Sesampainya di tempat sunyi, Sunan Kalijaga berganti pakaian yang melebihi pakaian para tamu undangan. Ia mengenakan destar bangun tulak dengan pinggiran keemasan. Bajunya beludru hijau dan memakai pelana emas. Ia juga memakai janur renda pangkol bersulam emas dan kerisnya bersarung dengan darah wangsul, sementara kainnya tambal anoman.
Dengan pakaian yang mewah yang berhiaskan emas, Sunan Kalijaga kembali ke pesta pernikahan tersebut bersama para pengikutnya layaknya seorang demang. Rombongan itu juga membawa panci-panci. Kedatangannya itu pun membuat Ki Ageng Mangir Wonoboyo terkejut. Gamelan pun segera dibunyikan melantunkan gending Barungkala Banjur.
Ki Ageng Mangir Wonoboyo pun sontak menemuinya dan menanyakan kembali perihal identitas Sunan Kalijaga. Berbeda dengan jawaban sebelumnya, kali ini Sunan Kalijaga mengaku sebagai Demang Melaya.
Suguhan terbaik pun segera disajikan untuknya. Di luar dugaan, Demang Melaya alias Sunan Kalijaga justru mengambil jenang dan dimasukkan ke dalam destarnya. Setelah itu ia mengambil rengginan dan diletakkan di kerisnya. Bahkan, semua perlengkapan pakaiannya diberikan makanan.
Melihat hal itu, Ki Ageng Mangir pun heran dan penasaran. Ia menanyakan maksud dan tujuan demang tersebut. Sunan Kalijaga yang sedang menyamar itu kemudian mengatakan, “bukankah yang Anda suguhi adalah pakaian saya?”.
Sunan Kalijaga pun melepaskan pakaiannya dan menumpuknya di hadapan Ki Ageng Mangir Wonoboyo, kemudian pergi. Ki Ageng Mangir Wonoboyo pun merasa heran dan tertampar. Ia merasa disadarkan dengan perilaku Sunan Kalijaga.
Sontak saja Ki Ageng Mangir Wonoboyo mengejar Sunan Kalijaga memohon ampun dan bermaksud ingin berguru kepadanya. Sunan Kalijaga memintanya menyelesaikan pernikahan anaknya kemudian menyusul ke Kembang Lampir. Sunan Kalijaga menjanjikan Ki Ageng Mangir Wonoboyo ilmu rasa.
Benar saja, Ki Ageng Mangir segera menyusul Sunan Kalijaga ke Kembang Lampir. Ia menitipkan kepemimpinan Padukuhan Mangir kepada putranya tersebut.
Kontributor : Dinnatul Lailiyah