SuaraJawaTengah.id - Semua pihak mendaku pengelolaan Candi Borobudur untuk kemaslahatan masyarakat. Tapi mengapa protes terus tumbuh dan menuntut untuk didengar?
Begitu Borobudur ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), harapan warga menggelembung seperti balon warna-warni.
Janji kesejahteraan diobral. Silih berganti pejabat kementerian hadir, memaparkan proyek pariwisata yang katanya akan memajukan ekonomi masyarakat sekitar candi.
Glorifikasi opini yang dibangun: Borobudur dirombak menjadi ‘Bali Baru’.
Baca Juga:Kunjungan Presiden Prabowo ke Akmil Berkah Bagi Hotel di Magelang, Okupansi Tembus 100%!
"Tapi fakta yang terjadi, harapan dalam setiap aturan yang dibuat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kawasan, ternyata tidak terbukti untuk saat ini," kata Ketua Forum Masyarakat Borobudur Bangkit (FMBB), Puguh Tri Warsono belum lama ini.
Terutama sebelum pandemi, Puguh mengakui pengembangan infrastruktur KSPN memberi dampak positif bagi masyarakat. Dibuktikan melalui jumlah kunjungan wisatawan ke Candi Borobudur.
Jumlah wisatawan asing yang berkunjung ke Borobudur tahun 2019 mencapai 243 ribu orang. Terbanyak ketiga diantara 10 destinasi wisata warisan budaya dunia yang ditetapkan UNESCO.
Borobudur hanya kalah jumlah kunjungan turis asing dari destinasi wisata pertanian Subak di Bali dan objek sejarah kawasan Keraton Yogyakarta.
Mencatatkan jumlah kunjungan pelancong lokal sebanyak 3.748.000 orang, KSPN Borobudur -bisa dibilang- lebih disukai dibanding destinasi wisata warisan budaya dunia lainnya, Candi Prambanan yang didatangi 2.327.000 wisatawan.
Dampak Pembatasan Pengunjung