"Jika harus pindah dari rumah sini ya sangat berat. Saya secara pribadi terus berjuang. Tapi jika memang harus menjual rumah ya mau tidak mau walau berat. Yang penting harus mendapat penggantian yang layak," tuturnya.
Senada dengan Tasimun, Wardoyo (50), warga lainnya menceritakan hal serupa. Ia yang mendiami Dusun Winong sejak 2007 lalu mulai merasa tidak nyaman dengan polusi udara yang muncul sejak 2010.
"Cuma mulai kerasa parah dan mengganggu sejak dua tahun lalu. Tiap musim kemarau, daun berwarna hitam karena kena debu. Kebetulan saja akhir-akhir ini hujan jadi sedikit segar kembali. Tadinya meja kursi lemari di dalam rumah sering dibersihkan karena debu hitam tebal. Baunya juga menyengat. Yang saya khawatirkan sama anak kecil," katanya.
Ia menceritakan sebelum ada PLTU ada juga sebagian warga yang menjadi nelayan. Tapi saat ini tidak ada sama sekali. Karena tidak ada tempat untuk menepi. Hasil melaut pun berkurang jauh.
Baca Juga: Korban Pencemaran Lingkungan PLTU, Warga Karangkandri Cilacap Marah
"Dulu yang namanya ikan itu mudah sekali dicari. Yang namanya njaring dahulu bisa dapat segala jenis ikan. Sekarang ikan berkurang sekali. Karena saya juga sesekali mancing di pantai jadi tahu kondisi perairan," lanjutnya.
Wardoyo mengakui sudah setahun terakhir warga Dusun Winong diberikan bantuan air bersih melalu PDAM oleh PLTU Cilacap. Tapi dirasa kurang karena pemakaiannya dibatasi.
"Sebulan dijatah Rp 100 ribu untuk PDAM sama PLTU. Tapi ya rasa-rasanya kurang. Karena dulu kan waktu pakai air tanah pemakaian tidak ada batasnya. Itupun dibayarkan tiap enam bulan sekali oleh PLTU," ujarnya.
Kekinian, Wardoyo hanya bisa pasrah jika harus menjual tanah beserta bangunannya. Tapi dengan harga yang layak dan sesuai permintaan warga.
"Harapannya orang sini ya kita pindah dari sini dibeli sama PLTU dengan harga yang diminta warga. Kita mintanya Rp 50 juta per ubin, tapi kalau seandainya mungkin pihak PLTU mau membayar Rp 30-35 juta per ubin ya warga sini pada mau. Tapi dari PLTU beraninya hanya Rp 20 juta per ubin," ungkapnya.
Baca Juga: Warga Korban Pencemaran Lingkungan PLTU Karangkandri Marah: Kami Sakit!
Harga yang diminta warga menurutnya wajar saja. Karena jika memenuhi harga yang diajukan PLTU, terlalu rendah dan hanya cukup untuk pindah saja.
Berita Terkait
-
8 Destinasi Wisata di Cilacap, Banyak Spot Instagramable
-
TOBA Rampungkan Divestasi PLTU di Minahasa Utara dan Akuisisi Pengelolaan Limbah di Singapura
-
PLN Indonesia Power Uji Partial Green Ammonia Cofiring di PLTU untuk Tekan Emisi Karbon
-
Tekan Emisi Melalui EBT Hingga Cofiring PLTU, Dirut PLN IP Dianugerahi Green Leadership Madya
-
PLN Bersama Kementerian IMIPAS Perluas Pemanfaatan FABA PLTU Adipala dengan Berdayakan Napi Nusakambangan
Terpopuler
- Dedi Mulyadi Syok, Bapak 11 Anak dengan Hidup Pas-pasan Tolak KB: Kan Nggak Mesti Begitu
- JakOne Mobile Bank DKI Diserang Hacker? Ini Kata Stafsus Gubernur Jakarta
- Review Pabrik Gula: Upgrade KKN di Desa Penari yang Melebihi Ekspektasi
- Harga Tiket Pesawat Medan-Batam Nyaris Rp18 Juta Sekali Penerbangan
- Rekaman Lisa Mariana Peras Ridwan Kamil Rp2,5 M Viral, Psikolog Beri Komentar Menohok
Pilihan
-
Hasil Akhir! Pesta Gol, Timnas Indonesia U-17 Lolos Piala Dunia
-
Hasil Babak Pertama: Gol Indah Zahaby Gholy Bawa Timnas Indonesia U-17 Unggul Dua Gol
-
BREAKING NEWS! Daftar Susunan Pemain Timnas Indonesia U-17 vs Yaman
-
Baru Gabung Timnas Indonesia, Emil Audero Bongkar Rencana Masa Depan
-
Sosok Murdaya Poo, Salah Satu Orang Terkaya di Indonesia Meninggal Dunia Hari Ini
Terkini
-
Jateng Menuju Lumbung Pangan Nasional, Gubernur Luthfi Genjot Produksi Padi 11,8 Juta Ton di 2025
-
One Way Lokal di Tol Salatiga-Kalikangkung Dihentikan: Puncak Arus Balik Lebaran 2025 Terlewati
-
Berkat BRI, Peluang Ekspor bagi Gelap Ruang Jiwa Terbuka Makin Lebar
-
Sejak Ikut dalam UMKM EXPO(RT), UMKM Unici Songket Silungkang Kini Tembus Pasar Internasional
-
Asal-Usul Penamaan Bulan Syawal, Ternyata Berkaitan dengan Unta