4 Strategi Jitu Sunan Kalijaga: Menyebarkan Islam Lewat Budaya Jawa

Sunan Kalijaga, Wali Songo, berdakwah di Jawa abad ke-15 via seni & budaya (wayang, tembang Lir-Ilir). Ia melakukan akulturasi tradisi lokal dengan ajaran Islam.

Budi Arista Romadhoni
Rabu, 19 Maret 2025 | 10:51 WIB
4 Strategi Jitu Sunan Kalijaga: Menyebarkan Islam Lewat Budaya Jawa
Ilustrasi Walisongo Sunan Kalijaga. [ChatGPT]

SuaraJawaTengah.id - Sunan Kalijaga merupakan salah satu Wali Songo yang memiliki metode dakwah unik dan efektif dalam menyebarkan Islam di Pulau Jawa. Ia lahir sekitar tahun 1400-an di Tuban dari keluarga bangsawan.

Nama aslinya adalah Raden Syahid atau Raden Said, tetapi ia juga dikenal dengan berbagai nama lain seperti Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban, Ki Dalang Sida Brangti, dan Raden Abdurrahman.

Terdapat berbagai versi mengenai asal-usulnya. Beberapa sumber menyebutkan bahwa Sunan Kalijaga memiliki darah keturunan Arab dan Jawa, sementara Babad Tanah Jawi mengungkapkan bahwa ia bersilsilah hingga ke Abbad bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah SAW.

Sejak kecil, ia telah mendapatkan pendidikan Islam, memahami Al-Qur’an dan Hadits, serta memiliki jiwa kepemimpinan. Namun, dalam beberapa versi kisah hidupnya, ia pernah menjadi pencuri yang merampok untuk membantu rakyat miskin sebelum akhirnya bertobat setelah bertemu Sunan Bonang.

Baca Juga:AICIS 2024 Hasilkan Sembilan Butir Piagam Semarang, Apa Saja Isinya?

Sebagai seorang ulama dan pendakwah, Sunan Kalijaga melakukan dakwah di berbagai daerah di Jawa, terutama di wilayah barat dan selatan Demak. Beberapa wilayah yang menjadi pusat dakwahnya meliputi:

  • Wilayah Barat: Juwana, Pati, Jepara, Semarang, Kendal, Pekalongan, Tegal, hingga Cirebon.
  • Wilayah Selatan: Kartasura, Pajang, Klaten, Salatiga, dan Boyolali.

Konteks Sosial dan Budaya Strategi Dakwah Sunan Kalijaga

Pada abad ke-15, Jawa masih didominasi oleh pengaruh Majapahit yang beragama Hindu-Buddha serta kepercayaan animisme dan dinamisme. Sunan Kalijaga menyadari bahwa perubahan keyakinan secara drastis akan sulit diterima oleh masyarakat.

Oleh karena itu, ia memilih strategi dakwah yang bijaksana melalui pendekatan budaya dan kesenian. Berikut empat strategi dakwahnya:

1. Menggunakan Media Wayang

Baca Juga:Ki Ageng Mangir Wonoboyo Keturunan Raja Majapahit Kena Prank Sunan Kalijaga, Ini Kisahnya

Sunan Kalijaga memanfaatkan kesenian wayang, yang sangat digemari masyarakat Jawa, sebagai media dakwah. Dalam pertunjukan wayang, ia menyisipkan ajaran Islam dengan memasukkan nilai-nilai tasawuf serta konsep keislaman melalui tokoh seperti Yudistira dan Bima.

Selain itu, ia mensyaratkan penonton untuk mengucapkan dua kalimat syahadat sebelum menyaksikan pertunjukan.

2. Pendekatan Sosial kepada Masyarakat

Dalam menyebarkan Islam, Sunan Kalijaga tidak membedakan status sosial. Ia berbaur dengan masyarakat dari berbagai kalangan, termasuk rakyat biasa dan golongan abangan. Pendekatan ini membuatnya mendapat simpati dan kepercayaan masyarakat, sehingga ajaran Islam lebih mudah diterima tanpa paksaan.

3. Akulturasi, Mengubah Sesaji Menjadi Selametan

Sebelum Islam masuk, masyarakat Jawa memiliki kebiasaan memberikan sesaji kepada roh leluhur dan makhluk halus. Sunan Kalijaga mengganti tradisi ini dengan selametan, yaitu makan bersama yang berlandaskan nilai Islam. Dalam selametan, makanan yang sebelumnya dijadikan sesaji diberikan kepada fakir miskin dan yatim piatu sebagai bentuk sedekah.

4. Tembang Lir-Ilir sebagai Sarana Dakwah

Selain wayang, Sunan Kalijaga juga menggunakan tembang atau lagu untuk berdakwah. Salah satu tembang terkenalnya adalah Lir-Ilir, yang mengandung pesan ajakan untuk bangkit dari keterpurukan dan menjalankan ajaran Islam. Berikut penggalan liriknya:

Lir-ilir, lir-ilirTandure wis sumilirTak ijo royo-royo tak senggo temanten anyar

Lagu ini menyampaikan ajakan bagi masyarakat Jawa untuk beralih dari kepercayaan lama ke Islam dengan cara yang lembut dan menyentuh.

Strategi dakwah Sunan Kalijaga yang mengedepankan budaya dan kesenian terbukti efektif dalam menyebarkan Islam di Jawa. Pendekatannya yang damai melalui akulturasi, pertunjukan wayang, tembang, serta interaksi sosial membuat ajaran Islam diterima tanpa menimbulkan perlawanan terhadap tradisi lokal.

Metode dakwahnya menjadi bukti bahwa agama dapat disebarkan dengan cara yang bijaksana, adaptif, dan tetap menghargai budaya setempat.

Kontributor : Dinar Oktarini

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini