“Keren... Ning Pemalang mlh kosi pede kosong SD negerine,” komentar ini menggambarkan ironi—di tempat lain, banyak sekolah kosong karena kekurangan murid, tapi di Brebes, sekolah penuh tapi tidak punya kelas.
Ada juga yang menyoroti tanggung jawab kepala daerah, khususnya Gubernur Jawa Tengah.
“Brebes ini Jateng kan yah. Heheheh colek gubernurnya..” sindir seorang warganet, mempertanyakan perhatian pemerintah provinsi terhadap kondisi pendidikan di wilayahnya.
Solusi kreatif pun ikut ditawarkan, meski terdengar pahit.
“Gorbanin ruang kelas buat ruang guru duhh, mending kelas 2 zuruh berangkat siang gantian sama kelas 1,” ujar netizen lainnya, menyarankan sistem shift sebagai alternatif agar semua siswa bisa merasakan belajar di dalam ruangan.
Kasus SDN Karangbale 01 bukan yang pertama. Di berbagai pelosok negeri, banyak sekolah negeri yang masih berjuang dengan keterbatasan ruang, bangunan yang rusak, bahkan tanpa toilet layak.
Dalam kondisi seperti ini, proses belajar mengajar menjadi tantangan besar, tidak hanya bagi siswa tetapi juga bagi para guru.
Padahal, pendidikan dasar adalah pondasi masa depan bangsa. Ketika anak-anak tidak mendapatkan hak belajar yang layak sejak usia dini, ketimpangan pengetahuan akan terus berlanjut dan memperdalam jurang sosial di kemudian hari.
Ironisnya, persoalan seperti ini seringkali hanya menjadi viral sesaat, ramai dibahas ketika fotonya tersebar di media sosial, namun kemudian menguap tanpa solusi nyata.
Padahal, solusi jangka pendek seperti menambah bangunan kelas darurat, atau mendistribusikan kembali ruang yang ada, bisa segera dilakukan oleh dinas pendidikan setempat.
Pemerintah daerah seharusnya lebih responsif terhadap laporan seperti ini, dan pemerintah pusat juga harus meninjau kembali prioritas pembangunan yang menyangkut hajat hidup generasi penerus bangsa.
Semangat para guru di SDN Karangbale 01 dan ketangguhan para murid belajar di teras masjid adalah gambaran nyata dari wajah pendidikan Indonesia yang bertahan bukan karena sistem, tetapi karena dedikasi orang-orang di dalamnya. Kita hanya bisa berharap agar semangat ini tak padam dan lebih penting lagi, agar segera mendapat dukungan yang layak.
Kontributor : Dinar Oktarini