SuaraJawaTengah.id - Nasib puluhan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Universitas Tidar, terkatung-katung dalam sengkarut aturan. Jenjang karir mandek, pengabdian selama puluhan tahun terancam sia-sia.
Bukan pagi biasa di kampus Untidar Tuguran. Disela hiruk mahasiswa mengejar jam kuliah, 48 dosen dan tenaga pendidik berunjuk rasa di pelataran kantor Rektorat.
Membentang spanduk dan membebat kepala dengan kain merah bertuliskan “PNS Harga Mati”, para dosen mengajukan tuntutan diangkat menjadi pegawai negeri sipil.
Mereka ini yang tersisa dari dosen dan tenaga pendidikan -yang boleh dibilang para perintis Universitas Tidar Magelang (UTM). Sebelum beralih status menjadi perguruan tinggi negeri, UTM dikelola oleh badan swasta: Yayasan Perguruan Tinggi Tidar Magelang.
Baca Juga:Ucap Syahadat Saat Ramadan, Ibu dan Anak Masuk Islam di Masjid Agung Jawa Tengah Magelang
Yayasan ini berdiri atas prakarsa DPRD Tingkat II Magelang tahun 1978. Setahun kemudian, badan hukum perguruan tinggi dicatatkan dalam akta notaris, yang diperbarui dengan akta No 11 tanggal 16 Mei 1983.
Berbagai dinamika terjadi, termasuk perubahan pengelolaan perguruan tinggi menjadi dibawah Yayasan Perguruan Tinggi Borobudur Tidar pada tahun 2008.
Puncaknya tahun 2014, pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, bersama 12 perguruan tinggi lainnya, Universitas Tidar Magelang “diambil alih” negara.
Berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor 23 tahun 2014, status UTM sebagai universitas swasta berubah menjadi perguruan tinggi negeri (PTN). Sejak saat itu nama Universitas Tidar Magelang (UTM) berubah menjadi Universitas Tidar (Untidar).
Sebelas tahun berlalu, sejak pertama berdiri hingga sekarang, tercatat 8 rektor memimpin Untidar. Jumlah mahasiswa bertambah, seiring dibukanya fakultas dan jurusan-jurusan baru.
Baca Juga:Cekrek! Kisah Fotografer Sunmori Berburu Cuan di Jalur Magelang-Kopeng
Tempat perkuliahan kemudian diperluas dengan membangun kompleks kampus baru di Sidotopo. Hingga semester gasal tahun 2024, jumlah mahasiswa aktif Untidar mencapai 14.294 orang.
Nasib Para Pendiri Untidar
Ditengah semua kemajuan itu, terjadi proses yang tidak sempurna pada masa peralihan kepemilikan UTM dibawah Yayasan Perguruan Tinggi Borobudur Tidar kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Pada Berita Acara Serah Terima Aset (BAST) Nomor: 014/K/YPTBT/l 1/2014 dan Nomor: 219/E2.2/LK/2014 dijelaskan, setelah status Untidar berubah menjadi perguruan tinggi negeri, Yayasan Perguruan Tinggi Borobudur Tidar wajib menyerahkan sejumlah aset dan pegawai kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Selain memindahtangan 17 bidang tanah serta bangunan kampus di Jalan Kapten Suparman, Potrobangsan, Yayasan Perguruan Tinggi Borobudur Tidar juga menyerahkan 117 dosen dan tenaga kependidikan sebagai tenaga pengajar dan pendukung.
Para dosen dan tenaga kependidikan ini yang berjuang mengembangkan Universitas Tidar pada masa awal berdiri menjadi perguruan tinggi negeri.
Namun perjuangan mereka tidak dihargai setimpal. Dari tahun 2014 hingga tahun 2021, para dosen dan tenaga pendidik ini dipekerjakan hanya sebagai pegawai tetap non-PNS.
Tahun 2019, eks dosen dan tenaga kependidikan Yayasan, diwajibkan mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). “SK pengangkatannya baru turun tahun 2021. Ada jeda dari tahun 2019. Ini niat nggak sih?” kata Ir. Ibrahim Nawawi, ST, MT, IPM, koordinator pegawai PPPK BAST Untidar.
Titel Ibrahim mentereng. Tapi Jabatan Fungsional Pendidikan-nya mentok hanya sampai Lektor Prodi S1 Teknik Elektro.
Pada data base pegawai Untidar, tercatat Ibrahim sebagai pegawai non-ASN dengan masa kerja 17 tahun. Disitu juga dijelaskan bahwa Ibrahim memiliki bidang kepakaran teknik elektro untuk kecerdasan buatan dan instrumentasi medis.
Melihat masa kerja, jenjang pendidikan, dan bidang kepakarannya, agak janggal melihat Ibrahim hanya menduduki jabatan fungsional Lektor dan bukan berstatus dosen pegawai negeri sipil (PNS).

Status PPPK Karir Mampet
Menurut Ibrahim jenjang karir mereka macet karena bersatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK. Banyak dari mereka tidak mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan tingkat lanjut.
Akibat dari pengangkatan pegawai PPPK, status Ibrahim yang semula golongan III/d (Penata Tingkat I) saat mengajar untuk Yayasan Borobudur Tidar, pol di golongan XI Doktor Linier (Ahli Muda).
“Kami sangat dirugikan. Tidak punya jenjang karir, tidak bisa naik pangkat, dan tidak bisa menduduki jabatan strategis. Jabatan terkait sektor keuangan dan sumber daya manusia tidak bisa diduduki oleh teman teman PPPK. Yang disarankan disitu harus PNS.”
Untuk memperjuangkan nasibnya, para dosen dan tenaga pendidik “alumni” Yayasan Perguruan Tinggi Borobudur Tidar, bergabung dalam gabungan pegawai PPPK BAST Untidar.
“Saya mulai mengajar di Untidar sejak 6 Maret 2000. Mulai dari dosen tidak tetap. Kemudian (melanjutkan pendidikan) S2, S3, sampai jabatan Lektor Kepala, semua berjalan lancar,” kata Dr Farikah, M.Pd.
Farikah menyelesaikan pendidikan hingga jejang doktoral saat Universitas Tidar masih berstatus perguruan tinggi swasta. Farikah sempat menduduki Lektor Kepala Prodi S1 Pendidikan Bahasa Inggris hingga tahun 2020.
Tapi begitu status dinasnya terbit sebagai PPPK bukan PNS, jabatan Farikah diturunkan menjadi Lektor. Dalam struktur kepegawaian, lektor kepala hanya berada satu tingkat dibawah profesor.
Biasanya seorang Lektor berstatus pegawai golongan III/c. Sedangkan Lektor Kepala diakuinya hingga golongan III/d atau IV/a. “Sekarang kami diakui (turun) golongan III/c lagi.”
Ketika perguruan tinggi mengajukan akreditasi, jabatan Farikah diaku sebagai Lektor Kepala. Ada beberapa syarat pada pengajuan akreditasi yang berhubungan dengan jumlah minimal jabatan tenaga pengajar.
“Yang terdholimi itu banyak. Sampai detik ini kami diakui sebagai lektor. Meskipun dalam ranah tertentu ketika kami (perguruan tinggi) akreditasi, bagaimanapun kami jadi lektor kepala lagi. Karena itu kaitannya dengan nilai.”
Farikah mengaku kecewa para eks dosen dan tenaga kependidikan Yayasan atau PPPK BAST Untidar tidak diangkat menjadi pegawai negeri sipil. Padahal masa pengabdian mereka di Universitas Tidar rata-rata tidak kurang dari 15 tahun.
Para dosen dan tenaga kependidikan juga memiliki standar kompetensi yang layak untuk diangat menjadi PNS. Farikah yang saat ini menjabat Kepala Unit Pelayanan Akademik (UPA) Bahasa, memiliki kepakaran dibidang language teaching dan research,
“Saya kecewa. Ada sisi-sisi tertentu yang membuat saya hilang rasa. Saya mati rasa.”
Peluang Rekrutan PNS
Menurut Rektor Universitas Tidar, Prof Dr Sugiyarto, para eks dosen PPPK Yayasan yang terhambat meningkatkan jenjang karir dan pendidikan, juga berimbas pada perguruan tinggi.
Akreditasi perguruan tinggi misalnya, mensyaratkan jumlah minimal profesor, lektor, atau lektor kepala. Untuk memenuhi standar tersebut, para dosen PPPK harus mendapat kesempatan bersekolah ke jejang yang lebih tinggi.
“Ini harus diupayakan. Harus ada jalan keluar bagaimana semua fasilitas terutama tenaga pendidikan memiliki kesempatan untuk meningkatkan jenjang karirnya secara reguler,” kata Sugiyarto.
Melalui surat pernyataan, Sugiyarto mendukung sepenuhnya pengalihan status dosen dan tenaga kependidikan PPPK BAST untuk menjadi PNS Untidar.
“Ini jadi masalah bagi Perguruan Tinggi Negeri Baru secara keseluruhan. Untuk akreditasinya itu relatif lambat karena salah satu penentu akreditasi yang baik atau unggul adalah SDM-nya. Ini kan kontradiktif. Tuntutan kesana tapi realita ada hambatan bagi teman-teman PPPK.”
Dikutip dari situs Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), ada opsi jangka pendek dan jangka panjang untuk mengatasi masalah status dosen PPPK pada perguruan tinggi negeri baru.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan Kemenko PMK, Ojat Darojat, menyebut solusi jangka pendek diharapkan terbit Peraturan Menteri Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi yang mengatur kesempatan pengembangan potensi dan karir dosen PPPK sebagai turunan dari peraturan dan perundangan yang berlaku.
Alternatif kedua yaitu membuka kembali Rancangan Peraturan Pemerintah terkait manajemen ASN, untuk menambahkan dosen PPPK di perguruan tinggi baru. Atau menyusun Peraturan Pemerintah (PP) baru yang khusus mengatur dosen PPPK.
Menurut koordinator pegawai PPPK Berita Acara Serah Terima (BAST) Untidar, Ibrahim Nawawi, pengangkatan pegawai kontrak di perguruan tinggi negeri baru menjadi PNS pernah dilakukan.
Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, seluruh karyawan dan pegawai Universitas Trunojoyo Madura diangkat menjadi pegawai negeri sipil.
Tahun 2001, pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, para dosen dan pegawai Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten juga diangkat menjadi PNS.
“Jadi pengabdian teman-teman dosen selama puluhan tahun apakah tidak diakui sama sekali? Ketika asetnya, kampusnya, tanahnya diambil semua, kenapa SDM-nya ditinggal. Padahal dosen dan tenaga kependidikan itu kan juga aset,” pungkas Ibrahim.
Kontributor : Angga Haksoro Ardi