Luthfi menyebut bahwa desa adalah etalase negara, karena dari desalah cerminan kesejahteraan dan kemajuan bangsa bisa terlihat. Oleh karena itu, pembangunan di desa harus menjadi prioritas dan dilakukan secara partisipatif, dari bawah ke atas, bukan semata-mata instruksi dari atas.
Melalui kegiatan Sekolah Antikorupsi, ia mendorong para kades untuk aktif bertanya dan berdiskusi dengan para narasumber. Hal ini penting agar para pemimpin desa memahami secara jelas apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam menjalankan tugas mereka.
“Ingat, tidak ada satu pun kepala desa yang akan saya tinggalkan dalam proses pembangunan ini. Kalau ada persoalan di lapangan, segera koordinasikan dengan Tiga Pilar. Jangan ambil keputusan sendiri yang bisa merugikan,” pungkas Luthfi.
Kegiatan ini mendapat sambutan hangat dari para kepala desa yang hadir. Banyak dari mereka mengaku mendapatkan pencerahan dan merasa lebih tenang karena adanya jaminan pendampingan dan perlindungan hukum selama menjalankan tugas pembangunan di desa masing-masing.
Baca Juga:19% Lahan di Jateng Belum Bersertifikat, Pemprov dan Kementerian ATR/BPN Siap Kolaborasi