- Jateng diproyeksi surplus beras 1,57 juta ton hingga Oktober 2025 berkat naiknya produksi GKG.
- Gubernur Ahmad Luthfi khawatir hasil panen banyak dijual ke luar daerah dan menimbulkan 'kebocoran'.
- Luthfi mendesak tata kelola hasil panen diperkuat demi memastikan kebutuhan pokok warga Jateng aman.
SuaraJawaTengah.id - Provinsi Jawa Tengah (Jateng) kembali menegaskan statusnya sebagai salah satu lumbung padi nasional dengan proyeksi surplus beras mencapai 1,57 juta ton hingga Oktober 2025.
Namun, di tengah kabar baik ini, muncul sebuah ironi yang menjadi perhatian serius Gubernur Ahmad Luthfi: derasnya aliran hasil panen ke luar daerah yang berpotensi mengganggu stabilitas pasokan lokal.
Kabar mengenai surplus besar ini disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Provinsi Jawa Tengah, Defransisco Dasilva Tavares.
Dalam rapat koordinasi strategis di Kompleks Tarubudaya, Ungaran, Kabupaten Semarang, Kamis (18/9/2025), ia memaparkan data produksi yang mengesankan.
Baca Juga:Gebrakkan Jawa Tengah: Bayar Bus Trans Jateng Cukup Tap E-Money dan QRIS, Kartu KRL Juga Bisa!
Produktivitas padi dalam bentuk gabah kering giling (GKG) periode Januari-Oktober 2025 diperkirakan mencapai 8.614.010 ton.
Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan sebesar 353.627 ton jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2024. Peningkatan ini didorong oleh luas panen yang mencapai 1.534.490 hektare.
Dari total gabah tersebut, produksi beras Jateng hingga Oktober 2025 diproyeksikan akan menyentuh angka 4.953.494 ton.
Sementara itu, total kebutuhan konsumsi masyarakat Jawa Tengah hanya sekitar 3.375.832 ton. Selisih inilah yang menghasilkan surplus jumbo sebanyak 1.577.734 ton.
"Kita lihat data, sampai Oktober 2025 beras kita surplus 1,5 juta ton. Berarti kalau dibagi 10 bulan rata-rata setiap bulan kita ada surplus 150 ribu ton. Untuk Jawa Tengah beras seharusnya selesai," kata Defransisco dengan optimis.
Baca Juga:GIIAS Semarang 2025 Siap Gebrak Jateng: 6 Merek Baru Debut
Namun, Defransisco juga memberi sinyal adanya tantangan besar di balik angka surplus tersebut. Ia mengakui bahwa banyak hasil panen dari petani Jawa Tengah yang justru langsung dibeli dan diangkut oleh tengkulak atau perusahaan dari luar provinsi.
Fenomena inilah yang disebut sebagai 'kebocoran' pasokan.
Kekhawatiran ini dipertegas oleh Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi. Meskipun mengapresiasi kerja keras para petani yang berhasil meningkatkan produktivitas, ia tidak ingin surplus ini hanya menjadi angka di atas kertas.
Luthfi mendesak jajarannya untuk segera memperkuat tata kelola hasil panen dan distribusi kebutuhan pokok.
Menurutnya, kebocoran hasil panen ke daerah lain bisa menjadi bumerang. Jika tidak dikelola dengan baik, masyarakat Jawa Tengah justru bisa kesulitan mendapatkan kebutuhan pokok dengan harga terjangkau, meskipun daerahnya sendiri merupakan produsen utama.
"Produktivitas padi di Jawa Tengah sudah bagus, bahkan produktivitas itu juga diiringi dengan ketersediaan beras yang surplus," ujar Ahmad Luthfi.