SuaraJawaTengah.id - Sebuah lembah yang diapit perbukitan di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, menyimpan sejumput sejarah bagi umat Islam. Di desa kecil itu, berdiri kokoh sebuah masjid bernama Masjid Baitussalam, atau juga dikenal dengan Masjid Saka Tunggal.
Disebut Masjid Saka Tunggal karena masjid tersebut hanya ditopang oleh satu tiang atau dalam Bahasa Jawa disebut saka.
Masjid berukuran 15x17 meter ini diyakini dibangun sekitar tahun 1288 Masehi. Tokoh pendirinya adalah Kiai Mustolih atau akrab disapa Mbah Tolih, yang juga merupakan tokoh penyebar Islam di daerah itu.
Penuturan akan sejarah Masjid Saka Tunggal itu pula yang didapat oleh sejumlah jemaah. Termasuk di dalamnya, Imam Masjid Saka Tunggal yang juga juru kunci generasi ke-12, Sulam.
Meski demikian, Sulam mengakui masih membutuhkan penelitian mendalam mengenai penuturan sejarah Masjid Saka Tunggal itu.
"Cerita dari sepepuh memang demikian," kata Sulam saat ditemui Suara.com, Jumat (10/5/2019).
Terlepas dari penuturan sejarah, Masjid Saka Tunggal memang memiliki kekhasan dan lain dari bangunan masjid pada umumnya. Dilihat dari bangunannya, dinding masjid terbuat dari anyaman-anyaman bambu.
Kemudian masuk ke dalam, terdapat saka atau tiang penyangga berukuran sekitar 40x40 sentimeter, dengan tinggi sekitar 5 meter. Saka ini yang menjadi penyangga langit-langit atau wuwungan masjid.
Kemudian pada bagian ujung atas saka tunggal, ada empat sayap kayu yang dikenal 4 kiblat, 5 pancer. Pemaknaannya menunjuk 4 arah mata angin dan 1 pusat atau arah menunjuk ke atas.
Baca Juga: Beribadah di Masjid Ini, Barang Jemaah yang Hilang Akan DIganti
Sampai saat ini, Masjid Saka Tunggal itu masih aktif dijadikan pusat kegiatan ibadah warga setempat. Sulam menghitung, jamaah masjid sekitar 100 orang.
Saat Ramadan ini, masjid itu juga rutin diselenggarakan salat berjamaah, baik salat wajib 5 waktu, maupun salat tarawih. Setelah itu, dilaksanakan tadarus Alquran, hingga malam hari.
Kemudian menjelang 10 hari ketiga di bulan Ramadan, juga rutin digelar tradisi "likuran". Tradisi ini menjadi penanda 10 hari terakhir dalam melaksanakan ibadah puasa.
"Pelaksaannya waktu berbuka puasa, pada hari ke-20 puasa menuju ke-21," kata Sulam.
Hanya, hitungan hari ke-20 puasa itu, berbeda dengan hitungan bulan Ramadan dari penetapan pemerintah. Bahwa penetapan tanggal 1 dari pemerintah, untuk bulan Ramadan 1440 Hijriyah ini jatuh pada Senin (6/5). Sedangkan masyarakat di wilayah setempat, mengawali puasa mulai Selasa pahing, atau bertepatan dengan 7 Mei 2019.
"Jadi nanti (untuk hitungan tanggal 20 Ramadan) berbeda," kata Sulam.
Pengikut Aboge
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Motor Bekas di Bawah 10 Juta Buat Anak Sekolah: Pilih yang Irit atau Keren?
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 5 Mobil Bekas 3 Baris Harga 50 Jutaan, Angkutan Keluarga yang Nyaman dan Efisien
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
- 10 Mobil Bekas Rp75 Jutaan yang Serba Bisa untuk Harian, Kerja, dan Perjalanan Jauh
Pilihan
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
-
Agensi Benarkan Hubungan Tiffany Young dan Byun Yo Han, Pernikahan di Depan Mata?
-
6 Smartwatch Layar AMOLED Murah untuk Mahasiswa dan Pekerja, Harga di Bawah Rp 1 Juta
Terkini
-
Didukung BRI, Flyover Sitinjau Lauik Hadirkan Akses Lebih Aman dan Efisien di Sumatra Barat
-
Balas Dendam Akademis Uya Kuya: Rumah Dijarah Akibat Hoax, Kini Lulus S2 Hukum IPK 3,72
-
15 Tempat Wisata di Kebumen dan Sekitarnya yang Cocok untuk Libur Sekolah dan Tahun Baru
-
Sambut Natal Penuh Suka Cita, BRI Renovasi Gereja Kristen Jawa Purwodadi
-
Ancaman Krisis Finansial Intai Gen Z, Melek Asuransi Jadi Kunci Resolusi Tahun Depan