SuaraJawaTengah.id - Musim panen yang seharusnya menjadi masa yang dinanti-nanti dengan penuh suka cita justru berubah menjadi duka mendalam bagi Sukirman, seorang petani tambak berusia 56 tahun di Desa Sayung, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak.
Harapannya untuk memanen hasil budidaya ikan yang telah ia rawat selama berbulan-bulan pupus seketika. Ribuan ikan di tambaknya mati mendadak dalam dua hari terakhir.
Pemandangan menyedihkan terlihat di lahan tambak seluas dua hektare milik Sukirman. Ribuan bangkai ikan mengapung di permukaan air, sebagian lainnya mengendap dan membusuk.
Di bawah terik matahari, dengan tubuh yang sudah tidak muda lagi, Sukirman tampak sibuk memunguti bangkai-bangkai ikan. Aroma busuk menyengat dari tambak membuat siapa pun yang melintas harus menutup hidung.
Baca Juga:5 Peran Penting Kota Pesisir Pantura Jawa Tengah dalam Penyebaran Islam
Namun, ia tetap bertahan, berharap masih ada sisa ikan yang bisa diselamatkan dari musibah ini.
"Ikan-ikan sudah mati sejak dua hari lalu," kata Sukirman saat ditemui Suara.com, Selasa 10 Juni 2025.
Meski kematian ikan-ikan tersebut telah berlangsung selama dua hari, tidak ada tindakan berarti yang dilakukan untuk membersihkan bangkai-bangkai itu.
Kondisi ini menyebabkan bau tidak sedap merebak hingga ke jalan raya Pantura yang berada persis di samping tambak. Para pengguna jalan yang melintas pun mengeluhkan bau menyengat yang berasal dari tambak tersebut.
Diperkirakan, sekitar 15 ribu ekor ikan jenis mujair, bandeng, dan nila mati secara serentak. Padahal, ikan-ikan tersebut hampir memasuki masa panen. Menurut perhitungan kasar, kerugian yang harus ditanggung Sukirman mencapai Rp 25 juta hingga Rp 35 juta.
Baca Juga:5 Peran Penting Kesultanan Demak dalam Penyebaran Islam di Jawa
"Taksiran kerugian Rp 25-35 juta. Ikan-ikan ini usianya memasuki 6 bulan dan akan dipanen 2 bulan lagi," ujarnya dengan nada lelah namun berusaha tegar.
Kecurigaan Mengarah ke Limbah Industri

Letak tambak Sukirman yang strategis, yakni di pinggir Jalan Nasional Pantura Semarang-Demak, ternyata bersebelahan langsung dengan beberapa kawasan industri.
Di sisi kanan, kiri, dan belakang tambaknya berdiri pabrik-pabrik besar yang beroperasi setiap hari.
Kondisi inilah yang menimbulkan dugaan kuat bahwa kematian massal ikan di tambaknya disebabkan oleh pencemaran limbah industri. Sukirman menaruh kecurigaan besar pada aktivitas industri di sekitar tambak miliknya.
“Kemungkinan karena limbah. Ini cuma terjadi di tambak saya, sekarang hanya bisa pasrah pada yang kuasa,” tutur Sukirman, yang telah menggeluti profesi sebagai petani tambak selama 15 tahun terakhir.
Lebih lanjut, Sukirman menuturkan bahwa kejadian semacam ini bukan yang pertama kali menimpa tambaknya. Sebelumnya, ia telah mengalami tiga kali kematian ikan secara mendadak dalam skala besar.
Namun, sejauh ini tidak pernah ada tindak lanjut dari pihak berwenang. Tak ada penyelidikan mendalam, apalagi bantuan atau ganti rugi.
“Tidak pernah ada ganti rugi atau bantuan, saya orang kecil bisa apa,” katanya dengan raut wajah sedih.
DLH Turun Tangan

Peristiwa kematian massal ikan ini akhirnya menarik perhatian publik, terutama setelah viral di media sosial karena bau busuk yang mengganggu pengguna jalan Pantura Semarang-Demak.
Menyikapi keluhan masyarakat dan pemberitaan yang muncul, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Demak akhirnya turun tangan dan melakukan pemeriksaan langsung ke lokasi.
Petugas DLH melakukan pengambilan sampel air dari tambak Sukirman serta dari saluran pembuangan di sekitar lokasi. Dari hasil awal pengecekan, pH air berada di angka 7,83, yang menurut mereka masih tergolong dalam batas normal.
“Kondisi airnya kami cek masih normal,” ujar Safril, Pengawas Lingkungan Hidup Ahli Muda DLH Demak.
Namun demikian, Safril menambahkan bahwa pihaknya belum bisa memastikan penyebab pasti dari kematian ikan-ikan tersebut.
Menurutnya, pada saat pengecekan, kondisi tambak sudah sempat terendam banjir rob, sehingga kemungkinan besar air yang tercampur dari berbagai sumber sudah mengubah kualitas air saat awal kejadian.
“Pengecekan kami kan sudah dua hari setelah kejadian, pas kejadian kami tidak tahu kondisi airnya seperti apa,” jelasnya.
“Dugaan sementara belum berani kami pastikan,” imbuh Safril.
Gangguan di Jalan Raya
Tak hanya petani yang dirugikan, peristiwa ini juga berdampak pada pengguna jalan. Bau busuk yang berasal dari bangkai ikan di tambak Sukirman, ditambah ikan-ikan mati yang ikut terbawa air rob hingga ke bibir jalan Pantura, menyebabkan ketidaknyamanan luar biasa.
Banyak pengendara terpaksa menutup hidung saat melewati wilayah tersebut, bahkan menimbulkan kemacetan karena banyak yang melambatkan laju kendaraan.
Sampai berita ini diturunkan, belum ada kejelasan mengenai penyebab pasti kematian massal ikan tersebut. Sukirman dan para petani tambak lainnya hanya bisa berharap, kejadian seperti ini tidak kembali terulang dan ada perhatian nyata dari pihak berwenang agar mereka tidak terus menjadi korban dalam diam.
Kontributor : Sigit Aulia Firdaus