Selain mengurangi polusi bau, energi alternatif ini juga murah untuk dinikmati. Bagi warga yang rumahnya berdekatan dengan kandang sapi, bisa berlangganan dengan membayar Rp 15 ribu per bulan.
"Biogas ini murah meriah," katanya.
Tantangan Mengubah Pola Pikir Warga
Kendati energi alternatif berupa biogas dari kotoran sapi dapat dinikmati dengan harga murah, sayangnya banyak yang enggan menggunakannya.
Baca Juga:Demak Banjir! Tanggul Jebol, Ratusan Rumah Terendam
Sebagian besar warga masih menganggap biogas mengeluarkan bau tidak sedap sehingga tidak mau memakainya.
"Mengubah pola pikir warga sulit. Biogas ini dianggap bau, padahal tidak asalkan pipa penghubung tertutup rapat," kata Ahmadi.
Selain untuk keperluan memasak, biogas di Desa Sidorejo juga bisa menghasilkan tenaga listrik untuk kebutuhan rumah tangganya. Sementara sisa dari kotoran sapi masih bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organik yang bagus untuk tanaman.
"Jadi tidak ada yang terbuang dari kotoran sapi," katanya.
Kelangkaan LPG di Demak Sempat Memakan Korban Jiwa
Baca Juga:Raden Patah: Raja Pertama Kesultanan Demak yang Berdarah Tionghoa

Kelangkaan gas melon di Kabupaten Demak sudah terjadi sejak 1 Februari 2025 dan masih terjadi hingga kini. Pada Selasa (4/2/2025) sekitar pukul 08.00 WIB, seorang ibu rumah, Tri Lestari, 48, warga Desa Dempet Demak, yang mencari gas melon mengalami kecelakaan hingga meninggal dunia.
Awalnya, Lestari mencari LPG 3 kg di Pasar Dempet untuk keperluan suami yang bekerja sebagai penjual pentol keliling. Karena tidak mendapatkannya, dia kemudian mencari ke wilayah Kecamatan Gubug, Kabupaten Grobogan.
Meski sudah mencari jauh hingga luar kota, Lestari masih tidak mendapatkan LPG sehingga memutuskan untuk pulang. Dalam perjalanan saat melintasi Jalan Raya Semarang-Grobogan tepatnya di KM 34, dia yang menyalip sebuah truk oleng dan terjatuh. Lestari meninggal di tempat dengan luka berat.
Kontributor : Sigit Aulia Firdaus