Gagal Paham Pengahapusan Jurusan IPA, IPS dan Bahasa di SMA, Bagaimana yang Sebenarnya?

Peniadaan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA sendiri sebetulnya sudah dimulai pada 2021 sejak pemberlakukan Kurikulum Merdeka

Budi Arista Romadhoni
Selasa, 23 Juli 2024 | 19:27 WIB
Gagal Paham Pengahapusan Jurusan IPA, IPS dan Bahasa di SMA, Bagaimana yang Sebenarnya?
Siswi SMA Negeri 1 Demak keluar pada jam istirahat sekolah, Selasa (23/7/2024). (Sigit AF/Suara.com)

"Siswa memiliki potensi di bidang pengembangan minat dan bakat yang beragam. Kami harus bisa mengakomodir semuanya, padahal kemampuan guru terbatas," ujarnya.

Sementara itu, Kepala SMA Negeri 1 Semarang Kusno mengatakan tantangan terbesar yang dihadapi dalam penerapan Kurikulum Merdeka adalah soal penyamaan persepsi antara sekolah dan wali murid. Menurutnya, banyak wali murid yang belum mengetahui tentang perubahan paradigma dalam pembelajaran, termasuk penghapusan jurusan di SMA.

"Harus ada kesadaran dari orang tua terkait perubahan paradigma ini, karena yang sekolah, kan, anaknya bukan orang tuanya," ujarnya melalui panggilan WhatsApp.

Kusno kerapkali menemukan kasus di mana wali murid memiliki keinginan yang berbeda dengan anaknya. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, pihaknya biasa menerima audiensi dari wali murid untuk menyamakan persepsi.

Baca Juga:Tunggu Hasil KPK, Pemprov Jateng Belum Siapkan Pengganti Wali Kota Semarang

"Yang saya rasakan justrus, dinamikanya adalah diskusi sekarang. Peran guru BK, wali kelas, dan guru mapel terlibat langsung dalam pendampingan, termasuk menjelaskan kepada anak-anak tentang kemampuannya, motivasinya, minat, dan bakatnya," tutur dia.

Penghapusan Jurusan, Menghapus Stigma

Kegiatan belajar mengajar di SMA Negeri 1 Demak, Selasa (23/7/2024). (Sigit AF/Suara.com)
Kegiatan belajar mengajar di SMA Negeri 1 Demak, Selasa (23/7/2024). (Sigit AF/Suara.com)

Pengamat Pendidikan dari Universitas Negeri Semarang (Unnes) Edi Subkhan mengatakan kebijakan penghapusan jurusan di SMA akan menghapus stigma yang selama ini melekat kepada siswa.

Ada stigma yang berkembang bahwa siswa jurusan IPA dianggap paling pintar, lalu siswa di jurusan IPS kurang pintar, dan yang paling tidak pintar di jurusan IPS.

"Padahal stigma ini akan memiliki efek psikis terhadap siswa. Kalau masuk jurusan bahasa, dia akan merasa kurang pintar dari pada temannya yang di jurusan IPA," katanya.

Baca Juga:Misteri Pengganti Sudaryono di Pilgub Jateng, Analis: Jokowi Sedang Amankan Jagoan

Dosen di Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi Unnes itu memandang penghapusan jurusan di SMA akan membuka peluang yang lebih luas kepada siswa yang akan melanjutkan studi maupun masuk ke dunia kerja.

Menurutnya, dalam dunia kerja sekarang, muncul bidang pekerjaan yang multi-disiplin keilmuan. Jika sekolah hanya membatasi pada tiga jurusan saja maka hal tersebut tidak akan optimal dalam menjawab tantangan zaman.

"Kebijakan ini cukup rasional," ungkap Edi.

Kendati sepakat dengan kebijakan tersebut, Edi mewanti-wanti Kemendikbudristek dan sekolah untuk bisa mengantisipasi sejumlah masalah yang akan muncul. Dengan pengahapusan jurusan ini, dia khawatir jika siswa banyak yang tidak bisa memilih mata pelajaran sesuai kebutuhannya, sedangkan guru juga tidak memberikan arahan.

"Jika ini terjadi, pasti siswa akan bejalar tidak jelas. Perlu kesiapan sekolah dan siswa," ucapnya.

Selain itu, lanjut dia, sekolah juga harus mengantisipasi kekurangan tenaga pengajar. Saat penjurusan hanya tiga, banyak sekolah yang kekurangan tenaga pendidik, apalagi saat ini siswa dibebaskan dalam memilih mapel.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak