Dilema Bencana di Demak, Air Dipompa Malah Banjir Makin Tinggi, 53 Ribu Jiwa Merana

Banjir Demak meluas ke 20 desa, 4.508 rumah terendam, 53.489 jiwa terdampak. Warga protes, KBM lumpuh, pompanisasi sia-sia. Butuh solusi jangka pendek & panjang

Budi Arista Romadhoni
Jum'at, 07 Februari 2025 | 13:26 WIB
Dilema Bencana di Demak, Air Dipompa Malah Banjir Makin Tinggi, 53 Ribu Jiwa Merana
Warga menggelar demo di Kantor Kepala Desa Sayung, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Selasa (4/2/2025), karena banjir yang melanda daerah itu selama dua bulan terakhir. [suara.com/Sigit AF]

SuaraJawaTengah.id - Banjir di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, makin parah dalam sepekan terakhir. Bencana terus meluas hingga ke 20 desa di tiga kecamatan pada, Jumat (7/2/2025) siang.

Awalnya, banjir besar mulai melanda 7 Desa di Kabupaten Demak pada 31 Januari 2025. Namun sebetulnya, beberapa desa sudah terendam air hingga dua bulan lebih.

Di Desa Loireng, Kacamatan Sayung, warga mengaku rumahnya sudah kebanjiran sejak awal Desember 2024 dan hingga kini belum surut. Hal yang sama juga terjadi di Desa Sayung, Kecamatan Sayung, dimana banjir telah merendam selama dua bulan.

Sementara di Desa Kalisari, Kecamatan Sayung, genangan air telah mengganggu aktivitas warga sejak medio Januari 2025.

Baca Juga:Banjir Rendam Grobogan, BRI Salurkan Bantuan untuk Korban Terdampak

Kondisi tersebut telah memicu gelombang protes terhadap pemerintah yang dinilai tidak tanggap dalam menangani bencana.

Sejumlah kantor Kepala Desa Digeruduk. Ratusan warga membentangkan spanduk mengolok-olok pemdes hingga tuntutan supaya kepala desa mundur dari jabatannya karena gagal menangani bencana.

"Warga butuh kepastian soal penanganan banjir, jangan seperti ini. Kami serba susah, kasihan," kata Sahrini, warga Desa Sayung, ditemui usai demo di Balai Desa Sayung, Selasa (4/2/2025).

Sementara itu, Zainal Arifin warga Desa Loireng, mengharapkan adanya penyedotan dari pemerintah supaya air bisa cepat surut. Dia menyebut, 300 rumah terendam air dengan ketinggian 30-50 cm sejak dua bulan terakhir.

Menurutnya, kondisi tersebut sangat mengganggu aktivitas warga dan banyak anak-anak hingga orang dewasa yang mulai terserang penyakit kulit, demam, dan diare.  

Baca Juga:Menengok Pembuatan Dupa Imlek di Demak, Tergerus Zaman Tanpa Perhatian

"Tuntutan kami supaya ada penyedotan. Banjir sudah dua bulan lebih sehingga untuk masak saja sulit, semua terendam, motor banyak yang mati mesin. Akses jalan utama bisa, tapi jalan kampung lumpuh," katanya ditemui usai demo warga di Balai Desa Loireng, Minggu (2/2/2025).

Tinjauan SuaraJawaTengah.id, mobilitas warga di Desa Sayung saat ini hanya bisa menggunakan perahu. Warga banyak yang membuat rakit buatan demi bisa beraktivitas di luar rumah. Sementara, akses jalan alternatif Desa Kalisari-Genuk (Semarang) lumpuh.

37 Sekolah Kebanjiran, KBM Lumpuh

Warga Desa Sayung, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, menggunakan rakit buatan untuk aktivitas di luar rumah, Jumat (7/2/2025). (suara.com/Sigit AF)
Warga Desa Sayung, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, menggunakan rakit buatan untuk aktivitas di luar rumah, Jumat (7/2/2025). [suara.com/Sigit AF]

Banjir yang melanda sejumlah desa di Demak tidak hanya mengganggu aktivitas warga, melainkan juga kegiatan belajar mengajar (KBM). Sebanyak 22 sekolah terendam banjir sehingga banyak yang meliburkan siswanya.

