Kisah Relawan Waisak Lintas Agama, Membangun Kolaborasi Antar Keyakinan

Waisak di Borobudur jadi wadah dialog antar iman, membangun toleransi dan kolaborasi. Relawan lintas agama terlibat membantu perayaan, mempererat hubungan & pemahaman.

Budi Arista Romadhoni
Selasa, 13 Mei 2025 | 19:18 WIB
Kisah Relawan Waisak Lintas Agama, Membangun Kolaborasi Antar Keyakinan
Kirab Waisak 2025 disambut meriah warga di sepanjang jalan Candi Mendut hingga Borobudur. (Suara.com/ Angga Haksoro A).

Meluaskan pertemanan tidak hanya dengan mereka yang beragama sama, serta membangun kolaborasi berbagai kegiatan lintas keyakinan. “Perlu juga keteladanan dari para pemimpin yang menjadi contoh peran publik dalam membina kerukunan beragama,” kata Al Makin.

Toleransi, Pertemanan, Kolaborasi

Menurut Rafi, toleransi baru tahap awal dari kerukunan beragama. Belum ada keinginan untuk ikut andil dalam membantu kegiatan keagamaan.

“Toleransi baru modal. Kalau sudah kolaborasi, kita membaur semua. Ibaratnya sudah bisa minum dari gelas yang sama. Sebab toleransi juga masih bisa ada konflik.”

Baca Juga:Jelang Perayaan Waisak, Puluhan Biksu Mengambil Air Berkah di Umbul Jumprit

Bersama relawan Majelis Umat Nyingma Indonesia (MUNI), Rafi membantu penyelenggaraan Festival Bhumi Mandala, Puja Sang Asap Suci kepada Dzambhala Kuning di Candi Ngawen, Desa Ngawen, Muntilan.   

Dia juga terlibat pada acara Nyingma Monlam Chenmo (Festival Doa Nyingma Agung) yang diadakan di Taman Aksobya, Zona II Candi Borobudur.

Nyingma Monlam Chenmo merupakan acara tahunan penting dalam tradisi Nyingma dalam agama Buddha Tibet. Acara ini biasanya diadakan di Bodhgaya, India, dan berfokus pada pembacaan doa, pelaksanaan ritual, dan perayaan ajaran Buddha.

“Di situ aku bantu-bantu menerima tamu dan membagikan makanan kepada para jemaat. Alhamdulillah keluarga mendukung. Selama itu baik, keluarga pasti mendukung.”

Saling Memahami

Baca Juga:Bersiap Rayakan Waisak 2024, Biksu Thudong Sudah Sampai di Borobudur

Salah pengertian yang sering muncul adalah orang menilai keterlibatan pada perayaan agama lain berarti ikut serta dalam peribadatan. Padahal ada banyak bantuan yang bisa diberikan tanpa perlu khawatir mengganggu keyakinan.    

Rafi sendiri memiliki lingkaran pertemanan yang semuanya berasal dari agama yang berbeda-beda. Beberapa diantaranya penganut Ahmadiyah, Sikh, dan Yahudi.

Selain sering berkumpul bersama, secara bergantian mereka saling mengunjungi teman yang sedang merayakan hari raya keagamanaan.      

“Circle itu nggak ada yang sama agamanya. Misalkan yang agamanya sedang ada perayaan, kami diundang main. Lebaran, aku juga undang mereka main ke rumah,” uja Rafi.

Menurut dia, menjalin pertemanan dengan penganut agama lain membangun rasa saling pengertian. “Yang paling penting adalah mencoba memahami mereka. Jika kita nggak bisa memahami mereka, bagaimana kita memahami diri sendiri?”

Kontributor : Angga Haksoro Ardi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak