Scroll untuk membaca artikel
Pebriansyah Ariefana
Kamis, 20 Agustus 2020 | 21:32 WIB
Detik-detik Penganiayaan di Solo, Perekam Istighfar Berkali-kali (Twitter)

SuaraJawaTengah.id - Penangkapan otak penyerangan Habib Umar Assegaf dan Husein Assegaf di Kampung Mertodranan, Pasar Kliwon, Solo seperti penangkapan teroris. Paling tidak itu yang dirasakan dari warga Dukuh Poloharjo, Desa Sobayan, Kecamatan Pedan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

Mereka digegerkan penangkapan terduga pelaku perusakan dan penganiayaan yang memicu kerusuhan di kawasan Mertodranan, Pasar Kliwon, Solo di salah satu indekos, Rabu (19/8/2020) malam.

Warga mengira ada penggerebekan terduga teroris. Penangkapan orang yang diduga pelaku perusakan dan penganiayaan itu dilakukan sekitar pukul 22.00 WIB.

Penjaga indekos, Tono, 50, mengaku tengah berada di rumah saat penggerebekan terjadi.

Baca Juga: Pelaku Kerusuhan Mertodranan Diciduk, Warga Pedan Kira Penangkapan Teroris

"Saat itu, saya di rumah sedang makan. Tahu-tahu pintu rumah saya didodoki [diketuk] tetangga. Katanya di indekos ada polisi," kata Tono saat ditemui wartawan di rumanya seperti dilansir Solopos.com, Kamis (20/8/2020).

Orang-orang yang ditangkap itu baru 3 malam menghuni indekos. Mereka menginap di indekos tersebut sejak Minggu (16/8/2020) sore.

Orang-orang menyewa kamar indekos tersebut berpenampilan bersih.

"Namun, wajahnya sangar-sangar. Ada yang pendiam ada juga berbadan tinggi dan besar serta sumeh banget," kata Tono.

Saat berniat menyewa kamar indekos, Tono sempat meminta fotokopi KTP yang ternyata kini menjadi terduga pelaku kerusuhan di Mertodranan itu.

Baca Juga: Sosok BD, Otak Penyerangan Habib Assegaf di Mertodranan Solo

Tono juga menyelipkan pesan agar siapa pun yang tinggal di indekos tak memanfaatkan tempat tersebut untuk kegiatan yang justru meresahkan masyarakat.

"Terus terang saja saya sampaikan lebih baik kamarnya kosong daripada disewa untuk mabuk-mabukan. Mereka menjawab kalau itu [mabuk-mabukan] bukan watak mereka," ungkapnya.

Terkait penggerebekan, Tono mengatakan polisi datang tak berseragam. Tono mengatakan ada sekitar tiga orang yang ditangkap polisi.

Sementara, satu orang lainnya yang sebelumnya berada di indekos sempat kabur. Tono tak tahu pasti apakah satu orang yang sempat kabur ditangkap polisi.

Tono menjelaskan aksi penggerebekan itu menyita perhatian warga di sekitar indekos lantaran banyaknya polisi yang ada di kampung.

Awalnya, warga mengira penggerebakan itu berkaitan dengan penangkapan terduga teroris.

Agar tak menimbulkan pertanyaan, Tono menanyakan kasus yang menjerat orang-orang tersebut kepada polisi.

"Saya tanya katanya terkait kasus di Solo [perusakan dan penganiayaan di Mertrodanan]," jelas dia.

Lebih lanjut, Tono mengatakan setelah penggerebakan dilakukan, polisi melakukan penggeledahan di kamar indekos yang disewa kelompok orang tersebut.

Selanjutnya, mereka yang tertangkap dan diduga sebagai pelaku kerusuhan di Mertodranan lantas dibawa polisi.

Berawal dari grup WhatsApp

Berdasarkan penyidikan, para tersangka berkoordinasi melalui Whatsapp Group (WAG) sebelum berangkat menuju Metrodanan. BD yang ditangkap sesaat seusai kejadian diduga sebagai otak perusakan.

BD berperan sebagai admin WAG serta turut mengajak dalam aksi itu. Aksi kekerasan saat ricuh di Mertodranan, Solo, itu berawal dari ajakan di WAG lalu bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang maupun barang.

"Sudah berhasil mengerucut ke salah seorang tersangka yakni BD alias BA sebagai seseorang yang memulai menghasut di grup Whatsapp. Penghasutan BD membuat anggota grup datang ke lokasi TKP, tidak bersamaan tapi bertemu di lokasi," ujar Ade Safri saat jumpa pers di Mapolresta Solo seperti dilansir Solopos.com, Kamis (20/8/2020) siang.

Dari keterangan delapan tersangka, penyidik mengidentifikasi beberapa grup Whatsapp di mana mereka menjadi anggota.

Seluruh tersangka dalam kasus ricuh di Mertodranan, Solo, berasal dari gabungan beberapa kelompok yang berbeda.

