Ketua Komunitas Lima Gunung, Supadi Haryanto mengatakan, Muludan di Pondok Pesantren Syubanul Wathon 2, sekaligus menjadi ajang menggelar rangkaian Festival Lima Gunung tahun 2020.
Beradaptasi dengan situasi pandemi, untuk mengantisipasi kerumunan festival tidak dipusatkan di satu lokasi. Ini berbeda dengan penyelenggaraan Festival Lima Gunung pada tahun-tahun sebelumnya.
“Pak Tanto sebagai Presiden Lima Gunung, banyak menghasilkan gagasan baru. Biasanya di tahun-tahun lalu, Festival Lima Gunung hanya diadakan sekali selama 1 sampai 3 hari. Saat ini kita bisa berganti-ganti tema, berpindah lokasi. Kita pun tetap bisa berkreasi,” kata Supadi.
Rangkaian Festival Lima Gunung tahun ini sudah diadakan 8 kali di lokasi yang terus berpindah-pindah. Pementasan sering diadakan di daerah terpencil dengan pemberitahuan terbatas.
Baca Juga: Kerabat Jokowi Dibunuh Sadis, Suami: Pelaku Harus Dihukum Mati!
Selain menguji kesiapan para seniman agar mampu menyiapkan pergelaran di waktu yang sempit, cara ini juga untuk menghindari kumpulan penonton.
Pada pergelaran di Pondok Syubbanul Wathon 2, Girikulo, Secang, Festival Lima Gunung mengambil tema “Pesan Desa Gunung untuk Ibu Kota”.
Para seniman menyampaikan pesan agar masyarakat kota dan para pemimpin di Ibu Kota kembali meneladani kehidupan masyarakat desa. Kearifan lokal dan cara hidup masyarakat desa terbukti berhasil mengatasi masa-masa sulit seperti saat ini.
“Pengalaman selama Covid ini yang akan saya utarakan. Selama 6 bulan ini saya banyak menemukan manajemen desa, manajemen finansial desa, cara kerja praktis desa, cara mengelola makanan desa, ternyata menginspirasi,” kata Presiden Lima Gunung, Sutanto Mendut.
Manajemen pertunjukan ala desa itu yang kemudian diadaptasi dalam penyelenggaraan Festival Lima Gunung tahun 2020. Hasilnya, Sutanto Mendut mengaku berhasil menghasilkan 38 produksi seni dan 8 seri rangkaian Festival Lima Gunung yang digelar di Wonosobo dan Magelang.
Baca Juga: Pembunuhan Kerabat Jokowi Karena Hutang, Ini Penjelasan Kapolda Jateng
“Ilmu-ilmu yang ada sekarang diambil dari wilayah orang-orang yang tidak terkenal seperti Pak Supadi, Ki Rekso Jiwo, itu petani di sekitar Merbabu dan Merapi di sekitar Kandaan. Di Kandaan ditemukan manuskrip peradaban.”
Berita Terkait
-
Harga Tiket Masuk Candi Borobudur 2025, Lengkap dengan Cara Belinya Lewat Online!
-
Sejumlah 14 Ribu Warga Jateng Mudik Gratis! Gubernur Luthfi Lepas Rombongan di Jakarta
-
3 Jalur Alternatif Mudik ke Magelang Tanpa Macet dari Semarang, Jogja dan Purwokerto
-
Relaksasi Pajak Kendaraan Bermotor, Pemprov Jateng Hapus Tunggakan Pajak dan Denda
-
Buntut Pelanggaran Berulang, Legislator PKB Dorong Komisi III DPR Panggil Kapolda Jateng
Tag
Terpopuler
- Dedi Mulyadi Syok, Bapak 11 Anak dengan Hidup Pas-pasan Tolak KB: Kan Nggak Mesti Begitu
- Baru Sekali Bela Timnas Indonesia, Dean James Dibidik Jawara Liga Champions
- JakOne Mobile Bank DKI Diserang Hacker? Ini Kata Stafsus Gubernur Jakarta
- Terungkap, Ini Alasan Ruben Onsu Rayakan Idul Fitri dengan "Keluarga" yang Tak Dikenal
- Review Pabrik Gula: Upgrade KKN di Desa Penari yang Melebihi Ekspektasi
Pilihan
-
Kurs Rupiah Selangkah Lagi Rp17.000 per Dolar AS, Donald Trump Biang Keroknya
-
Libur Lebaran Usai, Harga Emas Antam Merosot Rp23.000 Jadi Rp1.758.000/Gram
-
Jadwal Timnas Indonesia U-17 vs Yaman, Link Live Streaming dan Prediksi Susunan Pemain
-
Minuman Berkemasan Plastik Berukuran Kurang dari 1 Liter Dilarang Diproduksi di Bali
-
Nova Arianto: Ada 'Resep Rahasia' STY Saat Timnas Indonesia U-17 Hajar Korea Selatan
Terkini
-
Sejak Ikut dalam UMKM EXPO(RT), UMKM Unici Songket Silungkang Kini Tembus Pasar Internasional
-
Asal-Usul Penamaan Bulan Syawal, Ternyata Berkaitan dengan Unta
-
Insiden Kekerasan Terhadap Jurnalis di Semarang: Oknum Polisi Minta Maaf
-
BRI Hadirkan Posko BUMN dengan Fasilitas Kesehatan dan Hiburan Saat Arus Balik Lebaran 2025
-
Jurnalis Dipukul dan Diancam Ajudan Kapolri: Kebebasan Pers Terancam di Semarang