Scroll untuk membaca artikel
Dany Garjito
Kamis, 23 April 2020 | 07:05 WIB
Tiga tempat tidur yang dipisahkan ruang selebar 1,5 meter untuk penghuni rumah isolasi di Desa Sepat, Masaran, Sragen, Selasa (21/4/2020). (Solopos/Tri Rahayu)

SuaraJawaTengah.id - Lima orang pemudik di desa Sepat, Masaran, Sragen, menjalani isolasi di rumah angker. Mereka sudah hampir satu minggu diisolasi di rumah yang keangkerannya sudah tersohor di desa itu.

Lima orang pemudik harus rela diisolasi di rumah angker ini karena mereka tepergok keluyuran saat seharusnya karantina di rumahnya sendiri-sendiri.

Diberitakan Solopos -- jaringan Suara.com, Selasa (21/4/2020), rumah angker di Sragen yang digunakan untuk karantina atau isolasi ini adalah salah satu gedung tua di pinggir jalan Sepat - Jirapan, Masaran.

Gedung dengan pagar besi itu merupakan eks gudang kerajinan tas milik Mulyono, warga Dukuh Wonorejo RT 011/RW 003, Sepat, Masaran.

Baca Juga: Viral Video Ayah Usir Anak yang Mudik saat Corona: Dibilangin kok Ngenyel

Gedung itu sudah 8-10 tahun terakhir tak digunakan dan dibiarkan kosong. Warga memberi julukan gedung di Dukuh Pucuk RT 013/RW 004, Sepat, itu sebagai rumah berhantu.

Bangunan rumah isolasi yang terkenal angker di Masaran, Sragen, itu terlihat tua. Pintu depan terbuat dari besi seperti pintu garasi atau toko. Sebagian tembok terlihat retak-retak.

Gedung beratap galvalum itu terlihat tidak terurus. Di bagian belakang masih ditumbuhi rumput dan semak-semak liar.

“Dulu gedung ini pernah ditinggali adik saya. Tetapi hanya betah sebulan lalu pindah. Katanya kalau malam sering ada suara ketukan pintu dari belakang. Kadang juga ada bayangan hitam berseliweran saat malam hari,” ungkap Kepala Desa (Kades) Sepat, Mulyono kepada Solopos.

Gedung angker yang dijadikan rumah isolasi pemudik yang bandel di Desa Sepat, Masaran, Sragen, itu luasnya 10 meter x 10 meter dan menempati lahan 25 meter x 10 meter.

Baca Juga: Dua Warga Ogah Dikarantina, Akhirnya Dijebloskan ke Rumah Angker

Kondisi rumah angker yang dipakai untuk isolasi pemudik 'bandel'

Baliho ditempel di dinding pagar rumah isolasi di Desa Sepat, Masaran, Sragen, Selasa (21/4/2020). (Solopos/Tri Rahayu)

Gedung itu dibersihkan para sukarelawan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Desa Sepat dua bulan lalu.

Di bagian luar pagar dipasang baliho atau MMT bertuliskan Rumah Isolasi Covid-19 Desa Sepat.

Rumah angker itu sengaja dijadikan tempat karantina khusus bagi pemudik yang membandel atau melanggar komitmen karantina mandiri 14 hari.

Di bagian dalam sebelah utara gedung dipasang tirai-tirai sebagai sekat antartempat tidur.

Tirai-tirai warna hijau itu seperti sekat di bangsal kelas III rumah sakit. Ada enam sekat tetapi hanya tiga ruang yang dipasang tempat tidur.

Antartempat tidur di rumah angker untuk isolasi pemudik Sragen yang bandel itu dipisahkan satu ruang kosong selebar 1,5 meter.

Sejak dibersihkan dua bulan lalu, rumah berhantu itu baru terisi mulai Kamis (16/4/2020) lalu.

Penghuni Pertama

Rokim, warga Pucuk, Sepat, menjadi penghuni pertama rumah lawas itu. Disusul Arie, warga Pucuk, dan terakhir Heri, warga Plosorejo, Sepat.

Penanggungjawab Rumah Isolasi Covid-19 Sepat, Hadi Mulyono, 49, berkisah tentang tiga orang penghuni rumah berhantu itu.

Dia menceritakan Rokim baru pulang dari Jakarta langsung datang ke Posko Covid-19.

Dia menandatangani komitmen karantina mandiri 14 hari. Pada hari kelima karantina, Rokim ketahuan keluar rumah.

"Kami panggil ketua RT dan yang bersangkutan dipanggil untuk diberi penjelasan. Awalnya masih beralasan. Akhirnya, Rokim harus tinggal di rumah berhantu dan memulai karantina dari nol per Kamis [16/4/2020] lalu,” kisah Hadi.

Pada hari yang sama, hanya hitungan jam, Arie ikut masuk menemani Rokim menjalani isolasi di rumah angker di Masaran, Sragen itu.

Hadi menerangkan Arie baru pulang dari Kalimantan. Setelah pulang ke Sepat di bekerja jualan kayu dan bambu.

Hadi mengungkapkan saat masa karantina mandiri di rumah baru berlangsung tiga hari, Arie ketahuan pergi ke Jamus dan Kerjo, Karanganyar.

“Awalnya ada teguran dulu tetapi tidak diindahkan. Akhirnya menghuni rumah angker ini dan karantina dimulai dari nol hari lagi,” ujarnya.

Selain Rokim dan Arie, giliran Heri Susanto menyusul. Heri ini baru pulang dari Lampung pada Jumat (17/4/2020) lalu.

“Kemarin [Senin], anak saya minta dibelikan mainan tenda-tendanan itu. Saya belikan ke Sragen Kota. Ternyata ketahuan sukarelawan Satgas Covid-19. Mereka mencari saya ke rumah. Akhirnya, saya dibawa ke rumah ini pada Senin [20/4/2020] lalu,” kata Heri Susanto kepada wartawan.

Bagaimana kisah mereka yang menjalani isolasi atau karantina di rumah angker ini? Simak di halaman selanjutnya ya!

Load More