Polisi juga menangkap dua lagi tersangka kasus perusakan dan penganiayaan di kawasan Mertodranan pada Sabtu lalu.

Keduanya ditangkap di wilayah Klaten, Jawa Tengah, Kamis (20/8/2020) dini hari. Dua orang itu berinisial S alias J dan AN alias H warga Kota Solo.

Kedua tersangka menjadi buruan petugas seusai terlibat dalam upaya penghasutan yang mengakibatkan tiga orang terluka.

Ia menambahkan dua tersangka baru telah ditahan di Mapolresta Solo. Ia menambahkan saat ini total tersangka menjadi delapan orang. Sementara itu, berkas 5 tersangka sudah diserahkan ke Kejaksaan Negeri Solo.

Kronologis

Habib Umar Assegaf dan Husein Assegaf dianiaya ratusan laskar asal Kota Solo dengan menggunakan batu dan kayu. Atas kejadian itu, dua habib tersebut mengalami luka di sekujur tubuh.

Salah satu anggota keluarga korban yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan, saat peristiwa tersebut, pamannya keluar lebih dulu menggunakan motor. Lelaki ini tidak ingin disebutkan namanya karena takut terancam keselamatannya.

Namun yang jelas lelaki ini merupakan keponakan dari Habib Umar Assegaf dan Husein Assegaf.

Lelaki ini pun menolak untuk menyebutkan lengkap statusnya di keluarga Habib Umar Assegaf dan Husein Assegaf dengan alasan yang sama, keselamatan.

"Takut diselusuri," alasan dia saat dihubungi via telepon.

Lelaki ini lanjut cerita, sekitar 20 meter dari ujung gang rumah, ia melihat pamannya sudah dipukuli.

"Saat baru keluar dari gang rumah sebenarnya sudah dipukuli oleh laskar yang sudah bersiap-siap di sepanjang jalan," katanya kepada SuaraJawatengah.id, Senin (10/8/2020).

Namun, lanjutnya, saat itu ia melihat pamannya masih bertahan hingga akhirnya terkena tendangan di bagian perut hingga akhirnya pamannya jatuh. Setelah jatuh, ia melihat pamannya kepala dan badan korban ditendang.

"Sebenarnya paman saya sudah berusaha untuk berdiri namun saat berdiri tiba-tiba ada anggota laskar yang menghantam kepala paman saya menggunakan batu," katanya.

Melihat Umar dipukul banyak orang, pamannya yang lain, Husein Assegaf mencoba untuk mempercepat laju motornya hingga akhirnya ia juga ikut terjatuh. Saat itu, ia berboncengan bersama anaknya yang berusia 15 tahun.

"Paman Husein sudah berusaha menambah kecepatan motor, namun tetap saja terjatuh," ujarnya.

Saat itu Husein mencoba melindungi anaknya dari hantaman kayu, batu dan juga beberapa pukulan dari anggota laskar. Saat itu, Husein melindungi anaknya dengan menutup tubuh putranya menggunakan jubah.

"Alhamdulillah putranya tidak mengalami luka berat karena dilindungi ayahnya," ucapnya.

Setelah mengalami penganiayaan, dua pamannya segera dilarikan ke rumah sakit. Setiba di rumah sakit kepala kedua paman korban terpaksa dijahit karena hantaman batu serta mengalami luka di sekujur tubuh.

"Namun saya bersyukur beliau hanya mengalami luka luar saja meski terlihat parah," imbuhnya.

Keluarga habib korban pemukulan laskar intoleran di RW 001 Mertodranan, Pasar Keliwon, Solo mengaku sering mendapatkan ancaman pembunuhan baik melalui SMS maupun media sosial.

Masih kata keponakan si habib, teror semacam itu sudah biasa baik secara langsung maupun lewat teror sembunyi-sembunyi. Bahkan, saat ratusan laskar intoleran mengepung rumahnya banyak yang berteriak 'halal darahnya' dan 'bunuh'.

Sebenarnya acara pengajian atau keagamaan sudah lama ditiadakan di keluarga besarnya yang ada hanya kegiatan keluarga sejak 2018. Sebelumnya keluarganya sudah ada perjanjian dengan pentolan laskar tersebut.

"Dulu kita sudah ada perjanjian dengan pentolan laskar tersebut yang biasa dipanggil Ustadz Faiz Baraja. Saat itu, pihaknya bersepakat tidak akan melakukan kegiatan keagamaan dan Faiz Baraha juga berjanji tidak akan ada intimidasi lagi," ujarnya.

Untuk itu, ia berharap agar keluarganya bisa hidup tenang layaknya warga yang lain. Menurutnya, tidak ada orang yang ingin terus-terusan ditindas. Pihaknya hanya ingin bersaudara tanpa aksi intimidasi.

"Ya kasian anak-anak kita. Kita hanya ingin bersaudara tidak ada intimidasi," ucapnya.

Load More