Budi Arista Romadhoni
Kamis, 10 September 2020 | 19:00 WIB
Sudiyanto dan pipa saluran HySu hasil karyanya. (Suara.com/Anang Firmansyah)

SuaraJawaTengah.id - Air menjadi kebutuhan primer bagi tiap manusia yang digunakan sehari-hari. Bertumbuhnya kawasan permukiman,  semakin bertambah pula penggunaan air di masyarakat.

Tak terkecuali di Dusun Glempang, Desa Kotayasa, Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas.

Meskipun letaknya di lereng Selatan Gunung Slamet yang memiliki sumber air melimpah, namun warga setempat tidak bisa merasakannya. Kontur yang lebih tinggi dibandingkan mata air menjadi penyebab utamanya.

Dahulu sebelum tahun 1999, warga harus menimba air dengan pikulan menuju sumber mata air terdekat yang jaraknya berada di bawah permukiman. Hal tersebut menjadi umum, karena kebanyakan sumur kering karena kemarau.

Kondisi ini berubah ketika Sudiyanto (54), warga RT 3 RW 5 desa setempat menemukan alat pompa bertenaga air yang diberi nama 'Hysu' atau kepanjangan Hydram Sudiyanto yang sudah terdaftar di Hak Kekayaan Intelektual sebagai perekayasa teknologi.

Ia harus memakan waktu selama 2 tahun dari 1997, sebelum akhirnya alat tersebut bisa difungsikan dengan sempurna.

Awal mula ia menemukan alat ciptaannya tersebut bisa dikatakan tidak disengaja. Latar belakang pendidikan yang hanya lulusan Madrasah Aliyah atau setara SMA tak membuatnya berkecil hati.

"Saya tidak ada latar belakang teknik, hanya lulusan MA saja, tapi karena saya seneng ngutak-utik jadi tidak bisa diam," kata Sudiyanto saat ditemui Suara.com, Kamis (10/9/2020).

Kegemarannya membaca jugalah yang mengantarkan ia membuat alat ini. Ia mengatakan tidak sengaja menemukan sebuah buku tentang Teknologi Tepat Guna berbahasa Belanda di perpustakaan desa.

Baca Juga: Tanpa Perlu Bantuan Valet, Mobil Ini Bisa Cari Parkir Sendiri

Namun ia tidak bisa berbahasa Belanda, akhirnya Sudiyanto meminta bantuan seorang teman yang merupakan pemandu wisata di kawasan Baturraden.

"Waktu itu kebetulan ada petemuan karang taruna di desa, nah kita baca-baca buku ini di perpusdes. Kita menemukan beberapa teknologi tepat guna salah satunya pompa air tenaga air atau Hydrolik Ram Pam. Bahasany Belanda," jelasnya.

Setelah membaca buku tersebut, ia mempraktrikkannya sendiri karena tidak mendapat dukungan dari warga sekitar. Faktor kebutuhan akan air yang mendorongnya berkeinginan untuk membuat alat tersebut.

Bahkan tak sedikit yang mencibirnya, sampai dikatakan gila karena berusaha menyalurkan air ke tempat yang lebih tinggi. Walaupun kesulitan modal, ia akhirnya bisa mengumpulkan uang untuk membeli peralatan sampai Rp7,5 juta pada waktu itu.

"Kita mencoba dan mencoba, satu bulan belum selesai bahkan ada yang mengatakan kami tidak waras. Karena orang mengambil air kan biasanya dari atas ke bawah, kalau saya dari bawah ke atas. Ada yang sampai mengatakan berani minum air kencing sendiri bila sampai ke sini airnya. Tapi itu malah sebagai penyemangat," ujarnya.

Alat tersebut, kini pun di komersialkan dengan harga yang cukup miring jika dibandingkan dengan keawetan alat dengan minimalnya perawatan.

Load More