SuaraJawaTengah.id - Siapa sangka, pendiri padukuhan Mangir, Bantul, Yogyakarta, sekaligus keturunan raja terakhir Majapahit, Brawijaya V, Ki Ageng Mangir Wonoboyo pernah terkena prank dari Sunan Kalijaga. Hal itu terjadi ketika Ki Ageng Mangir sedang menikahkan putranya dengan putri Ki Paker.
Pernikahan putra Ki Ageng Mangir itu sampai ke telinga Sunan Kalijaga. Selain itu, ia juga mendengar kabar bahwa Ki Ageng Mangir ingin mempelajari Islam. Karena itu, kesempatan itu digunakan oleh Sunan Kalijaga. Ia datang ke pesta pernikahan putra Ki Ageng Mangir Wonoboyo.
Penyamaran Pertama Sunan Kalijaga
Pesta pernikahan itu berlangsung sangat meriah dengan hiburan lima rancak gamelan. Para tamu agung pun berdatangan dengan pakaian megah. Berbeda dengan tamu yang lain, Sunan Kalijaga justru mengenakan pakaian yang sangat sederhana.
Sunan Kalijaga mengenakan pakaian destar wulung yang sudah usang, baju gadung amangkak paningset soner, keris kusi, dan berkain tuwuh selok. Hal itu dilakukan Sunan Kalijaga untuk menyamar. Sunan Kalijaga datang seorang diri dan tak seorang pun menyapanya.
Yang kemudian mencuri perhatian Ki Ageng Wonoboyo adalah ketika Sunan Kalijaga enggan untuk menyantap hidangan makanan yang telah disediakan untuknya. Karena itu, Ki Ageng Mangir mendatanginya dan memintanya memakan hidangannya.
Sontak saja Sunan Kalijaga menyantap makanan yang sudah disediakan hingga nyaris habis satu tumpeng. Meski begitu, para tamu undangan yang lain tidak melihat Sunan Kalijaga sedang makan, sehingga ia makan dengan sangat santai.
Setelah selesai menyantap makanan tersebut, Sunan Kalijaga memberikan tiga bungkusan kecil untuk Ki Ageng Mangir Wonoboyo. Tak langsung menerima begitu saja, Ki Ageng Wonoboyo justru penasaran dan menanyakan identitas Sunan Kalijaga.
Sunan Kalijaga tidak berterus terang mengenai dirinya. Ia menjawab bahwa namanya adalah Dul Rajak yang tinggal di desa Sumantinga. Setelah itu ia pergi meninggalkan pesta tersebut.
Penyamaran Kedua Sunan Kalijaga
Sesampainya di tempat sunyi, Sunan Kalijaga berganti pakaian yang melebihi pakaian para tamu undangan. Ia mengenakan destar bangun tulak dengan pinggiran keemasan. Bajunya beludru hijau dan memakai pelana emas. Ia juga memakai janur renda pangkol bersulam emas dan kerisnya bersarung dengan darah wangsul, sementara kainnya tambal anoman.
Dengan pakaian yang mewah yang berhiaskan emas, Sunan Kalijaga kembali ke pesta pernikahan tersebut bersama para pengikutnya layaknya seorang demang. Rombongan itu juga membawa panci-panci. Kedatangannya itu pun membuat Ki Ageng Mangir Wonoboyo terkejut. Gamelan pun segera dibunyikan melantunkan gending Barungkala Banjur.
Ki Ageng Mangir Wonoboyo pun sontak menemuinya dan menanyakan kembali perihal identitas Sunan Kalijaga. Berbeda dengan jawaban sebelumnya, kali ini Sunan Kalijaga mengaku sebagai Demang Melaya.
Suguhan terbaik pun segera disajikan untuknya. Di luar dugaan, Demang Melaya alias Sunan Kalijaga justru mengambil jenang dan dimasukkan ke dalam destarnya. Setelah itu ia mengambil rengginan dan diletakkan di kerisnya. Bahkan, semua perlengkapan pakaiannya diberikan makanan.
Melihat hal itu, Ki Ageng Mangir pun heran dan penasaran. Ia menanyakan maksud dan tujuan demang tersebut. Sunan Kalijaga yang sedang menyamar itu kemudian mengatakan, “bukankah yang Anda suguhi adalah pakaian saya?”.
Sunan Kalijaga pun melepaskan pakaiannya dan menumpuknya di hadapan Ki Ageng Mangir Wonoboyo, kemudian pergi. Ki Ageng Mangir Wonoboyo pun merasa heran dan tertampar. Ia merasa disadarkan dengan perilaku Sunan Kalijaga.
Sontak saja Ki Ageng Mangir Wonoboyo mengejar Sunan Kalijaga memohon ampun dan bermaksud ingin berguru kepadanya. Sunan Kalijaga memintanya menyelesaikan pernikahan anaknya kemudian menyusul ke Kembang Lampir. Sunan Kalijaga menjanjikan Ki Ageng Mangir Wonoboyo ilmu rasa.
Benar saja, Ki Ageng Mangir segera menyusul Sunan Kalijaga ke Kembang Lampir. Ia menitipkan kepemimpinan Padukuhan Mangir kepada putranya tersebut.
Kontributor : Dinnatul Lailiyah