Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rio Vernika Putra, sebelumnya telah membacakan dakwaan bahwa pasangan ini menerima suap dan gratifikasi total sebesar Rp9 miliar dari berbagai pihak.
Dalam dakwaan pertama, keduanya disebut menerima suap dari dua pengusaha: Martono dari PT Chimader 777 dan Rachmat Utama Djangkar dari PT Deka Sari Perkasa.
Alwin, menurut dakwaan, meminta komitmen fee sebesar Rp1 miliar kepada Martono sebagai syarat mendapatkan proyek pengadaan barang dan jasa tahun 2023. Dana tersebut dipakai untuk membiayai pelantikan Hevearita sebagai Wali Kota Semarang.
Sementara Rachmat disebut memberikan komitmen fee sebesar Rp1,7 miliar setelah perusahaannya memenangkan proyek pengadaan meja dan kursi fabrikasi senilai Rp20 miliar dalam Perubahan APBD 2023.
Baca Juga:Iswar Pastikan Wali Kota Semarang Berangkat Retret di Magelang
Pada dakwaan kedua, Hevearita dan Alwin bersama Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang, Indriyasari, diduga memotong insentif pemungutan pajak dan tambahan penghasilan ASN Bapenda. Uang hasil potongan tersebut, sebesar Rp3 miliar, kemudian dibagi di antara ketiganya.
Dalam dakwaan ketiga, jaksa menyebut pasangan ini menerima gratifikasi dari proyek penunjukan langsung di 16 kecamatan Kota Semarang. Dari nilai proyek sebesar Rp16 miliar, masing-masing menerima Rp2 miliar yang tidak dilaporkan kepada KPK.
Kini, kasus ini menjadi sorotan publik karena menunjukkan bagaimana struktur birokrasi dan lembaga swasta seperti Gapensi bisa dijadikan sarana perantara dalam praktik korupsi yang sistematis.
Komitmen fee yang mestinya ilegal, justru menjadi “kebiasaan” yang dijalankan dengan keyakinan bahwa akan mendapat imbal balik proyek.
Dakwaan yang menjerat Hevearita dan suaminya disusun dengan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, termasuk Pasal 12 huruf a, Pasal 11, Pasal 12 huruf f, dan Pasal 12 B.
Baca Juga:Wali kota Semarang Tunda Keberangkatan Retret, Pilih Urus Sampah
Dalam persidangan, Hevearita dan Alwin menyatakan tidak mengajukan eksepsi, yang menandakan kesiapan mereka menjalani pemeriksaan lanjutan.
Kasus ini pun masih akan terus berkembang seiring pemanggilan saksi-saksi lainnya, termasuk kemungkinan adanya pengembangan penyidikan terhadap aktor-aktor lain yang terlibat dalam aliran dana korupsi di tubuh Pemkot Semarang.
Lebih dari sekadar skandal individu, pengungkapan praktik komitmen fee ini membuka mata publik tentang pentingnya pengawasan terhadap pola distribusi proyek di pemerintahan daerah dan potensi penyalahgunaan kewenangan oleh aktor-aktor di balik layar.