmindo Kuningan di Semarang, Tak Lagi Jualan Bubur Kacang Hijau, Karena Mulai Sepi Peminat
Potret warung burjo di daerah Pasar Ngaliyan masih menyediakan menu bubur kacang hijau. Jumat (27/10) [Suara.com/Ikhsan]

SuaraJawaTengah.id - Menu andalan warung burjo dan warmindo tak lain adalah bubur kacang hijau. Seiring berjalannya waktu, mencari bubur kacang hijau di warung tersebut kini nggak mudah. Banyak penjual yang berasal dari daerah Kuningan, Jawa Barat itu beralih menjual menu lain.

Saya sendiri pernah punya pengalaman mengunjungi sebuah warung burjo di tengah Kota Semarang. Tapi saat saya hendak memesan bubur kacang ijo, penjual disana malah mengatakan tidak menyediakan menu tersebut.

Karena penasaran tentang eksistensi bubur kacang hijau di warung-warung burjo maupun warmindo. Saya pun berpetualang mencari menu favorit untuk sarapan di sekitar Kecamatan Ngaliyan.

Warung burjo yang pertama saya tuju yaitu "Burjo Putra Cidahu", dari namanya saja saya yakin penjual warung itu berasal dari Kuningan. Burjo bercorak nama sunda itu terletak persis di depan Kampus 3 UIN Walisongo Semarang.

Baca Juga:Selain Ambil Uang untuk ke Warmindo, Pelaku Mutilasi di Sleman juga Jual Hp Korban

Kemudian saya memasuki warung itu, lalu menyapa seorang perempuan kisaran usia empat puluhan tahun. Tanpa basa-basi, saya langsung memesan bubur kacang hijau.

Namun, perempuan bernama Yanti itu rupanya nampak terkejut. Sebab di warungnya sudah empat tahun terakhir tidak menjual menu bubur kacang hijau.

"Udah nggak jual (bubur kacang hijau) lagi mas. Udah lama, sekarang fokus jualan nasi ramesan," ucap Yanti pada Suara.com, Jumat (27/10).

Walau pun nama warungnya masih ada embel-embel kata "burjo". Yang artinya menyediakan menu bubur kacang hijau. Tapi tidak menyediakan menu tersebut, akhirnya saya hanya memesan kopi sembari mengajak sih ibunya berbincang-bincang.

Diakui Yanti, sejak pertama kali buka warung burjo tahun 2010 silam. Menu andalan yang ia jual adalah bubur kacang hijau dan aneka indomie. Tapi karena ada mahasiswa yang meminta ia jualan nasi, burjo di warungnya mulai tergantikan.

Baca Juga:Berdarah Dingin, Pelaku Masih Sempat Makan di Warmindo Usai Lakukan Mutilasi di Sleman

"Awalnya nyoba-nyoba ditambahin menu nasi. Ternyata yang ramai malah nasinya," imbuhnya.

Tak mau merugi, Yanti bersama suaminya memutuskan tidak lagi menjual menu bubur kacang hijau. Dia sekarang beralih fokus menjual menu makanan berupa nasi rames, nasi telur, nasi ayam, nasi sayur dan lainnya.

"Bisa dikatakan udah sepi peminat, mahasiswa lebih memilih menu nasi ketimbang bubur kacang hijau. Menu indomie masih tetap kita pertahankan," bebernya.

Potret warung burjo di daerah Pasar Ngaliyan masih menyediakan menu bubur kacang hijau. Jumat (27/10) [Suara.com/Ikhsan]
Potret warung burjo di daerah Pasar Ngaliyan masih menyediakan menu bubur kacang hijau. Jumat (27/10) [Suara.com/Ikhsan]

Sejarah Burjo Bagi Orang Kuningan

Dari berbagai sumber, orang Kuningan sudah menjajakan bubur kacang hijau konon dari tahun 1943 sebelum kemerdekaan. Pelopor usaha ini bernama Rulah Salim yang dulu menjual bubur kacang hijau di Yogyakarta dengan cara dipanggul.

Lambat laut, Rulah Salim membuka membuka lapak hingga akhirnya banyak warga Kuningan yang kemudian ekspansi menjadi pedagang bubur kacang hijau di daerah Jakarta, Semarang, Solo dan masih banyak yang lainnya.

Setelah saya menyantap dua buah gorengan dan menghabiskan minuman kopi. Saya semakin penasaran untuk menelusuri pencarian bubur kacang hijau di warung lainnya.

Dari Jalan Prof. Dr. Hamka saya kembali mengendarai kendaraan sepeda motor menuju Pasar Ngaliyan. Disana saya pernah melihat ada sebuah warung burjo.

Pencarian saya membuahkan hasil, warung burjo bernama "Burjo Selera" masih menyediakan menu bubur kacang hijau. Saya pun langsung memesan menu favorit saya yang saya sukai yaitu es ketam hitam.

Setelah memesan es ketan hitam, saya mencoba mengajak mamang penjualnya untuk membuka memorinya tentang perjalanan panjang warung burjo maupun warmido dengan menggunakan bahasa sunda. Kebetulan saya dan penjualnya sama-sama berasal dari Jawa Barat.

Nuha (63) lelaki kelahiran Cidahu Kuningan sudah menjadi penjual burjo sejak tahun 1980. Saat itu, dia ikut bekerja di salah satu warung burjo milik orang Kuningan dari daerah Cimindi di Jakarta.

Dua tahun berikutnya, Nuha ditarik oleh saudaranya di Kota Semarang. Dia diminta oleh saudaranya untuk bersama-sama membantu mengembangkan usaha burjo yang kali itu baru buka di daerah Karangayu.

Nuha diam-diam menabung dan dia juga mempelajari bagaimana mengelola warung burjo. Setelah merasa yakin dan uang tabungan sudah terkumpul, tahun 1995 Nuha memberanikan diri membuka warung burjo di daerah Ngaliyan.

"Penjualan masih bagus, dalam sehari biasanya 3 kilo bubur kacang hijau dan dimasak dua kali. Di warung saya mah tambahannya gorengan aja," tutur Nuha.

Bapak tiga anak ini juga ternyata tau kalau banyak warung burjo dan warmindo utamanya di Yogyakarta yang sudah tidak menyediakan menu bubur kacang hijau. Padahal secara historis, menu andalan burjo maupun warmindo itu bubur kacang hijau.

"Di Yogyakarta banyak fenomena kayak gitu. Awalnya karena ditambahin menu nasi ramesan. Perlahan-lahan burjonya kalah saing dan menghilang," jelasnya.

Saat mengetahui fenomena itu, Nuha sebenarnya sempat tergoda untuk menjual menu tambahan seperti nasi ramesan. Tapi setelah dipikir masak-masak, dia mengurungkan niat tersebut dan tetap menjual menu andalannya yaitu bubur kacang hijau dan indomie.

Dia berharap anaknya yang bungsu mau meneruskan usahanya tersebut. Sebab anak sulung dan kedua Nuha lebih memilih menjadi profesi lain. Alih-alih menjadi pedagang burjo untuk melebarkan sayap usaha milik keluarga.

"Sih bungsu ini semoga telaten, kalau orang-orang seusia saya, udah banyak yang diganti sama penerusnya," tandas Nuha.

Kontributor : Ikhsan

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak