Firman Allah SWT dalam surah Al-Hajj ayat 37 menjadi penegas bahwa nilai kurban bukan terletak pada daging atau darah yang tercurah, tetapi pada ketakwaan dan keikhlasan yang terbit dari hati. "Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi ketakwaan dari kamu-lah yang sampai kepada-Nya..."
Ayat tersebut memberi pesan mendalam bahwa kurban adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukan hanya secara ritual, tapi melalui aktualisasi nilai-nilai ketuhanan dalam tindakan sosial kita.
Dengan demikian, kurban seharusnya menjadi transformasi dari kesalehan pribadi menuju kesalehan sosial.
Dalam konteks kekinian yang penuh dengan ketimpangan, kemiskinan, dan penderitaan kolektif, esensi kurban harus diperluas.
Baca Juga:Ternyata Kurban Kambing Lebih Utama dari Sapi, Ini Penjelasan Ustadz Khalid Basalamah!
Tidak cukup hanya dengan menyembelih hewan setiap tahun, namun bagaimana daging itu bisa menyentuh masyarakat-masyarakat yang lapar, terpinggirkan atau di bawah garis kemiskinan.
Lebih dari itu, umat Islam didorong untuk mengembangkan bentuk-bentuk kurban lain: kurban waktu untuk mendidik anak bangsa, kurban harta untuk membantu yang miskin dan terdampak bencana, serta kurban kenyamanan demi membela keadilan dan kemanusiaan.
Kurban harus menjadi energi perubahan sosial yang membebaskan.