5 Fakta Menarik Tradisi Jamasan Keris di Malam 1 Suro, Penuh Makna Bukan Klenik Belaka

Malam 1 Suro, tradisi Jawa: jamasan keris bukan sekadar ritual mistis, tapi perawatan pusaka bernilai seni, sejarah, & spiritual. Refleksi diri & warisan budaya.

Budi Arista Romadhoni
Kamis, 12 Juni 2025 | 09:10 WIB
5 Fakta Menarik Tradisi Jamasan Keris di Malam 1 Suro, Penuh Makna Bukan Klenik Belaka
Ilustrasi keris menjadi hal yang sakral bagi orang jawa. [Freepik.com/EyeEM]

Mas Syed menjelaskan bahwa aroma adalah bagian dari frekuensi energi. Seperti halnya saat beribadah, wangi-wangian membantu mengondisikan suasana batin dan meningkatkan kehikmatan. Ini menjadikan jamasan bukan sekadar ritual fisik, tetapi juga refleksi spiritual.

5. Warisan Budaya yang Jadi Inspirasi Seni Rupa

Sebagai dosen di Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Sebelas Maret, Sayid Mataram yang menjadi narasumber memandang keris sebagai mahakarya. Keris punya nilai desain yang kompleks: dari bentuk, pamor, hingga simbol-simbol filosofis.

Ia bahkan menyarankan agar keris dijadikan objek riset dan inspirasi dalam pembelajaran seni rupa. Membuat desain keris modern berbasis filosofi leluhur bisa menjadi bentuk pelestarian budaya yang relevan dan kontekstual di masa kini.

Baca Juga:Peringatan 1 Suro di Candi Borobudur, Mengembalikan Nilai Sakral

Tradisi mencuci keris di malam 1 Suro bukanlah sekadar ritual tahunan yang dilakukan turun-temurun. Ia adalah perpaduan antara perawatan fisik, penghormatan budaya, dan refleksi spiritual.

Di balik proses sederhana seperti membersihkan karat atau mengoleskan minyak wangi, tersimpan pesan penting: merawat warisan berarti juga merawat jati diri.

Keris bukan hanya sebilah logam, tapi simbol nilai, ketekunan, dan warisan luhur yang masih relevan dalam kehidupan modern. Maka, menjaga pusaka bukan hanya soal benda tetapi tentang bagaimana kita memaknai akar, sejarah, dan warisan yang membentuk siapa kita hari ini.

Semoga nilai-nilai dari tradisi ini terus hidup, menjadi pengingat bahwa di tengah perubahan zaman, ada kearifan yang layak dirawat, dihargai, dan diteruskan.

Kontributor : Dinar Oktarini

Baca Juga:Tradisi Malam Satu Suro di Sungai Tugu Suharto Semarang Masih Dijalankan Hingga Kini

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak