SuaraJawaTengah.id - Pangeran Mangkubumi yang akhirnya menjadi Sultan Hamengkubuwono I sebagai pemimpin pertama Kesultanan Ngayogyakarta tak pernah lagi melakukan penyamaran setelah diangkat sebagai raja.
Namun, dalam suatu kisah, Hamengkubuwono I pernah kembali menyamar sebagai seorang rakyat karena ditolak oleh seorang kiai.
Hal itu dilakukan oleh Hamengkubuwono I untuk melancarkan misinya demi kelangsungan Kasultanan Yogyakarta. Berikut ini adalah kisah penyamaran Hamengkubuwono I di awal masa pemerintahannya.
Siapa Kiai yang Menolak Hamengkubuwono I?
Pangeran Mangkubumi merupakan putra raja ke-13 raja Mataram Islam, yakni Amangkurat IV yang kerajaannya ada di Kartasura. Sejak masa remaja, ia dikenal sangat senang belajar ilmu kebatinan dan ajaran agama Islam.
Bahkan, ia acap kali meninggalkan keraton untuk hidup bersama dengan masyarakat biasa. Tak sampai di situ, beberapa kali ia akan menyamar dan hidup bersama para petani dan seorang belantik, yakni penjual hewan di pasar Klaten.
Sebenarnya, Amangkurat IV menilai Mangkubumi lebih cakap dalam memimpin kerajaan. Namun, karena ia adalah putra dari selir, tahta kerajaan kemudian jatuh ke tangan Pakubuwono II. Pada masa pemerintahan Pakubuwono II ini, Mangkubumi memberontak karena kakaknya dinilai terlalu mengakomodasi kepentingan Belanda.
Pemberontakan tersebut kemudian berakhir dengan perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755 ketika Keraton Surakarta sudah dipimpin Pakubuwono III.
Dari perjanjian itu, Mangkubumi mendapat bagian di sebelah barat dan mendirikan Kesultanan Yogyakarta dan mendapat gelar Hamengkubuwono I.
Baca Juga:Asal-Usul Pusaka Tombak Baru Klinting Milik Ki Ageng Mangir Wonoboyo, Pemberontak Mataram Islam
Karena sangat senang dengan agama, ia juga ingin menegakkan ajaran-ajaran Islam dalam Kesultanan Yogyakarta. Maka, Hamengkubuwono bermaksud untuk memperdalam ilmunya dengan seorang kiai yang tinggal di daerah Pleret, Bantul, Yogyakarta, yakni Kiai Muhammad Faqih.