Ia adalah jebolan Teater Emka yang kini aktif di berbagai komunitas seni pertunjukan di Semarang. Penampilannya mendapatkan apresiasi tinggi dari para penonton yang sebagian besar adalah mahasiswa dan pegiat seni.
![Teater HAE Semarang mementaskan monolog berjudul Paramita di Gedung Serba Guna Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro, Rabu (30/4/2025) malam. [Istimewa]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/05/01/65191-teater-hae-semarang.jpg)
Pementasan ini menandai bahwa kisah tentang perjuangan perempuan belum selesai ditulis. Paramita adalah simbol dari sekian banyak perempuan yang hidup di antara puing-puing harapan dan kenyataan.
Ia adalah Ontosoroh modern yang tidak tunduk pada takdir, tetapi memilih untuk bertarung melawan stereotip, stigma, dan ketidakadilan sistemik.
Dengan Paramita, Teater HAE tidak hanya menampilkan karya seni, tetapi juga menyuarakan realitas sosial yang kerap luput dari perhatian.
Baca Juga:Jadi Garda Terdepan, Gubernur Jateng Ahmad Luthfi Luncurkan Program Kecamatan Berdaya
Pertunjukan ini menjadi ruang kontemplasi dan ajakan untuk merefleksikan bagaimana masyarakat memperlakukan perempuan yang memilih jalannya sendiri, meskipun jalan itu penuh duri dan lumpur.
Pementasan Paramita menjadi salah satu peringatan paling bermakna dalam Seabad Pramoedya Ananta Toer.
Bukan hanya mengenang karya-karya besar sang maestro sastra, tetapi juga meneruskan semangatnya dalam memperjuangkan kemanusiaan, terutama dari sudut pandang perempuan yang selama ini sering disisihkan dalam narasi besar bangsa.