“Kebetulan obyek pajak tersebut ada di jalan utama akses pariwisata dan jalan provinsi. Sehingga obyek pajak tersebut ada di klaster kedua setelah klaster jalan nasional dan luasannya lebih dari 1.000 meter persegi,” katanya.
Lebih lanjut, ia memaparkan bahwa berdasarkan data di lapangan, objek pajak tersebut telah mengalami perkembangan.
Awalnya, lahan tersebut hanya memiliki satu bangunan rumah. Kini, sudah ada tiga bangunan yang dihuni oleh tiga kepala keluarga (KK) yang berbeda.
“Saat penghitungan belum dilakukan pemecahan, sehingga Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)-nya masih muncul global atau menjadi satu. Penilaiannya didasarkan pada harga transaksi riil yang terjadi di lingkungan tersebut, kemudian dilakukan verifikasi ulang di lapangan oleh petugas penilai pajak,” jelasnya.
Baca Juga:Butuh Tarik Tunai? Ini Daftar Lokasi ATM di Semarang yang Wajib Anda Tahu, dari Mal hingga Kampus
Bagi warga yang merasa keberatan seperti Tukimah, Pemkab membuka pintu solusi.
“Jika wajib pajak keberatan, ada ruang untuk mengajukan permohonan keringanan dari ketetapan pajak tersebut kepada Bupati Semarang. Itu solusi yang bisa dilakukan,” tutup Rudibdo.
Komentar Menohok Warganet
Kisah Tukimah ini sontak memicu beragam reaksi pedas dari warganet di media sosial. Banyak yang menyayangkan lonjakan drastis tersebut, terutama karena menimpa seorang lansia.
"Bilangnya bukan kenaikan, tapi 'penilaian ulang'. Cuma permainan kata dari birokrasi aja buat naikin pajak secara halus. Kasihan ibunya," tulis seorang warganet.
Baca Juga:Digeruduk Warga, Bupati Pati Akhirnya Batalkan Kenaikan PBB 200 Persen: Proyek Vital Jadi Tumbal!
"Wajar kalau NJOP naik karena lokasi strategis. Tapi naiknya 400% itu nggak pakai hati nurani. Harusnya bertahap dong, biar rakyat kecil nggak kaget dan bisa persiapan," timpal netizen lainnya.
Ada pula yang membandingkan dengan isu lain, "Giliran pajak rakyat kecil digenjot habis-habisan, koruptor malah dapat diskon hukuman. Keadilan sosial bagi siapa ini?" komentar pedas seorang pengguna Instagram.