Salah satu sekolah yang mengalami dampak banjir adalah SMP Negeri 3 Bonang di Dukuh Ngasinan, Desa Kembangan, Kecamatan Bonang. Dari 14 ruangan di sana, hanya dua yang tidak terendam air.

Lokasi sekolah yang berdekatan dengan areal persawahan dan sungai memperburuk keadaan. Pasalnya, sungai terus mengalami pendangkalan sehingga limpasan air langsung menuju ke sekolahnya.

"Sejak Senin hingga Rabu, siswa belajar dari rumah. Namun, karena hujan terus turun, air justru bertambah sehingga besok kami kembali menerapkan pembelajaran daring,” jelasnya, Rabu (5/2/2025).

Banjir yang merendam sekolah ini bukan pertama kali terjadi. Setiap tahun, SMP N 3 Bonang selalu menjadi langganan banjir. Bahkan, kali ini dua pohon tumbang menambah tantangan bagi pihak sekolah.

“Ketinggian air yang mencapai 50 cm membuat aktivitas belajar-mengajar tidak efektif,” ungkap Hery.

Tak hanya SMP N 3 Bonang, beberapa sekolah yang terkena dampak di antaranya SDN Bintoro 14, SDN Kalisari 3, SDN Karangasem 2, SDN Sayung 4, SDN Kalisari 1, SDN Sayung 3, SDN Karangasem 1, SD Siti Sulaechah, SDN Daleman, SDN Sayung 1, SDN Sidorejo, SDN Prampelan, SMP Islam Tanwirul Hija, SMP N 1 Bonang, dan SMP Islam Dakwatul Haq Bonang.

Pompanisasi Malah Meninggikan Banjir

Gambar udara banjir di Desa Sayung, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jumat (7/2/2025). (suara.com/Sigit AF)
Gambar udara banjir di Desa Sayung, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jumat (7/2/2025). [suara.com/Sigit AF]

Berdasarkan data terbaru, Jumat (7/2/2025) pukul 11.00 WIB, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Demak mencatat sebanyak 4.508 rumah terendam dan 53.489  jiwa di 3 kecamatan terdampak.

Total pengungsi hampir 200 jiwa yang tersebar di dua posko, yakni  di Balai Desa Prampelan Sayung dan Balai Desa Batu Karangtengah.

Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Demak Suprapto mengatakan kondisi banjir saat ini memang serba sulit. Menurutnya, Demak yang merupakan daerah hilir menghadapi problem ganda.

Daerah ini mendapatkan kiriman air dari atas, padahal pasang air laut (rob) juga sedang tinggi di wilayah pesisir. Imbasnya, aliran sungai tidak bisa menuju ke laut, dan melimpas ke permukiman warga di 16 desa.

"Kita wilayah hilir. Air dari atas tinggi, curah hujan juga tinggi di sini, padahal rob di pesisir lagi naik," ungkapnya ditemui di kantornya.

Upaya pompanisasi sebetulnya telah dilakukan. BPBD Demak telah mengerahkan 11 pompa air untuk menyurutkan genangan air di permukiman warga. Namun, upaya itu seolah sia-sia lantaran air yang dipompa malah kembali lagi karena tidak bisa menuju ke laut.

"Kami melakukan pompanisasi. Genangan air berhasil turun 10 cm pada pagi hari, tetapi di sore hari malah naik 15 cm," paparnya.

Dengan kondisi tersebut, dia berharap semua pihak bisa  memahami dan ikut mencari solusi jangka pendek maupun jangka panjang. "Kita harus mengerti dan memahami. Kalau situasinya seperti ini, pompa diistirahatkan dulu sampai cuaca membaik," imbuhnya.

Kebutuhan yang saat ini mendesak untuk penanganan banjir diantaranya pompa air, pembuatan sabuk desa, karung sak, normalisasi daerah aliran sungai hingga sembako untuk pengungsi.

Kontributor : Sigit Aulia Firdaus

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini