SuaraJawaTengah.id - Perajin tahu di Kota Magelang mengurangi ukuran tahu bulat untuk menyiasati kenaikan harga kedelai. Lonjakan harga kedelai impor selama beberapa hari terakhir menyebabkan tempe dan tahu hilang dari pasaran.
Danang Santoso, perajin tahu bulat di kawasan Tidar Trunan, Kota Magelang mengatakan, kenaikan harga kedelai menyebabkan biaya produksi ikut naik. Dia harus menambah modal sekitar Rp30 ribu sampai Rp40 ribu untuk satu kali gilingan kedelai.
Pabrik tahu milik Danang menghabiskan 375 kilogram kedelai untuk sekitar 30 kali gilingan setiap hari. Setiap sekali gilingan menghabiskan 12,5 kilogram kedelai.
“Kalau market kita nggak ada masalah. Tapi kalau harga bahan baku (naik) begini terus otomatis menambah beban biaya produksi,” kata Danang saat ditemui di pabriknya, Senin (4/1/2021).
Danang mengaku menyiapkan 1 ton kedelai untuk stok produksi selama 3 hari. Total dia harus mengeluarkan biaya tambahan sekitar Rp2,5 juta untuk keperluan 3 hari produksi tahu bulat.
“Dari harga kedelai yang tadinya Rp6.600, sampai sekarang Rp9.100 per kilogram. Kenaikannya hampir Rp2.500 per kilogram.”
Untuk menyiasati kenaikan harga tersebut, Danang mengurangi bobot tahu bulat. Dari sekitar 16-17 gram menjadi 13-14 gram per tahu bulat. “Kami kan pakai timbangan. Setiap kali produksi kami timbang. Jadi kalau meleset sedikit saja, kami sudah minus lagi.”
Menurut Danang, pedagang di pasar keberatan jika harga dinaikan. “Saya kan (jual) lewat sales dulu baru pedagang. Katanya itu sudah harga maksimal. Jadi kalau naik lagi itu sulit, mending libur dulu,” ujar Danang.
Setiap hari pabrik milik Danang memproduksi kurang lebih 45 ribu tahu bulat yang dijual seharga Rp150. Tahu bulat yang diberi merek “Pakde” itu dijual di Pasar Muntilan untuk kemudian dikirim sejumlah pasar ke Yogyakarta, Semarang, Ambarawa dan Pati.
Baca Juga: Pemerintah Diminta Lakukan Ini, Agar Pengrajin Tempe dan Tahu Tak Was-was
Kementerian Perdagangan menyebut kenaikan harga kedelai impor disebabkan melonjaknya harga di pasaran global. Faktor lainnya adalah lonjakan permintaan kedelai dari China kepada Amerika Serikat. Pada Desember 2020 permintaan kedelai China naik dua kali lipat, dari 15 juta ton menjadi 30 juta ton.
Kontributor : Angga Haksoro Ardi
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Shio yang Diprediksi Paling Beruntung di Tahun 2026, Ada Naga dan Anjing!
- Jordi Cruyff Sudah Tinggalkan Indonesia, Tinggal Tandatangan Kontrak dengan Ajax
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- 5 Sabun Cuci Muka Wardah untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Sehat dan Awet Muda
Pilihan
-
Orang Pintar Ramal Kans Argentina Masuk Grup Neraka di Piala Dunia 2026, Begini Hasilnya
-
6 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Terbaik Desember 2025, Siap Gaming Berat Tanpa Ngelag
-
Listrik Aceh, Sumut, Sumbar Dipulihkan Bertahap Usai Banjir dan Longsor: Berikut Progresnya!
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
Terkini
-
SIG Dukung Batam Jadi Percontohan Pengembangan Fondasi Mobilitas & Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan
-
Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah Kirim 29 AMT untuk Pemulihan Suplai di Sumatera
-
4 Link Saldo DANA Kaget Jumat Berkah: Raih Kesempatan Rp129 Ribu!
-
Skandal PSSI Jateng Memanas: Johar Lin Eng Diduga Jadi 'Sutradara' Safari Politik Khairul Anwar
-
8 Tempat Camping di Magelang untuk Wisata Akhir Pekan Syahdu Anti Bising Kota