9 Benang Merah Peringatan Yoga dan Posisi Soeharto dalam Tragedi G30S PKI

Jelang G30S, Yoga Sugama peringatkan Mayjen Parman soal penculikan jenderal. Diduga, ini bagian skenario intelijen Soeharto dkk untuk amankan posisi politik.

Budi Arista Romadhoni
Selasa, 30 September 2025 | 08:53 WIB
9 Benang Merah Peringatan Yoga dan Posisi Soeharto dalam Tragedi G30S PKI
Ilustrasi strategi rahasia dibalik peristiwa G30S PKI. [ChatGPT]
Baca 10 detik
  • Yoga Sugama memberi peringatan isu penculikan jenderal ke Parman, jadi sinyal skenario intelijen besar.
  • Trio Soeharto, Ali Murtopo, dan Yoga dinilai saling melengkapi: arah, strategi opini, dan penghubung.
  • Peringatan ke Parman dibaca sebagai umpan politik, agar posisi trio tetap aman dalam dua kemungkinan.

Strateginya digambarkan seperti bermain di dua sisi. Bila G30S berhasil dan para jenderal lawan tersingkir, Soeharto dapat tampil sebagai penumpas. Bila G30S gagal dan Parman selamat, ada jejak bahwa peringatan sudah disampaikan. Dalam kedua kemungkinan itu, posisi politik tetap diuntungkan.

7. Operasi psikologis dan pembingkaian narasi

Peran Ali Murtopo menonjol dalam pengelolaan persepsi. Ia piawai menempelkan isu, membiakkan cerita kunci, dan memilih momen. Dengan cara itu, publik dan internal militer diarahkan melihat kenyataan versi tertentu yang menguntungkan pihaknya. Informasi menjadi senjata, waktu menjadi amunisi.

8. Peringatan sebagai proteksi politik

Baca Juga:5 Penyebab Banyaknya Satuan Tentara yang Terpengaruh PKI di Jawa Tengah

Mengirim Yoga berfungsi sebagai perlindungan posisi. Jika tragedi terjadi, ada bukti bahwa peringatan pernah disampaikan. Jika tidak terjadi, catatan itu tetap menjadi modal moral. Fokus utamanya adalah menjaga posisi ketika situasi berubah cepat.

9. Parman bermain sesuai prosedur

Parman dinilai lurus dan profesional. Ia tidak menerima isu tanpa verifikasi. Sikap ini justru membuka ruang bagi lawan yang bergerak dengan cara yang tidak sepenuhnya formal. Di titik ini, perebutan pengaruh tidak lagi sebatas PKI melawan AD, melainkan juga pertarungan internal dengan teknik intelijen yang rumit.

Garis besar pembacaan menempatkan Soeharto bukan sekadar reaktif, melainkan mahir memanfaatkan arus informasi. Ia memancing reaksi, mengukur kekuatan lawan, lalu menata langkah agar tetap aman pada berbagai kemungkinan.

Peringatan yang disampaikan kepada Parman menjadi petunjuk untuk membaca pengetahuan awal dan rancangan yang mungkin telah dipersiapkan. Ini bukan vonis akhir, namun membuka jalur pembacaan alternatif yang lama tertutup.

Baca Juga:8 Fakta Tersembunyi Pasukan Cakra Birawa dalam Peristiwa G30S PKI

Kontributor : Dinar Oktarini

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak