Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Jum'at, 25 Desember 2020 | 16:06 WIB
Suasana GPIB Beth-El Magelang, Jumat (25/12/2020). (Suara.com/Angga Haksoro)

SuaraJawaTengah.id - Perayaan Natal di GPIB Beth-El Magelang, Jumat (25/12/2020) berlangsung khidmat. Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB) ini adalah gereja tertua di Kota Magelang.

Pada masa pandemi Covid-19 misa perayaan Natal di GPIB Beth-El diselenggarakan penuh pembatasan. Dari kapasitas gedung sekitar 300 jemaat, hanya 50 orang yang dizinkan mengikuti misa secara langsung.

Sebagian besar jemaat mengikuti misa secara streaming dari rumah masing-masing. Misa natal dimulai pukul 09.00-10.30 WIB dipimpin Pendeta Monica BS Joris Latumaerisa.

Tahun ini GPIB Beth-El Magelang menginjak usia 203 tahun. Berada di kawasan Alun-alun Kota Magelang, bangunan gereja yang didirikan tahun 1817 itu tampak sangat terawat.

Baca Juga: Perayaan Natal di Cilacap, Sosok Sinterklas Menari Sufi

Bentuk khas gereja gothic abad 18 menambah keagungan bangunan.

“Iya, kami (gereja) umurnya itu dari 1817. Diperkirakan berarti 203 tahun. Ya (didirikan tahun) 1817, sesuai dari cagar budaya,” kata Pendeta Monica saat disinggung mengenai usia bangunan gereja.

Menurut Pendeta Monica, misa Natal tahun ini menjadi sejarah baru karena dilangsungkan di tengah pandemi. Jemaat yang mengikuti misa harus mengikuti protokol kesehatan.

“Natal di tengah pandemi tahun 2020 memberikan sejarah kehidupan yang baru. Tentunya secara manusia tidak menyenangkan, jadi kita harus terbatas dengan kursi, tidak bisa semua (hadir), dan sangat terbatas. Harus mengikuti protokol kesehatan,” ujar Pendeta Monica.

Dia berharap, jemaat yang menjalani misa secara streaming tetap khidmat mengikuti prosesi ibadah. “Biarkan kerinduan mereka untuk beribadah di rumah masing-masing itu tetap ada suka cita dan damai sejahtera di Natal tahun ini.”

Baca Juga: Masih Corona, 356 Ribu Kendaraan Tinggalkan Jakarta saat Natal

Dalam kondisi normal, GPIB Beth-El Magelang mampu menampung 300 jemaat yang mengisi seluruh kursi hingga balkon. Saat ini hanya sekitar 50 orang yang bisa hadir dengan pengaturan jarak duduk.

Pendeta Monica BS Joris Latumaerisa berpesan agar masyarakat menjalankan protokol kesehatan sesuai anjuran pemerintah. Dia mengajak jemaatnya mewaspadai penyebaran hoaks terkait pandemi.

“Jangan mengikuti hoaks-hoaks itu. Itu yang akan memberikan pengaruh bagi kita, sudah takut semakin takut. Tambah takut, imunnya akan turun,” kata Pendeta Monica.

Dia meyakini apa yang terjadi saat ini adalah anugerah Tuhan dan masyarakat tinggal bekerja sama dengan pemerintah.

“Umat Kristen harus ikut peraturan pemerintah karena itu adalah bagian dari amahnya yang telah diberikan kepada kita semua.”

Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB) Beth-El Magelang diperkirakan dibangun bersamaan dengan pengesahan kota Magelang sebagai ibu kota Karesidenan Kedu (Besluit van Comissaris General der Nederlandsch Indie tanggal 14 Maret 1817 Nomor 4).

Gereja kemudian dikelola oleh De Indische Kerk (sebelumnya bernama De Protestantche Kerk), institusi perwalian gereja Protestan yang didirikan di Ambon, Maluku tahun 1605.

Pada masa pendudukan Belanda, gereja ini khusus diperuntukan untuk jemaat Kristen Protestan warga Eropa dan warga Ambon yang saat itu banyak menjadi serdadu.  

Hal itu yang menyebabkan GPIB Beth-El Magelang dulu sering disebut sebagai gereja Ambon. Sedangkan jemaat pribumi dibangunkan gereja lainya di daerah Kebonpolo yang didirikan tahun 1927.

Pasca kemerdekaan Indonesia, De Indische Kerk melepas tanggung jawab pengelolaan gereja dan menyerahkannya ke De Protestansche Kerk in Westelijk Indonesia (GPIB) pada 31 Oktober 1948.

Sejauh catatan sejarah yang diketahui, bangunan gereja GPIB Beth-El Magelang belum pernah dipugar. Perawatan gedung hanya sebatas renovasi ringan dan beberapa kali pengecatan ulang.

Kontributor : Angga Haksoro Ardi

Load More