Ia mengaku awalnya anaknya takut belajar di makam. Namun lama-lama, setelah terbiasa, ketakutan itu memudar. Apalagi anaknya tidak sendirian, ada sejumlah anak lain yang tiap jam sekolah pergi ke makam untuk mengikuti pembelajaran daring.
"Tiap hari ada sekitar 10 anak belajar di makam,"katanya
Dalam pembelajaran daring yang diikuti anaknya, guru selalu memberikan tugas tiap hari. Para siswa telah mendapat buku pegangan sejak awal tahun ajaran. Guru tinggal memberikan instruksi melalui aplikasi perpesanan (Whatsapp).
Misalnya, siswa disuruh mempelajari materi tertentu di buku itu lalu diminta menjawab soal-soal pada halaman yang ditentukan.
Siswa harus mengerjakan tugas itu dengan menuliskannya di buku tulis. Jawaban itu kemudian difoto lalu dikirim melalui aplikasi perpesanan untuk dikoreksi sang guru.
"Jawaban difoto terus diupload. Nanti dinilai sama guru," katanya
Tuntutan pembelajaran daring mendorong orang tua di desa untuk membeli smartphone bagi anaknya. Tak hanya membeli, mereka harus "menghidupi" perangkat itu dengan paket internet agar bisa digunakan. Halimah bahkan mengaku harus berhutang agar bisa membeli smartphone untuk mendukung pembelajaran anaknya.
Selain masalah sinyal yang susah, orang tua keberatan dengan kuota internet yang mahal.
Orang tua siswa lainnya, Tinah mengeluhkan beban pengeluaran yang lebih untuk membeli kuota internet. Ia yang hanya berprofesi sebagai petani merasa keberatan untuk menanggung paket internet.
Baca Juga: Gadis SMK Tinggal di Kandang Ayam, Terpaksa Beli HP untuk Belajar Online
Tidak sampai sebulan, paket data sebesar 6 GB sudah habis karena pemakaian yang boros, khususnya untuk pembelajaran daring. Maklum saja, terkadang anaknya harus mengirim video praktik yang memakan banyak kuota.
Jika mewajibkan pembelajaran daring, harusnya pemerintah memfasilitasi siswa agar mudah mengakses internet. Namun yang terjadi di kampung ini sebaliknya. Beban orang tua siswa yang hidupnya susah bertambah berat karena harus memikirkan biaya untuk membeli kuota internet.
Sinyal pun sulit didapat sehingga anak harus bersusah naik dataran yang lebih tinggi, termasuk ke kuburan untuk mendapatkan sinyal.
"Harapannya ada bantuan kuota atau fasilitas wifi untuk anak-anak,"katanya.
Kontributor : Khoirul
Berita Terkait
-
Gadis SMK Tinggal di Kandang Ayam, Terpaksa Beli HP untuk Belajar Online
-
Lahan Pemakaman Khusus Covid-19 di Medan Penuh
-
6 Laptop Murah untuk Belajar Online, Harga di Bawah Rp 5 Juta
-
Sekolah Ini Siapkan Ratusan Tablet untuk Siswa Tidak Mampu Belajar Daring
-
Kisah Siswa SMP di Makassar yang Terpaksa Masuk Sekolah karena Tak Punya HP
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
Terkini
-
130 Tahun BRI, Konsisten Tumbuh Bersama Rakyat dan Perkuat Ekonomi Inklusif
-
10 Tempat Wisata di Brebes yang Cocok untuk Liburan Sekolah Akhir Tahun 2025
-
Borobudur Mawayang: Sujiwo Tejo dan Sindhunata Hidupkan Kisah Ambigu Sang Rahvana
-
5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
-
BRI Peduli Guyur Rp800 Juta, Wajah 4 Desa di Pemalang Kini Makin Ciamik